telkomsel halo

RPM penyelenggaraan jasa telekomunikasi dinilai hanya akal-akalan

22:19:49 | 15 Dec 2017
 RPM penyelenggaraan jasa telekomunikasi dinilai hanya akal-akalan
Ketua Umum FSP BUMN Strategis Wisnu Adhi Wuryanto dalam sebuah aksi demo (dok)
JAKARTA (IndoTelko) - Federasi Serikat Pekerja (FSP) Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Strategis menilai Rancangan Peraturan Menteri (RPM) Tentang Penyelenggaraan Jasa Telekomunikasi yang tengah digodok Kementrian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) hanya akal-akalan karena gagal menggolkan  Revisi terhadap PP Nomor 52 Tahun 2000 dan PP Nomor 53 Tahun 2000 tahun lalu.

"Tampaknya Menteri Kominfo Rudiantara mengupayakan “jalan melingkar” setelah Revisi terhadap PP Nomor 52 Tahun 2000 dan PP Nomor 53 Tahun 2000 tidak disetujui Presiden. Trik yang ditempuh adalah  dengan cara mengubahnya menjadi Peraturan Menteri, karena dengan hanya mengubah Peraturan Menteri tidak perlu persetujuan Presiden," duga Ketua Umum FSP BUMN Strategis Wisnu Adhi Wuryanto dalam rilisnya Jumat (15/12).

Wisnu menegaskan, FSP BUMN Strategis menolak RPM tersebut karena berisi tentang pengaturan dimana Penyelenggaraan Jasa Teleponi Dasar tidak diselenggarakan oleh penyelenggara jaringan tetap lokal, jaringan bergerak seluler dan jaringan bergerak satelit, tapi oleh penyelenggara jasa teleponi dasar melalui jaringan telekomunikasi dan atau satelit asing. (Baca: RPM Jastel) 

Menurutnya, langkah Presiden Joko Widodo menolak revisi terhadap PP Nomor 52 Tahun 2000 dan PP Nomor 53 Tahun 2000 sudah tepat pada tahun lalu. (Baca: Ricuh Revisi PP)

Langkah Presiden Joko Widodo sebenarnya sudah on the track dengan mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor  3 tahun 2016 tentang Percepatan Pembangunan Infrastruktur Strategis, termasuk di dalamnya pembanguan jaringan pita lebar untuk peningkatan jangkauan broadband yang dikenal dengan proyek Palapa Ring. Kementerian terkait mestinya konsentrasi mengawal proyek besar itu agar selesai sesuai jadwal yaitu beroperasi di tahun 2019. Tidak perlu mengutak atik sesuatu yang sudah berjalan yang justru berpotensi menimbulkan kegaduhan baru.

“Keberhasilan Telkom yang notabene berstatus BUMN dalam menjalankan pembangunan dan bisnis telekomunikasi di era kompetisi yang sangat sengit dan terbuka, seharusnya menjadi role model bagi semua pihak dan menjadi bukti yang nyata bahwa anak bangsa ini punya potensi dan kemampuan untuk bersaing secara global," katanya.

Dikatakannya, Telkom telah menerapkan strategi jangka panjang yang sangat tepat dalam mengembangkan jaringannya. Dibarengi dengan semangat nasionalisme NKRI dan agent pembangunan, Telkom membangun jaringan di seluruh pelosok negeri, tidak peduli apakah akan untung atau buntung, sehingga saat ini telah menjangkau  95% wilayah Indonesia berpenduduk. Berbeda dengan penyelenggara telekomunikasi lainnya yang kebanyakan hanya mau beroperasi di wilayah-wilayah gemuk yang profit saja.

Menikmati aset
Namun demikian, kata Wisnu, dengan RPM Penyelenggara Jasa, pihak Kominfo tampaknya ingin mengakomodasi keinginan pihak tertentu agar mereka ikut menikmati asset yang dimiliki Telkom.

Walaupun selama ini mereka juga sudah diberi kesempatan oleh Telkom untuk menjalin kerjasama Business to Business (B2B) dalam memanfaatkan jaringan milik Telkom. Rupanya mereka ingin lebih dan memanfaatkan tangan pemerintah.

“Kami hanya berharap Menkominfo sadar sesadar-sadarnya bahwa RPM Penyelenggaraan Jasa tersebut yang isinya lebih memanjakan operator milik asing adalah langkah yang keliru, baik secara formal maupun substansial," tukasnya.

Hal ini karena, pertama, Undang Undang Nomor 36 Tahun 1999 sama sekali tidak mengamanatkan hal yang diatur dalam RPM tersebut. Dengan demikian maka RPM ini jelas-jelas bertentangan dengan Undang Undang.

Kedua, Bertentangan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 52 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi, karena dengan pengaturan dalam RPM tersebut maka para pelaku bisnis yang mayoritas sahamnya dimiliki asing itu akan semakin malas untuk ikut membangun jaringan di Indonesia. Mestinya mereka masuk ke Indonesia memberi nilai tambah nasional, bukan menggerogoti milik Indonesia," tegas Wisnu.

Wisnu mengingatkan, secara politis kebijakan ini bisa dimaknai bahwa bangsa ini semakin terpuruk pada kemauan asing. "Padahal Presiden Jokowi telah menetapkan program nawacita, bahkan dalam salah satu kampanye Pilpres yang lalu Presiden Jokowi berjanji akan membeli kembali saham Indosat yang telah terlanjur dijual pada pemerintahan Presiden Megawati. Kini, boro-boro membeli saham Indosat, bahkan asset yang nyata-nyata milik BUMN malah akan dibagi-bagi," keluhnya.

Dinyatakannya, kalau dianalisis dari aspek legalitas dan tata cara pembuatan peraturan perundang-undangan, Memang Menteri punya wewenang mengatur Penyelenggaraan Jasa Telekomunikasi seperti yang diamanahkan PP 52 Tahun 2000, tetapi Peraturan Menteri (PM) tentunya tidak boleh bertentangan dengan Peraturan Pemerintah, demikian pula peraturan pemerintah tidak boleh bertentangan dengan Undang Undang, demikian seterusnya.

"Jika lingkungan bisnis membutuhkan sebuah pengaturan baru, atau  UU Nomor 36 Tahun 1999 yang mengatur telekomunikasi sudah dianggap ketinggalan,  maka menurut kami tahapan perubahannya harus dimulai dengan mengubah Undang Undang.  Dalam hal ini kita harus hati-hati, karena telekomunikasi adalah  cabang produksi yang penting dan dikuasai negara, maka  pengaturan yang gegabah dapat merugikan kepentingan masyarakat banyak," tambahnya.

"Kami sebagai pekerja di BUMN sangat menentang Rancangan Peraturan Menteri tersebut karena akan merugikan bangsa. Kami akan lakukan Judicial Review ke Mahkamah Agung dan turun ke jalan mengerahkan ribuan anggota Federasi Serikat Pekerja BUMN Strategis menyuarakan aspirasi ini, jika Menkominfo tetap nekad menyetujui Rancangan Peraturan Menteri tentang Jasa Telekomunikasi tersebut," pungkasnya.(id)

Ikuti terus perkembangan berita ini dalam topik
Artikel Terkait
Rekomendasi
Berita Pilihan
More Stories
Data Center Service Provider of the year