Meskipun serangan ransomware menjadi perhatian utama para pemimpin TI di sektor BFSI, 36% menyatakan bahwa kebocoran data akibat kesalahan AI merupakan tiga kekhawatiran teratas mereka, dan 32% khawatir bahwa serangan yang didukung AI dapat menyebabkan pelanggaran data.
Sementara, CTO untuk sektor Jasa Keuangan, Hitachi Vantara, Mark Katz mengungkapkan, model bisnis dalam layanan keuangan secara inheren sangat bergantung pada kepercayaan. Kerusakan reputasi merupakan risiko yang sangat besar, sehingga dalam industrinya, interaksi antara keamanan dan akurasi menjadi tantangan yang krusial sekaligus kompleks.
“Sebagai contoh, jika sebuah chatbot secara tidak sengaja mengungkapkan informasi sensitif yang terdapat dalam data pelatihan, hal tersebut dapat menimbulkan konsekuensi serius. Selain itu, biaya dari jawaban yang salah atau hallucination (hasil yang tidak akurat dari AI) juga menimbulkan risiko besar; jika seseorang mengambil keputusan berdasarkan data yang salah, akan muncul berbagai pertanyaan terkait tanggung jawab hukum,” ujarnya.
Meskipun terdapat tantangan akurasi, adopsi AI di sektor BFSI terus mengalami percepatan. Namun, banyak organisasi yang menerapkan AI tanpa persiapan memadai, dengan 71% responden mengakui bahwa mereka melakukan pengujian dan iterasi langsung pada implementasi aktif, sementara hanya 4% yang menggunakan lingkungan sandbox (uji coba terkendali).
Penelitian ini menegaskan bahwa para pemimpin sektor jasa keuangan meyakini kualitas data sebagai pertimbangan paling penting untuk keberhasilan implementasi AI. Namun, kekhawatiran seperti keamanan data terlalu mendesak untuk diabaikan—dan hal ini berdampak pada menurunnya return on investment (ROI).
Survei ini menguraikan sejumlah pertimbangan utama dalam membangun infrastruktur yang lebih tangguh dan siap untuk AI, guna membantu organisasi BFSI mempersiapkan diri menghadapi masa depan, di antaranya:
1. Eksperimen yang Bertanggung Jawab
Dua dari lima pemimpin BFSI (42%) menyatakan bahwa mereka membangun keterampilan yang dibutuhkan untuk menerapkan AI melalui eksperimen. Pengujian yang bertanggung jawab di lingkungan sandbox yang aman dapat mengurangi risiko sekaligus membuka potensi AI.
2. Keberlanjutan di Setiap Tingkatan
Mulai dari penyimpanan data yang hemat energi hingga perangkat lunak yang dioptimalkan, para pemimpin bisnis dan TI harus mengintegrasikan prinsip keberlanjutan ke dalam infrastruktur, aplikasi, model, praktik data, dan strategi sejak awal.
3. Menyederhanakan dan Menyatukan Sistem
Kurangi kompleksitas dengan mengelola lingkungan hybrid secara terpadu, mengotomatisasi tugas-tugas keamanan, dan memanfaatkan platform data yang terintegrasi untuk mempercepat wawasan dan menyederhanakan pelatihan AI.
4. Memastikan Ketahanan Data dan Memanfaatkan AI untuk Pertahanan
Rancang rencana pemulihan dengan sistem redundansi, penyimpanan roll-back, dan pemulihan model AI untuk mengurangi risiko akibat kegagalan atau serangan. Gunakan AI untuk mengidentifikasi risiko, meningkatkan proses pemulihan, dan mengamankan data melalui penyimpanan yang immutable, terenkripsi, dan dapat memperbaiki diri secara otomatis—sebagai langkah melawan ancaman dari pelaku yang juga memanfaatkan AI.
Laporan ini disusun berdasarkan Survei Global State of Data Infrastructure 2024 dari Hitachi Vantara, dan mewakili pandangan dari 231 spesialis BFSI, eksekutif tingkat C, serta pengambil keputusan di bidang TI yang berasal dari 15 negara di seluruh dunia. (mas)