telkomsel halo

Mengatur Fintech agar tak menjadi `Rentech`

11:34:00 | 02 Sep 2018
Mengatur Fintech agar tak menjadi
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akhirnya mengeluarkan Peraturan OJK No. 13/POJK.02/2018 tentang Inovasi Keuangan Digital di Sektor Jasa Keuangan sebagai ketentuan yang memayungi pengawasan dan pengaturan industri financial technology (fintech).

"Peraturan ini dikeluarkan OJK mengingat cepatnya kemajuan teknologi di industri keuangan digital yang  tidak dapat diabaikan dan perlu dikelola agar dapat memberikan manfaat sebesar-besarnya untuk kepentingan masyarakat," kata Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso dalam rilis resminya (1/9).

Sebelumnya, telah dikeluarkan Peraturan Otoritas Jasa keuangan Nomor 77 /POJK.01/2016 Tentang  Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi dan diundangkan pada 29 Desember 2016. (Baca: POJK Fintech)

Keluarnya sejumlah aturan ini karena OJK berpandangan inovasi keuangan digital perlu diarahkan agar menghasilkan inovasi keuangan digital yang bertanggung jawab, aman, mengedepankan perlindungan konsumen dan memiliki risiko yang terkelola dengan baik.

Peraturan ini juga dikeluarkan sebagai upaya mendukung pelayanan jasa keuangan yang inovatif, cepat, murah, mudah, dan luas serta untuk meningkatkan inklusi keuangan, investasi, pembiayaan serta layanan jasa keuangan lainnya.

Pokok-pokok pengaturan Inovasi Keuangan Digital (IKD) antara lain:

1. Mekanisme Pencatatan dan Pendaftaran Fintech

Setiap penyelenggara IKD baik perusahaan Startup maupun Lembaga Jasa Keuangan (LJK) akan melalui 3 tahap proses sebelum mengajukan permohonan perizinan:

Pencatatan kepada OJK untuk perusahaan Startup/non-LJK. Permohonan pencatatan secara otomatis termasuk permohonan pengujian Regulatory Sandbox. Sedangkan untuk LJK, permohonan Sandbox diajukan kepada pengawas masing-masing bidang (Perbankan, Pasar Modal, IKNB).

Proses Regulatory Sandbox berjangka waktu paling lama satu tahun dan dapat diperpanjang selama 6 bulan bila diperlukan.

Pendaftaran/perizinan kepada OJK.

2. Mekanisme Pemantauan dan Pengawasan Fintech
OJK akan menetapkan Penyelenggara IKD yang wajib mengikuti proses Regulatory Sandbox. Hasil uji coba Regulatory

Sandbox ditetapkan dengan status:
Direkomendasikan.
Perbaikan.
Tidak direkomendasikan.

Penyelenggara IKD yang sudah menjalani Regulatory Sandbox dan berstatus direkomendasikan dapat mengajukan permohonan pendaftaran kepada OJK.

Untuk pelaksanaan pemantauan dan pengawasan, penyelenggara IKD diwajibkan untuk melakukan pengawasan secara mandiri dengan menyusun laporan self assessment yang sedikitnya memuat aspek tata kelola dan mitigasi risiko. Penyelenggara IKD dilarang mencantumkan nama dan/atau logo OJK namun dapat mencantumkan nomor tanda tercatat/terdaftar.

Dalam jangka menengah, OJK dapat menunjuk pihak lain (Asosiasi Penyelenggara IKD yang diakui oleh OJK) yang bertugas dalam pengawasan IKD.

3.Pembentukan Ekosistem Fintech
Untuk memelihara ekosistem keuangan, Lembaga Jasa Keuangan yang telah memperoleh izin atau terdaftar di OJK dilarang bekerja sama dengan Penyelenggara IKD yang belum tercatat di OJK atau terdaftar di otoritas lain yang berwenang guna memelihara ekosistem keuangan.

4. Membangun Budaya Inovasi
OJK menginisiasi pembentukan Pusat Inovasi Keuangan Digital (Fintech Center) dan ekosistem IKD yang bertujuan sebagai sarana komunikasi, koordinasi, dan kolaborasi antara otoritas terkait dan pelaku IKD serta wadah Inovasi dan Pengembangan IKD.

5. Inklusi dan Literasi
Penyelenggara IKD wajib melaksanakan kegiatan untuk meningkatkan literasi dan inklusi keuangan kepada masyarakat.

6. Bisnis dan Perlindungan Data
Penyelenggara IKD wajib menyediakan pusat pelayanan konsumen berbasis teknologi sebagai bentuk penerapan edukasi dan perlindungan konsumen beserta usahanya.

7.Manajemen Risiko yang Efektif
Penyelenggara IKD wajib menerapkan prinsip pemantauan secara mandiri, menginventarisasi risiko utama, menyusun laporan risk self assessment secara bulanan, dan memiliki perangkat yang dapat meningkatkan efisiensi dan kepatuhan atas proses pemantauan yang dilakukan oleh OJK.

8. Kolaborasi
Dengan dibentuknya Fintech Center maka dapat membantu berjalannya proses Regulatory Sandbox sebagai langkah inkubasi model bisnis yang inklusif dan memenuhi prinsip kehati-hatian serta meningkatkan sinergi antar industri, pemerintah, akademisi dan innovation hub lain.

9.Perlindungan Konsumen
Penyelenggara wajib menerapkan prinsip dasar perlindungan konsumen yaitu (a) transparansi, (b) perlakuan yang adil, (c) keandalan, (d) kerahasiaan dan keamanan data/informasi konsumen, dan (e) penanganan pengaduan serta penyelesaian sengketa konsumen secara sederhana, cepat, dan biaya terjangkau.

10. Transparansi
Penyelenggara IKD wajib menerapkan prinsip pengawasan berbasis disiplin pasar, risiko dan teknologi terhadap inovasinya antara lain harus memperhatikan transparansi produk dan layanan, pasar yang kompetitif dan inklusif, kesesuaian dengan kebutuhan konsumen, penanganan mekanisme keluhan yang segera, dan aspek keamanan dan kerahasiaan data konsumen dan transaksi.

11. Anti Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme
Penyelenggara IKD juga wajib menerapkan program anti pencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme di sektor jasa keuangan terhadap konsumen sesuai ketentuan Peraturan OJK di bidang AML-CFT (Anti Money Laundering and Counter-Financing of Terrorism).

Fenomena Rentech
Berdasarkan data dari OJK sampai dengan Juli 2018, penyaluran pembiayaan oleh P2P Lending mencapai sebesar Rp 7,64 triliun. Sejauh ini, sudah ada 66 pelaku usaha fintech P2P lending yang telah terdaftar dan berizin di OJK.

Hasil penelitian yang dilakukan Institute for Development of Economics and Finance (Indef) bersama Asosiasi Fintech Indonesia (Aftech) menyatakan sejak adanya Fintech menumbuhkan konsumsi rumah tangga hingga Rp8,94 triliun.

Sedangkan kontribusinya terhadap produk domestik bruto (PDB) selama kurang dari dua tahun mencapai Rp25,97 triliun baik secara lang sung maupun tidak langsung. Dari sisi penyerapan tenaga, fintech menyerap 215.433 orang.

Selain itu, investasi sektor fintech di Indonesia hingga per tengahan tahun ini mencapai Rp5,69 triliun. (Baca: Kontribusi Fintech)

Sayangnya, ditengah potensi dan pertumbuhan yang menjanjikan tersebut ada fenomena yang mulai mengkhawatirkan di tengah masyarakat dimana praktik P2P lending dianggap seperti rentenir dalam penetapan bunga dan penagihan pinjaman sehingga muncul istilah "Rentenir Technology" atau Rentech.

Dalam kacamata mereka yang khawatir Fintech tergelincir menjadi "Rentech" mengacu kepada beberapa peristiwa dimana banyak terjadi persekusi digital kepada peminjam dan bunga yang lumayan tinggi dipasang dibalik kemudahan mendapatkan pinjaman. (Baca: Rentenir Digital)

Keluarnya aturan baru ini diharapkan membuat para pemain Fintech kembali fokus kepada tujuan awalnya yakni mendorong inklusi keuangan di Indonesia. (Baca: Persekusi Fintech)

Data OJK menyatakan kebutuhan pendanaan untuk Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) mencapai Rp 1.700 triliun di Indonesia. Namun, perbankan hanya mampu membiayai Rp 700 triliun saja.

Kekurangan pendanaannya (funding gap) Rp 1.000 triliun itulah yang harus digarap secara maksimal oleh pemain fintech sesuai koridor regulasi dan tak terjebak menjadi rentenir digital.

@IndoTelko

Artikel Terkait
Rekomendasi
Berita Pilihan
IndoTelko Idul Fitri 2024
More Stories
Data Center Service Provider of the year