telkomsel halo

XLSmart dan kesehatan industri seluler

04:00:00 | 20 Apr 2025
XLSmart dan kesehatan industri seluler
Pemerintah akhirnya secara resmi mengesahkan merger antara PT XL Axiata Tbk, PT Smartfren Telecom Tbk, dan PT Smart Telecom Tbk ke dalam satu entitas baru yakni PT XL Smart Telecom Sejahtera Tbk (XLSmart).

Kementrian Komunikasi dan Digital (Komdigi) berharap penggabungan ini bukan hanya keputusan korporasi, tetapi juga langkah besar dalam mempercepat transformasi digital yang inklusif dan berdampak luas, hingga mampu menyehatkan kondisi industri seluler nasional.

Entitas baru ini akan melayani pelanggan mobile seluler dan home broadband melalui XL, AXIS, dan Smartfren maupun pelanggan UMKM dan korporasi melalui XLSMART for Business sembari meningkatkan kualitas layanan.

Memiliki total pelanggan lebih dari 94,5 juta, XLSMART kini menjadi operator terbesar ketiga di Indonesia setelah Telkomsel dan Indosat Ooredoo Hutchison (IOH).

Namun, di balik besarnya skala usaha baru ini, sejumlah tantangan strategis menanti, mulai dari isu frekuensi, tekanan finansial, hingga risiko layanan dan ketenagakerjaan.

Skala dan Efisiensi
Merger ini secara kalkulatif memang menjanjikan. XLSMART diproyeksikan memiliki pendapatan gabungan sekitar Rp45,8 triliun dan Earning Before Interest, Taxes, Depreciation, and Amortization (EBITDA) mencapai Rp22,5 triliun. Konsolidasi jaringan, spektrum, serta sumber daya manusia seharusnya menciptakan efisiensi skala dan operasional.

Namun, keberhasilan tidak otomatis datang hanya karena ukuran. Pengalaman menunjukkan bahwa integrasi pasca-merger adalah tahap paling kritis yang menentukan nasib jangka panjang entitas baru.

Salah satu tantangan terberat datang dari kompleksitas integrasi infrastruktur. XL Axiata dan Smartfren memiliki arsitektur jaringan dan sistem backend yang berbeda. Proses konsolidasi ini menuntut investasi besar dalam harmonisasi sistem, migrasi pelanggan, serta pemetaan ulang kapasitas layanan. Kegagalan dalam fase ini bisa menyebabkan penurunan kualitas layanan (QoS), meningkatkan churn pelanggan, dan menurunkan kepercayaan pasar.

Salah satu isu krusial adalah masalah alokasi spektrum frekuensi. Setelah merger, XLSMART memiliki total pita frekuensi sebesar 120 MHz, melebihi batas maksimum 100 MHz yang ditetapkan oleh Komdigi. Pemerintah pun telah memberikan tenggat waktu hingga akhir Desember 2026 untuk melepaskan 20 MHz dari total yang dikuasai.

Langkah ini penting untuk menjaga prinsip keadilan kompetisi dan efisiensi penggunaan sumber daya spektrum nasional. Namun, bagi XLSMART, ini berarti harus melepaskan sebagian kapasitas yang mungkin vital, terutama di wilayah padat. Penyesuaian ini memerlukan strategi rekayasa jaringan yang presisi, termasuk refarming spektrum dan optimasi teknologi.

Melepas spektrum bisa memengaruhi daya saing jika tidak dikompensasi dengan peningkatan efisiensi layanan. Di sisi lain, ini menjadi pengingat bahwa konsolidasi industri tidak boleh menciptakan ketimpangan baru dalam penguasaan spektrum yang merupakan aset publik.

Struktur Keuangan
Masalah lain yang tak kalah penting adalah keterbatasan ruang pembiayaan. Baik XL Axiata maupun Smartfren sebelumnya telah memiliki struktur keuangan yang relatif padat. Dengan utang yang cukup tinggi dan ruang leverage yang sempit, manuver keuangan seperti refinancing atau ekspansi agresif bisa menjadi terbatas.

Pascamerger, kebutuhan belanja modal akan meningkat signifikan, baik untuk integrasi teknis maupun ekspansi layanan. Dalam kondisi demikian, XLSmart perlu mencari alternatif pembiayaan yang tidak terlalu membebani neraca—misalnya melalui right issue, strategic investor baru, atau bahkan restrukturisasi operasional berbasis teknologi (cloudification, AI-driven optimization, dsb).

Risiko terbesar di sini adalah apabila EBITDA gagal tumbuh seiring ekspektasi pasar, sementara kewajiban finansial tetap tinggi. Artinya, tantangan bukan hanya menciptakan sinergi, tetapi memastikan sinergi tersebut produktif secara finansial.

Ujian Komitmen
Salah satu syarat eksplisit dari Komdigi dalam memberikan persetujuan merger ini adalah tidak boleh ada PHK massal. XLSMART telah menyatakan akan menerapkan kebijakan “lift and shift” serta “no loss policy” untuk memastikan seluruh karyawan XL dan Smartfren bergabung tanpa kehilangan haknya.

Ini langkah yang layak diapresiasi. Namun, dalam jangka menengah-panjang, risiko rasionalisasi tenaga kerja tetap terbuka, terutama jika terjadi duplikasi fungsi dan tekanan efisiensi. Pemerintah perlu mengawasi ketat pelaksanaan komitmen ini dan memastikan perusahaan tidak melakukan rasionalisasi secara terselubung.

Lebih dari sekadar kepatuhan hukum, isu ketenagakerjaan pasca-merger adalah bagian dari tanggung jawab sosial perusahaan di tengah disrupsi industri digital yang makin cepat.

Merger XL-Smartfren dan pembentukan XLSMART adalah refleksi dari kebutuhan restrukturisasi industri yang lebih sehat. Indonesia selama bertahun-tahun dihuni oleh terlalu banyak operator dengan margin tipis, infrastruktur tumpang tindih, dan kompetisi yang cenderung membakar harga. Konsolidasi seperti ini adalah hal yang lazim dan bahkan diperlukan dalam tahap kematangan industri.

Namun, konsolidasi tidak boleh menjadi alasan untuk menciptakan dominasi baru, melemahkan kompetisi, atau menurunkan kualitas layanan bagi publik. Dalam konteks ini, pengawasan Komdigi dan lembaga pengatur lainnya menjadi sangat penting.

XLSmart harus menjadikan merger ini pertanda bahwa model bisnis lama berbasis volume pelanggan dan kompetisi harga sudah tidak lagi relevan.

XLSmart perlu membuktikan bahwa mereka tidak hanya besar secara angka, tetapi juga cerdas dalam eksekusi. Pemerintah perlu konsisten mengawal prinsip persaingan sehat, pelindungan pekerja, serta efisiensi spektrum. Pelaku pasar dan investor menanti sinyal bahwa merger ini bukan hanya kosmetik, tetapi benar-benar menciptakan nilai.

GCG BUMN
@IndoTelko

Artikel Terkait
Rekomendasi
Berita Pilihan
More Stories