telkomsel halo

INA tambah porsi saham di Mitratel

06:22:35 | 22 Dec 2021
INA tambah porsi saham di Mitratel
JAKARTA (IndoTelko) - Lembaga Pengelola Investasi atau Indonesia Investment Authority (INA) menambah porsi sahamnya di PT Dayamitra Telekomunikasi Tbk. (MTEL) atau Mitratel.

Dalam keterbukaan informasi ke Bursa Efek Indonesia, VP Investor Relation Mitratel Rendyansyah Jovian mengungkapkan , INA tercatat melakukan 16 kali transaksi saham MTEL, dengan rentang harga Rp759-Rp793 per saham, untuk pembelian total 308.460.300 saham berkode MTEL itu. Pembelian saham ini dilakukan INA dalam rentang waktu 22 November 2021 hingga 13 Desember 2021.

Tujuan dari transaksi ini adalah untuk investasi jangka panjang. Saat ini kepemilikan INA di anak usaha Telkom itu bertambah menjadi 4,179 miliar saham atau 5%, dari sebelumnya 3,87 miliar saham atau 4,63%.

Adapun, sebanyak 60 miliar atau 71,869% saham MTEL dimiliki oleh PT Telkom Indonesia Tbk (TLKM). Kemudian, sebanyak 4,57 miliar saham atau 5,483% dimiliki oleh GIC Private Limited S/A GOS, dan 18,9 miliar saham atau 22,64% dimiliki masyarakat.

Sebelumnya, sejumlah analis merekomendasikan Mitratel masih mendapatkan rekomendasi “beli”.  

Rekomendasi “beli” tersebut dilandasi pada sejumlah keutamaan yang dimiliki oleh Mitratel, di antaranya, Mitratel merupakan perusahaan menara telekomunikasi terbesar di Indonesia dengan memiliki 28.030 menara per 21 Agustus 2021.

Serangkaian akuisisi menara membawa rasio penyewa menjadi 1,57 kali pada 2021 dan akan naik menjadi 1,72 kali pada 2023.

Selain itu, Mitratel beroperasi dalam industri menara yang terkonsolidasi dengan prospek pertumbuhan seluler yang kuat. Mitratel memberikan dasar yang kuat untuk percepatan pertumbuhan pendapatan multi pada 2021-2023. Mitratel memiliki strategi akses ke bisnis infrastruktur digital yang berkembang pesat di Indonesia.

Saat ini, Mitratel diperkirakan menguasai pangsa pasar sebesar 24% di Tanah Air. Angka tersebut menunjukkan peningkatan dari tahun 2018 yang sekitar 17%.  

Analis pasar modal Mandiri Sekuritas Kresna Hutabarat dan Henry Tedja merekomendasikan “beli” saham dengan target harga Rp970 per saham. Terget tersebut 26% di atas harga penutupan Senin (20/12) sebesar Rp770 per saham.

Analis pasar modal BRI Danareksa Sekuritas Niko Margaronis mengemukakan, Mitratel merupakan pilihan paling menarik untuk operator jaringan seluler (MNO).

Niko merekomendasikan “beli” saham MTEL dengan target harga Rp1.040 per saham. Terget tersebut sebesar 35% di atas harga penutupan Senin (20/12) sebesar Rp770 per saham.

Tim analis Morgan Stanley juga merekomendasikan "beli" saham Mitratel dengan target harga Rp1.000 per saham. Terget tersebut sebesar 29,87% di atas harga penutupan Senin (20/12) sebesar Rp770 per saham

Rekomendasi tersebut, menurut tim analis Morgan Stanley , anatara lain, didukung oleh pertumbuhan organik.

“Kami optimistis Mitratel dapat berkembang secara signifikan lebih cepat dari industri melalui pertumbuhan organik yang dihasilkan dari luar Jawa, di mana operator seluler yang lebih kecil sekarang berkembang dan di mana Mitratel memiliki yang tertinggi pangsa pasar menara, sebesar 41%,” tulis tim riset Morgan Stanley.
 
Analis HSBC Global Research Piyush Choudhary dan Rishabh Dhancholia, merekomendasikan “beli” saham MTEL dengan target harga Rp1.120 per saham.  

Menurut Piyush dan Rishabh, Mitratel terus menjajaki akuisisi menara. Dengan arus kas yang kuat serta pengalaman dalam melakukan akuisisi, membuat Mitratel berada pada posisi yang baik untuk memanfaatkan peluang pertumbuhan anorganik. Kami memperkirakan Mitratel akan mengakuisisi 6.000 menara lagi selama 2022-2023,” kata kedua analis itu.

Menurut data di Pasar Reguler Bursa Efek Indonesia (BEI), Senin (20/12), saham MTEL ditutup pada harga Rp770 per saham, turun jika dibandingkan harga penutupan Jumat (17/12) sebesar Rp785 per saham. Harga tersebut masih turun dari harga saat IPO di level Rp800 per saham.(id)

Artikel Terkait
Rekomendasi
Berita Pilihan
IndoTelko Idul Fitri 2024
More Stories
Data Center Service Provider of the year