telkomsel halo

Tercecer di Paket Kebijakan Ekonomi

13:40:36 | 20 Sep 2015
Tercecer di Paket Kebijakan Ekonomi
Infrastruktur telekomunikasi (dok)
Pemerintah telah mengumumkan Paket Kebijakan Ekonomi Tahap I untuk menggerakkan roda perekonomian nasional ditengah tekanan makro yang tak menguntungkan.

Dalam dokumen yang beredar di media dari Kantor Kementrian Bidang Koordinator Perekonomian terungkap pemerintah ingin mengembangkan ekonomi makro yang kondusif seperti melakukan stabilisasi fiskal dan moneter, percepatan belanja, dan lainnya.

Pemerintah bahkan akan melakukan deregulasi dan telah mendapatkan komitmen mengubah 134 peraturan, yaitu: 17 RPP, 11 Perpres, 2 Inpres, 96 Permen, dan 8 aturan lainnya.

Dari 134 peraturan yang siap di deregulasi meliputi peraturan Menteri (Keuangan, Perdagangan, Perindustrian, ESDM, Tenaga Kerja, Perhubungan, Koperasi dan UKM, Lingkungan Hidup dan Kehutanan, PUPR, Pertanian, Pariwisata, Kesehatan, ATR), Ka BKPM, Ka BPOM, terkait fasilitas investasi, penyederhanaan ijin impor bahan baku (a.l. beras, gula, garam, hortikultura, kertas kemasan), penetapan satu identitas importir, pengurangan pemeriksaan fisik bahan baku impor dan produk ekspor , mengurangi hambatan distribusi antar pulau (gula kristal putih), dan lainnya.

Tak ada di paket kebijakan ini menyebut secara tegas stimulus bagi sektor Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK).

Hal ini lumayan mengejutkan karena selama masa kampanye pemilihan Presiden tahun lalu, Joko Widodo sebagai salah satu calon presiden terkesan sangat High Tech dan memahami dunia TIK. Tak salah waktu itu banyak punggawa TIK nasional berdiri di belakang Pria yang akrab disapa Jokowi itu.    

Angin segar kian kencang berhembus bagi dunia TIK nasional kala terpilih menjadi Presiden RI, Jokowi memilih sosok Rudiantara sebagai Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo). Pria yang akrab disapa RA ini sudah malang melintang di sejumlah operator telekomunikasi sehingga dianggap mengerti masalah di lapangan dan bisa mempercepat pembangun TIK nasional.

Kurang e-Leadership
Namun, kenapa di Paket Kebijakan untuk menstimulus perekonomian tak ada insentif tegas bagi TIK?

Berbagai riset dari lembaga internasional menunjukkan TIK salah satu senjata ampuh untuk enabler perekonomian. Misal, meningkatnya keterlibatan UKM secara digital bisa meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 2% dari kajian Deloitte Access Economics dan Google belum lama ini.

Mengutip analisa yang dibahas pada World Economy Forum 2014 lalu, dinyatakan ICT dapat berkontribusi dalam meningkatkan pembangunan sosial dan ekonomi sebuah negara.  

Berdasarkan laporan World Forum's Global Information Technology Report 2014, saat ini ICT di Indonesia masih menduduki peringkat ke 68 dari 148 negara.

Berdasarkan data dari Internet Society, tingkat penetrasi di Indonesia masuk dalam kategori terendah di kawasan pasar Asia Tenggara (ASEAN). Dalam data yang dilaporkan Internet Society, setidaknya ada tiga kategori tingkat penetrasi internet di ASEAN.

Kelompok pertama, negara yang lebih dari 60% populasi penduduknya sudah mengakses internet, yakni Singapura sebesar 73%, Malaysia 67%, dan Brunei 65%. Kemudian, kelompok kedua dengan level penetrasi 25% hingga 60%, antara lain Vietnam 44%, Filipina 37%, dan Thailand 29%.

Indonesia masuk dalam kelompok terendah dengan penetrasi internet di bawah 25%, tepatnya hanya sebesar 16%. Selain Indonesia, dalam kelompok ini juga terdapat beberapa negara lagi, seperti Laos 16%, Kamboja 6%, dan Myanmar 1%.

Jika data-data dari lembaga itu kurang menyakinkan pemerintah terhadap kekuatan TIK, masih ada payung hukum Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 96 Tahun 2014 tentang Rencana Pita Lebar Indonesia 2014-2019 yang diundangkan pada 18 September 2014.

Jika mengacu ke rencana Pita Lebar Indonesia, dengan kondisi krisis ekonomi sekarang, rasanya hal yang layak sektor TIK juga diberikan perhatian lebih. Bayangkan, dibutuhkan dana sekitar Rp 278 triliun atau sekitar 0,46% dari PDB untuk mendanai pembangunan enam program unggulan broadband di periode 2014-2019.

Para pelaku usaha telah menyuarakan keinginan mendapatkan insetif yang kongkrit dari pemerintah agar bisa bertahan di tengah kondisi yang sulit, misal keringanan dalam pembayaran biaya regulatory atau bertransaksi tidak harus dengan rupiah.

Lantas kenapa keinginan pelaku usaha ini tak diakomodasi? Bisa jadi ini pertanda e-leadership di kabinet kerja tidak begitu kuat sehingga akhirnya tercecerlah insentif bagi sektor TIK.
 
@IndoTelko

Artikel Terkait
Rekomendasi
Berita Pilihan
More Stories
Data Center Service Provider of the year