telkomsel halo

Akhirnya... Starlink!

11:56:20 | 19 Jun 2022
Akhirnya... Starlink!
Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) mengabarkan telah memberikan Hak Labuh Satelit Starlink kepada Telkomsat, anak usaha PT Telkom Indonesia Tbk (Telkom), yang bergerak sebagai penyedia layanan satelit yang ahli dalam memberikan layanan hulu ke hilir yang berkualitas tinggi dan berstandar internasional.

Hak labuh satelit Starlink tersebut merupakan lisensi bagi Telkomsat untuk memberikan layanan pada jaringan perantara yang menghubungkan infrastruktur backbone telekomunikasi milik TelkomGroup dengan tower Base Transceiver Station/ tower WiFi/ perangkat distribusi akses melalui fiber optik.

Menurut Peraturan Menteri Kominfo Nomor 21 tahun 2014, Hak Labuh Satelit adalah hak untuk menggunakan satelit asing yang diberikan oleh Menteri kepada Penyelenggara Telekomunikasi atau Lembaga Penyiaran.

Sedangkan Backhaul merupakan istilah yang merujuk kepada bagian dari jaringan satelit yang berfungsi sebagai perantara antara jaringan utama dan cabang-cabangnya.

Backhaul digunakan untuk mendistribuskan jaringan kepada saluran lain yang lebih kecil alias menghubungkan antara jaringan pusat kepada jaringan individu atau publik.

Telkomsat menyatakan, nantinya layanan ini hanya ada dalam penyelenggaraan jaringan tetap tertutup, bukan untuk layanan retail pelanggan akses internet secara langsung. Dengan telah diterimanya Hak Labuh Starlink tersebut, Telkomsat semakin siap mendukung program pemerataan pembangunan jaringan telekomunikasi broadband dalam rangka memperkecil kesenjangan layanan digital di seluruh wilayah Indonesia.

Menurut Telkomsat, dengan kondisi geografis Indonesia sangat menantang bagi program pemerataan pembangunan jaringan fiber optik ke seluruh wilayah Indonesia. Starlink hadir sebagai solusi yang tepat untuk mengisi kebutuhan jaringan backhaul di wilayah wilayah yang belum terjangkau fiber optik sampai tersedianya solusi yang lebih permanen.

Sebelumnya Telkomsat memang telah melakukan penjajakan untuk bersinergi dengan SpaceX. Hingga pada kuartal 1/2021, Telkomsat dan SpaceX sepakat untuk bekerja sama dalam pemanfaatan layanan Starlink.  

Ditunggu
Starlink merupakan layanan berbasis sistem konstelasi Satelit Non Geostationer milik SpaceX dengan orbit rendah (LEO /Low Earth Orbit) dengan ketinggian 500-1.400 km yang mampu memberikan layanan dengan latency rendah, throughput tinggi dan didukung oleh perangkat stasiun bumi yang mudah diinstalasi dan portable.

Konstelasi satelit ini dikembangkan Space X pada 2015 yang bertujuan memberi akses internet kepada seluruh masyarakat dunia. Proyek ini disebut-sebut kala itu sebagai pesaing dari Loon Project milik Google.

Magnet pemilik Space X, Elon Musk, menjadikan Starlink banyak ditunggu hadir di sebuah negara.

Mengutip situs resminya, Starlink diklaim punya beberapa keunggulan. Selain akses internet yang cepat, perangkat Starlink juga mudah untuk dirakit dan tidak menyebabkan polusi cahaya. Alhasil, pengguna di wilayah pedesaan bisa tetap menikmati langit malam dengan taburan bintang.

Starlink didesain untuk mengantarkan internet dengan super cepat, bahkan ke tempat dengan akses yang kurang, terlalu mahal, atau bahkan tidak tersedia.

Pertama kali diumumkan ke publik pada Januari 2015, sejalan dengan pembukaan fasilitas pengembangan SpaceX di Redmond, Washington, Amerika Serikat, satelit Starlink diluncurkan ke angkasa pada 2019.

Satelit ini mengorbit di tiga level ketinggian yang rendah atau Low Earth Orbit (LEO) demi menjangkau daerah yang tidak ada fiber optik atau Base Transceiver Station (BTS). Yakni, orbit setinggi 340 km di atas permukaan Bumi, orbit dengan ketinggian 550 km, serta 1.200 km.

Karena rendahnya orbit, satu satelit hanya bisa menjangkau area yang jauh lebih kecil. Alhasil, sistemnya membutuhkan jumlah satelit yang lebih besar untuk menyediakan layanan ke seluruh penjuru Bumi.

Karena Starlink ditempatkan di orbit Bumi yang rendah, yaitu sekitar 350 mil (563,7 km), SpaceX mengklaim latensi atau kecepatan internet antara 25 ms dan 35 ms. Hal itu dinilai cukup cepat hingga memungkinkannya menghasilkan kecepatan internet sampai 1Gbps.

Dengan kecepatan tinggi dan latensi serendah 20 ms di sebagian besar lokasi, Starlink memungkinkan melakukan panggilan video, game online, streaming, dan aktivitas kecepatan data tinggi lainnya yang sebelumnya tidak mungkin dilakukan dengan satelit internet lainnya.

Starlink menjanjikan internet dengan kecepatan 100/200 megabit per detik (Mbps) untuk pengguna individu. SpaceX mengklaim layanan Starlink sekarang memiliki lebih dari 400.000 pelanggan di seluruh dunia.

Elon Musk menulis di akun Twitter pribadinya pada 15 Januari lalu bahwa SpaceX memiliki 1.469 satelit Starlink aktif dan 272 akan dipindahkan ke orbit operasional segera. Elon Musk via Space X telah menerima otorisasi meluncurkan sekitar 12.000 satelit yang menawarkan internet broadband dan telah meminta tambahan ijin untuk meluncurkan tambahan generasi kedua sekitar 30.000 satelit.

Starlink tak sendirian menggarap pasar akses internet berbasis satelit LEO di Indonesia.

Kabarnya, PT Dwi Tunggal Putra (DTP) juga tengah menunggu keluarnya hak labuh untuk OneWeb. Dwi Tunggal Putra dan OneWeb kabarnya telah mematuhi dan memenuhi segala regulasi yang diberlakukan di Indonesia seperti tersedianya SNP/Gateway di Indonesia, control lalu lintas data di Indonesia serta kemitraan distribusi layanan dengan perusahaan nasional, dalam hal ini diwakili Dwi Tunggal Putra.

Tek Terhindar
Kehadiran pemain sepert Starlink memang tak bisa dihindari mengingat kondisi geografis Indonesia dalam penyediaan konektifitas internet membutuhkan satelit sebagai salah satu infrastruktur.

Langkah Kominfo dengan “memaksa” pemain asing memiliki mitra lokal adalah sebuah keputusan tepat dalam rangka menjaga kepentingan nasional.

Bermitra dengan pemain lokal dan kewajiban membangun infrastruktur pendukung di tanah air, menjadikan pemerintah memiliki kontrol dan mendapatkan manfaat ekonomi dari sebuah layanan yang diselenggarakan pemain asing.

Memiliki kontrol terhadap sebuah layanan, terutama yang diselenggarakan asing, hal mutlak belajar dari perang antara Ukraina Vs Russia.

Sudah menjadi rahasia umum di peperangan itu, seorang Elon Musk, menunjukkan keberpihakan kepada salah satu pihak bertikai dengan mengoperasikan Starlink.

Lebih jauh, sepertinya yang masih menjadi Pekerjaan Rumah nantinya bagi pemerintah adalah mengelola pasokan transponder yang ada jika satelit Satelit Indonesia Raya (Satria) mulai mengangkasa.

Membuat keberadaan Satria menjadi “berguna” di tengah mulai membanjirnya transponder asing bermitra dengan lokal yang menawarkan harga murah bukanlah perkara mudah.

GCG BUMN
@IndoTelko

Artikel Terkait
Rekomendasi
Berita Pilihan
More Stories
Data Center Service Provider of the year