telkomsel halo

Kolom Opini

Menakar cuan Telkom dari IPO Mitratel

11:16:00 | 07 Okt 2020
Menakar cuan Telkom dari IPO Mitratel
Rencana Telkom untuk melakukan unlocking value atau melapaskan minoritas kepemilikan atas salah satu anak perusahaannya yaitu PT Dayamitra Telekomunikasi yang dikenal dengan Mitratel, bukan merupakan isu baru.

Rencana ini sebenarnya sudah diminta oleh para pemegang saham pada RUPS tahun 2011 dan 2012 dan kemudian diberitakan di publik tahun 2014.

Mekanisme yang dipilih ketika itu adalah dengan backdoor listing dimana Mitratel akan menjadi bagian dari perusahaan yang sudah menjadi emiten di BEI dengan cara tukar guling atau share swap.

Ketika itu PT Tower Bersama Infrastructure Tbk(TBIG) menjadi kandidat terkuat. Namun rencana itu batal dilaksanakan kendati sudah menunjuk Barclays Capital sebagai konsultannya. Melalui unlocking value atau carve out Mitratel maka publik mendapatkan akses terhadap kinerja anak perusahaan yang potensial sehingga diharapkan nilai Telkom secara keseluruhan akan meningkat.

Alasan kedua adalah untuk membiayai belanja modal Mitratel sambil mempertahankan DER di bawah 4x. Para Pemegang Saham juga berharap ketika Mitratel akhirnya terdaftar ke publik, Mitratel adalah perusahaan nomor satu di industri.

Rencana unlocking Mitratel kembali diungkapkan oleh Wakil Menteri (Wamen) Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Kartika Wirjoatmodjo pada September 2020.

Ada beberapa perseroan pelat merah akan melakukan IPO dan strategic partnership, contoh perusahaannya adalah PT Pertamina (Persero) dan Telkom. Di Telkom, anak perusahaan  yang bergerak di bisnis yaitu di Mitratel akan ada IPO.

Dokumen keterbukaan informasi pada perusahaan tercatat di BEI tanggal 21 September 2020 yang ditanda-tangani oleh AVP Reporting and Compliance PT Telkom mengungkapkan bahwa rencana IPO Mitratel tersebut saat ini masih dalam tahap konsolidasi internal dan kajian secara lebih detail, termasuk aspek waktu, untuk memastikan terciptanya value creation yang paling menguntungkan bagi perusahaan.

PT Dayamitra Telekomunikasi atau Mitratel adalah salah satu anak perusahaan PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk yang bergerak di bidang penyediaan infrastruktur telekomunikasi. Mitratel mulai menapaki bisnis menara telekomunikasi sejak tahun 2008.

Sampai saat ini, Mitratel telah mengelola lebih dari 16.000 menara telekomunikasi yang tersebar di seluruh Indonesia.

Semua operator seluler Indonesia telah menjadi tenant dengan menempatkan perangkat BTS di menara Mitratel.  

Saat ini Mitratel memiliki enam portofolio bisnis, yaitu  Built to Suit, Colocation, Reseller dan beberapa bisnis turunannya meliputi  Project Solution, Managed Services dan Digital Services. Untuk mewujudkan ambisi sebagai merket leader industri Mitratel juga melakukan pengembangan anorganik dengan mangakuisisi Tower Provider lain, tercatat dua aksi korporrasi terbaru yaitu akuisisi tower pada Februari 2019 PT Persada Sokatama senilai Rp1.2 triliun, kemudian bulan Oktober 2019 dari Indosat 2100 tower, 3982 tenants, 1731 site sewa tanah dan 369 site milik senilai Rp4,4 triliun.

Salah satu kelebihan Mitratel dibandingkan Tower Provider lain merupakan bagian dari group market leader Telekomunikasi yaitu Telkom group, sehingga Mitratel memiliki captive market yang besar.

Dengan alokasi kebutuhan Telkomsel saja, Mitratel sudah mendapatkan separuh market demand. Kemudian Mitratel juga bisa menggunakan tower milik Telkomsel untuk dijadikan reseller bagi operator lain. Secara jumlah tower, Mitratel akan mudah menjadi yang terbesar.

Hingga kuartal kedua 2020 Mitratel tercatat memiliki 16 ribu tower terpaut 5 ribu dari market leader,  selisih inilah yang membuat Telkom ingin mengkonsolidasikan 6 ribu Tower milik Telkomsel kepada Mitratel, sehingga bisa menjadi Tower provider terbesar di Indonesia.  

Perbandingan antara jumlah tenan dengan tower (tenancy ratio) Mitratel 1.6 tertingal dari dari tiga kompetitornya di kisaran 1.8 hingga 2. Aset Mitratel pada kuartal kedua 2020 tercatat Rp23,3 triliun dengan asumsi Debt to Equity ratio seperti yang dipersyaratkan oleh lembaga Kreditor yaitu kurang dari 5 (DER 4.4) maka Equity Mitratel berada di kisaran Rp4,3 triliun.

Secara Kinerja Mitratel semester 1 2020 mencatatkan EBITDA Rp1,966 miliar disetahunkan menjadi Rp3,932 miliar dengan EBITDA margin 68% masih di bawah tiga kompetitor terbesarnya yaitu PT Sarana Menara Nusantara Tbk. (TOWR), PT Tower Bersama Infrastructure Tbk. (TBIG) dan PT Solusi Tunas Pratama Tbk. (SUPR) berturut-turut 86.2%, 86.3% dan 83.4%.

Jika kita menggunakan margin tahun 2017 maka Net Income Mitratel tahun 2020 disetahunkan ada di kisaran Rp852 miliar.

Valuasi
Kabar IPO Mitratel membuat banyak orang penasaran berapa valuasi Mitratel?

Beberapa pendekatan yang bisa digunakan yaitu Value Discounted Cashflow (DCF), Relative Valuation dan Liquidation. Penulis mencoba untuk melakukan valuasi menggunakan DCF dan Relative Valuation dengan membandingkan dengan valuasi emiten Tower Provider saat ini di BEI. Menggunakan DCF dengan asumsi WACC 10%, pertumbuhan 7% maka didapatkan nilai valuasi mitratel Rp32,4 triliun.

Metode komparative menggunakan Price to EBITDA dengan benchmark tiga emiten terbesar yaitu TOWR TBIG dan SUPR valuasi Mitratel berada di kisaran 9.8 hingga Rp32,6 triliun, jika menggunakan PBV dengan Book Value Mitratel di kisaran 4.3 trilun maka valuasi Mitratel ada di rentang 5.2 hingga Rp24,5 triliun.

Dengan mempertimbangkan kinerja operasional tenancy ratio dan fincial EBITDA Margin maka penulis memperkirakan valuasi Mitratel ada di rentang 23.4 hingga Rp31,7 triliun, dengan nilai tersebut maka Mitratel sudah dihargai lebih mahal dari induk perusahaannya. Jika Telkom melepas kepemilikan 49% maka akan mendapatkan dana segar sebesar Rp11,5 hingga Rp15,5 triliun.

Peluang pertumbuhan
Industri Tower Provider adalah enabler infrastruktur bagi Opertor Telekomunikasi sehingga pertumbuhan industri ini tentu akan dipengaruhi kebutuhan perusahaan jasa penyedia Telekomunikasi.

Saat ini tren penggunaan broadband terus naik dengan pertumbuhan payload di kisaran 40-60% hal ini akan membutuhkan infrastruktur pendukung yang masif. Namun pertumbuhan traffic data yang impresif tidak serta merta mendatangkan pertumbuhan keuntungan bagi operator Telekomunikasi, mayoritas mereka masih dalam posisi merugi, sehingga adanya adjustment harga sewa infratsrtktur tower kemungkinan masih akan terjadi.

Adopsi teknologi 5G dimasa yang akan datang juga menjadi sentimen positif bagi industri ini, Karakter dari 5G yang membutuhkan pole dengan density yang lebih tinggi dibandingkan teknologi sebelumnya. Dan juga menuntut fiberasisasi di sisi transport sehingga ini bisa menjadi bisnis masa depan Tower Provider.

Apakah anda tertarik mengoleksi saham Mitratel? Kita tunggu kabar selanjutnya.(*)

Ditulis oleh Zaid Muttaqien, Praktisi di salah satu operator seluler 

Artikel Terkait
Rekomendasi
Berita Pilihan
IndoTelko Idul Fitri 2024
More Stories
Data Center Service Provider of the year