telkomsel halo

RPM Jastel dikecam, Kominfo tetap melaju

22:51:15 | 15 Dec 2017
RPM Jastel dikecam, Kominfo tetap melaju
Ahmad Ramli (dok)
JAKARTA (IndoTelko) - Kementrian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) memastikan tetap akan mendorong  menyederhanakan lisensi bagi pemain Jasa Telekomunikasi (Jastel) melalui revisi Keputusan Menteri (KM) 21 Tahun 2001 tentang Penyelenggaraan Jasa Telekomunikasi.

Dirjen Penyelanggara Pos dan Informatika Kominfo Ahmad M. Ramli melalui pesan singkat menyatakan pada Jumat (15/12) telah dilaksanakan rapat harmonisasi dan finalisasi Rancangan Peraturan Menteri (RPM) tentang Jasa Telekomunikasi sebagai tindak lanjut Konsultasi Publik yang  dihadiri seluruh operator telekomunikasi yaitu Telkom, Telkomsel, XL, Indosat, Tri Indonesia, Smartfren, Smart Telecom, PANDI, dan juga Ketua Umum Asosiasi Penyedia Jasa Internet Indonesia (APJII) Jamalul Izza.

"Rapat berlangsung sangat kondusif dan penuh spirit kebersamaan dan diakhiri dengan kesepakatan untuk melanjutkan RPM dimaksud untuk disahkan oleh Menkominfo," ungkapnya.

Menurutnya, RPM ini sangat progresif karena berhasil menyederhanakan 16 Peraturan Menteri (PM) menjadi 1 RPM terkait Jasa Telekomunikasi. Selain itu juga menyederhanakan 12 jenis izin menjadi hanya satu izin.

Diklaimnya, APJII yang semula protes dan keberatan atas beberapa ayat/pasal juga akhirnya sangat mendukung RPM ini untuk disahkan setelah Pemerintah bisa mengakomodasi dan memberi jalan keluar yang efektif dan juga disepakati seluruh peserta rapat.

"PM tersebut justru dibuat untuk mendorong pertumbuhan industri telekomunikasi nasional dan tidak bertendensi adanya keberpihakan apalagi memberi karpet merah kepada industri telekomunikasi asing sebagaimana diisukan sebelumnya," kilahnya.

Sebelumnya, Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) keberatan dengan adanya RPM Penyelenggaraan Jasa Telekomunikasi.

Pemicunya, Pasal 31 ayat 3 dalam RPM tersebut menyatakan, Penyelenggara Jasa Telekomunikasi yang menyelenggarakan Internet Service Provider (ISP) dilarang menyelenggarakan layanan akses di luar cakupan wilayah layanannya.

APJII juga keberatan pada diwajibkannya Penyedia Jasa Internet (PJI) memiliki ketersambungan dengan Network Access Provider (NAP) terdekat di wilayahnya.

Pasalnya, anggota APJII rata-rata memiliki lisensi dengan cakupan nasional. Berbekal cakupan nasional, para anggota APJII memiliki minimum komitmen pembangunan di lima kota dalam lima tahun.

 Sekjen Pusat Kajian Kebijakan dan Regulasi Telekomunikasi ITB Muhammad Ridwan Effendi menilai RPM seperti menggelar karpet merah bagi pemain asing tanpa melihat kehadiran pemain lokal.

"Kita bukan anti asing, tetapi masuk negara lain emang mudah bagi pemain dari Indonesia. Cek saja deh sama operator yang ekspansi di sekitar ASEAN ini," tukasnya.

Menurut Ridwan jika dalam RPM dinyatakan pemberian lisensi dengan mudah bagi penyelenggara jasa telekomunikasi hanya melalui proses evaluasi dapat menyelenggarakan jasa teleponi dasar, bukan dengan proses seleksi, itu sama saja membuat industri riuh karena pemain baru bermunculan tanpa ada dampak bagi pengembangan pembangunan infrastruktur di Indonesia.

"Kalau semua bisa menjadi pemain jasa, pasti incar daerah yang nilai bisnis tinggi. Sewa kapasitas ke penyelenggara jaringan. Lah yang urus daerah 3T siapa? Ini harus dipikirkan dampaknya," katanya.

Hal lain yang disorot Ridwan dalam RPM Jastel dibuka peluang para penyelenggara jasa telekomunikasi mendapatkan penomoran. Seharusnya penomoran diberikan kepada penyelenggara jaringan telekomunikasi.

Jika para penyelenggara jasa telekomunikasi ini diberikan lisensi dan penomoran yang sebebas-bebasnya, Ridwan yakin industri telekomunikasi nasional akan rusak.

Para penyedia jasa telekomunikasi bisa memiliki layanan teleponi dasar tanpa harus membuat jaringan. Sehingga operator penyedia jaringan yang telah ada bisa dipaksa untuk menyewakan jaringannya kepada pengusaha penyedia jasa telekomunikasi.

"Jika mengacu ke UU Telekomunikasi dan Peraturan Pemerintah yang ada para penyelenggara jasa yang beroperasi di Indonesia harus memiliki jaringan baru bisa melakukan penjualan jasa telekomunikasi. Sehingga jasa itu ikut jaringan. Bukan jaringan yang mengikuti jasa. RPM ini liberal sekali dan membuka peluang Mobile Virtual Network Operator (MVNO," ungkapnya.(id)

Ikuti terus perkembangan berita ini dalam topik
Artikel Terkait
Rekomendasi
Berita Pilihan
More Stories
Data Center Service Provider of the year