telkomsel halo

WFH tak jamin pakai software resmi, bajakan tetap merajalela

06:40:00 | 10 Jun 2022
WFH tak jamin pakai software resmi, bajakan tetap merajalela
JAKARTA (IndoTelko) -- Bekerja dari rumah tidak menghambat penggunaan perangkat lunak ilegal, terutama perangkat lunak kelas atas yang digunakan dalam industri teknik, desain, dan animasi di seluruh kawasan ASEAN.

BSA | The Software Alliance melaporkan bahwa perusahaan-perusahaan di Asia Tenggara terus melanggar Hak atas Kekayaan Intelektual Perangkat Lunak (Hak KIPL). Adapun kasus yang terjadi baru-baru ini menunjukkan bahwa perusahaan menggunakan teknologi untuk memungkinkan pekerja mengakses perangkat lunak ilegal di kantor – begitupun saat bekerja di rumah karena pandemi.

Minggu ini, Petugas Kepolisian Ekonomi dan Kejahatan Siber di Thailand melaporkan telah melakukan penggrebekan pada sebuah studio animasi di Bangkok yang sedang membuat konten hiburan untuk platform streaming global. Penggerebekan tersebut merupakan bentuk tindak lanjut dari laporan seorang karyawan  kepada BSA. Sementara para petugas menjalankan surat perintah penggeledahan terkait dengan pelanggaran terhadap undang-undang hak cipta perangkat lunak, mereka menyaksikan para pekerja dirumah mengakses komputer kantor dari jarak jauh untuk menyelesaikan pekerjaan desain. Para pekerja menggunakan akses jarak jauh dan perangkat lunak  kendali jarak jauh untuk mengakses versi yang diretas dari perangkat lunak ilegal. Perusahaan memiliki 20 komputer di kantor, 15 di antaranya berisi program Autodesk Maya tanpa izin yang  digunakan untuk  efek khusus pada film dan animasi. Nilai total perangkat lunak ilegal tersebut senilai hampir $200,000. 

Menurut BSA, kasus serupa seperti "Ghost Piracy" jarak jauh juga diyakini terjadi di antara para profesional desain, kreatif, animasi, dan teknik di Indonesia, Malaysia, Filipina, dan Vietnam serta negara lainnya. Eksekutif BSA di Asia Tenggara mengatakan bahwa mereka sedang mengatur waktu diskusi dengan pihak pemerintah di kawasan ASEAN untuk mengatasi potensi kasus ‘Ghost Piracy’, seiring dengan kepatuhan umum terhadap hukum kekayaan intelektual perangkat lunak dan kejahatan dunia maya.

"Seiring dengan kerugian yang terjadi pada keamanan siber dan supremasi hukum, kami percaya bahwa perusahaan dapat menemukan cara untuk mengakses perangkat lunak ilegal bahkan selama pekerjaan jarak jauh," kata Senior Director BSA, Tarun Sawney.  "Sebagai organisasi, kami secara aktif bekerja sama dengan pemerintah di kawasan ini untuk memastikan tingkat kepatuhan perangkat lunak yang lebih besar.  Perangkat lunak ilegal tidaklah aman atau stabil – dan tidak boleh digunakan untuk kebutuhan bisnis. Tidak ada kreator yang dapat membuat desain berkualitas dengan menggunakan perangkat lunak ilegal, dan terutama ketika desain ini digunakan untuk membuat jalan, jembatan, jalur kereta api, dan infrastruktur di Asia Tenggara, perusahaan mengambil risiko besar ketika mereka gagal menyediakan perangkat lunak legal kepada kreatornya."

Pada tahun 2020 dan 2021, pelaksanaan program  BSA yang berfokus pada perlindungan hak kekayaan intelektual perangkat lunak mengalami perlambatan karena pandemi. 
 
Namun, BSA melaporkan bahwa pada tahun 2022, organisasi tersebut akan kembali meningkatkan kolaborasi dengan pihak pemerintah di kawasan ASEAN untuk menginformasikan kepada para pemimpin bisnis tentang kewajiban mereka dalam menggunakan perangkat lunak berlisensi – serta menegakkan hukum pada perusahaan-perusahaan yang terus menggunakan perangkat lunak ilegal.  

Para pemimpin bisnis bertanggung jawab secara pidana atas penggunaan perangkat lunak ilegal.

Mr. Sawney mengatakan bahwa perusahaan teknik dan konstruksi termasuk di antara perusahaan yang paling sering dilaporkan untuk penggunaan perangkat lunak ilegal – dan harus menguntungkan lembaga pemerintah yang mendapatkan layanan mereka pada proyek infrastruktur dan pembangunan nasional.

"Pemerintah di Asia Tenggara ingin perusahaan yang membangun infrastruktur nasional menggunakan perangkat lunak yang paling aman, paling produktif dari yang tersedia – dan hal ini mengungkapkan fakta bahwa perangkat lunak ilegal memiliki risiko  yang besar," kata Mr. Sawney.  "Seharusnya tidak ada toleransi bagi perusahaan yang menggunakan perangkat lunak ilegal  dalam pembangunan nasional. Hal ini merupakan bisnis yang substansial dalam memenangkan kontrak yang menguntungkan. Jalan pintas melalui penggunaan perangkat lunak yang diretas tidak boleh diterima atau diizinkan," tambahnya. (sar)

Ikuti terus perkembangan berita ini dalam topik
Artikel Terkait
Rekomendasi
Berita Pilihan
IndoTelko Idul Fitri 2024
More Stories
Data Center Service Provider of the year