telkomsel halo

Kuota data hangus bukan pelanggaran

05:00:00 | 30 Jun 2025
Kuota data hangus bukan pelanggaran
JAKARTA (IndoTelko) — Perdebatan soal masa aktif dalam layanan kuota internet kembali mencuat ke ruang publik, memicu perdebatan antara perlindungan konsumen dan mekanisme pasar.

Sebagian pihak menuding model layanan kuota berbatas waktu merugikan masyarakat bahkan keuangan negara. Namun, sejumlah pakar menilai tuduhan tersebut tidak berdasar dan menunjukkan ketidakpahaman terhadap prinsip hukum perdata dan praktik dagang.

Layanan kuota internet berbatas waktu bukanlah hal baru dalam industri telekomunikasi global. Di Indonesia, sistem ini telah lama diterapkan oleh operator sebagai bentuk paket layanan yang disesuaikan dengan kebutuhan pengguna, baik dari sisi volume data maupun jangka waktu penggunaan. Model ini menjadi bagian dari strategi komersial dalam kompetisi pasar digital yang sangat dinamis.

Menanggapi kegaduhan yang terjadi, Dr. Riant Nugroho, M.Si., anggota Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) periode 20122015, menilai bahwa tudingan kerugian akibat masa aktif kuota adalah bentuk kekeliruan dalam memahami mekanisme jual beli dalam hukum perdata.

“Gaduhnya soal kuota internet berbatas waktu ini terjadi karena pihak yang memperkarakannya tidak memahami perjanjian perdata. Pembelian pulsa dan kuota dilakukan dengan mekanisme pasar, di mana sudah ada kesepakatan antara penjual dan pembeli,” ujarnya.

Riant menegaskan bahwa operator telekomunikasi sudah memenuhi kewajiban dengan menyampaikan syarat dan ketentuan secara transparan. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Perlindungan Konsumen No 8 Tahun 1999, yang mewajibkan pelaku usaha memberi informasi jelas mengenai harga, jumlah kuota, dan masa aktif layanan.

“Kalau sudah ada kesepakatan bisnis antar pihak, maka tidak bisa pihak luar menganggap itu sebagai pelanggaran atau bahkan pidana. Operator sudah mencantumkan ketentuan sesuai dengan PM Kominfo No 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi,” jelasnya.

Ia juga membantah anggapan bahwa kuota berbatas waktu adalah bentuk pemaksaan atau penipuan. Dalam transaksi komersial, pengguna memiliki kebebasan untuk memilih jenis kuota yang sesuai dengan kebutuhannya, baik dalam volume maupun masa aktif.

“Seharusnya ketika masyarakat hanya membutuhkan internet sedikit, mereka bisa membeli kuota yang kecil. Penjual tidak memaksa konsumen membeli kuota besar. Yang dibutuhkan adalah edukasi agar masyarakat tahu cara memilih paket yang tepat,” imbuhnya.

Ditambahkannya, perbandingan yang sering muncul dengan produk lain seperti token listrik atau gas LPG, juga tidak relevan. Ia menilai bahwa perbedaan tersebut terletak pada bentuk produk dan cara penggunaannya.

“Token listrik atau gas dijual berdasarkan volume—KWh atau tabung gas—yang penggunaannya ditentukan oleh konsumsi, bukan waktu. Kuota internet berbatas waktu adalah hal lazim secara global dan bukan penyimpangan,” jelasnya.

Ia menambahkan, selama menjabat sebagai anggota BRTI, tidak pernah ada laporan masyarakat yang memperkarakan masa aktif kuota sebagai isu serius yang menyebabkan kegaduhan.

GCG BUMN
“Yang mempermasalahkan kesepakatan yang sudah dibuat antara penjual dan pembeli, secara hukum dagang dan kewajaran, saya nilai tidak tepat,” tegasnya.(wn)

Ikuti terus perkembangan berita ini dalam topik
Artikel Terkait
Rekomendasi
Berita Pilihan
More Stories