telkomsel halo

Penggugat tanggapi alasan mangkirnya Facebook di sidang perdana

09:19:15 | 27 Aug 2018
Penggugat tanggapi alasan mangkirnya Facebook di sidang perdana
Direktur Lembaga Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat Informasi Indonesia (LPPMII) Kamilov Sagala (bertopi) dan Direktur Indonesia ICT Institute (IDICTI) Heru Sutadi (batik) bersama tim pengacara kala sidang perdana menggugat Facebook di Indonesia.(ist)
JAKARTA (IndoTelko) – Masyarakat informasi Indonesia yang tergabung dalam kaukus Lembaga Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat Informasi Indonesia (LPPMII) dan Indonesia ICT Institute (IDICTI) menanggapi alasan mangkirnya Facebook dalam sidang perdana terkait gugatan penyalahgunaan data asal Indonesia dalam skandal Cambridge Analytica.

Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 21 Agustus 2018 lalu menggelar sidang perdana gugatan dari kaukus masyarakat informasi dengan tergugat 1adalah Facebook Global, Facebook Indonesia sebagai Tergugat 2, dan Cambridge Analytica sebagai Tergugat 3.

Facebook Indonesia sebagai Tergugat 2, mangkir sidang karena beralasan ada kesalahan nama. Jejaring sosial ini maunya disebut atau ditulis sebagai PT Facebook Consulting Indonesia sesuai nama yang terdaftar di Dirjen AHU Kemenkumham.

"Kami sudah sampaikan tanggapan terkait alasan mangkirnya Facebook Indonesia  di surat panggilan sidang  yang dibaca majelis hakim di persidangan bahwa "tidak ada Facebook Indonesia, yang ada Facebook Consulting Indonesia" ujar Kuasa hukum penggugat Rhama R.V. dari kantor hukum EQUAL & CO pada Senin (27/8).

Para kuasa hukum penggugat Facebook Indonesia menyakini bahwa gugatan kepada tergugat 2 yaitu Facebook Indonesia sudah tepat dan banyak buktinya tersebar di publik yang tidak dapat terbantahkan. (Baca: Menggugat Facebook)

"Masyarakat Informasi  Indonesia tahunya skandal kebocoran  data pribadi pengguna Facebook dalam skandal Cambridge Analityca sudah terjadi sejak tahun 2014, dan diketahui sejatinya Facebook sudah  berkantor di gedung Capital Place Lantai 49  Indonesia sejak tahun 2014,  sedangkan PT Facebook Consulting Indonesia resmi berkantor di  Indonesia bulan Agustus 2017. Jadi menyesatkan kalau kami menggugat PT Facebook Consulting Indonesia seperti yang diinginkan pihak Facebook" ucap kuasa hukum penggugat lainnya, Rafli H.

Lebih lanjut ditegaskan dalam  tanggapan resminya agar Pengadilan Negeri Jakarta Selatan tetap memanggil Facebook Indonesia dalam surat panggilan sidangnya.

"Silahkan Facebook protes lagi, dan sebaiknya berkaca dulu sebelum protes lagi. Nanti publik bisa menilai apakah selama ini tulisan Facebook Indonesia termasuk tulisan jabatan pejabat Facebook indonesia yang beredar di media-media elektronik dan cetak merupakan  kebohongan publik atau hoaks? Jika sekarang facebook mengklaim minta dipanggil Facebook Consulting Indonesia maka jangan hanya protes saat dipanggil sidang dong,” tukas  Ketua Indonesia ICT Institute Heru Sutadi.

Dalam gugatannya, kedua lembaga ini menuntut kerugian materiil berupa biaya data internet untuk mengakses Facebook sebesar Rp 20 ribu untuk setiap pengguna Facebook atau total untuk satu juta pengguna Facebook sebesar Rp 20 miliar yang data-data pribadinya telah disalahgunakan dan/atau dibocorkan.

Sedangkan kerugian imateriil berupa beban mental dan tekanan psikologis  yang telah membuat keresahan, kekhawatiran, ketidak nyamanan, dan menimbulkan rasa tidak aman terhadap para pengguna Facebook di Indonesia, dengan nilai sebesar Rp 10 juta untuk setiap pengguna facebook atau total untuk satu juta pengguna Facebook sebesar Rp 10 triliun yang data-data pribadinya telah disalahgunakan dan/atau dibocorkan.

Salah satu "modal" dari penggugat melayangkan gugatan tak bisa dilepaskan dari paparan Kepala Kebijakan Publik Facebook Indonesia Ruben Hatari dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi I DPR RI beberapa waktu lalu yang menjelaskan posisi Facebook dengan kasus Cambridge Analytica.

Dalam paparannya dinyatakan dimulai pada tahun 2013, sebuah aplikasi “thisisyourdigitallife” dikembangkan oleh seorang peneliti bernama Aleksandr Kogan.  

Facebook mengungkapkan ada 784 orang di Indonesia memasang aplikasi ini, atau 0,2% dari seluruh pengguna. Total ada 1.096.666 orang di Indonesia atau sekitar 1,26% dari total jumlah orang yang terkena dampak secara global.

Kogan pada saat itu adalah seorang akademisi di Cambridge University saat mengembangkan aplikasi. Setelah mendapatkan data pengguna Facebook, data tersebut kemudian diberikan ke Cambridge Analytica.

Dalam perkembangannya,  Facebook ketika berhadapan dengan hukum di beberapa negara lain mengklaim bahwa Alexander Kogan yang salah karena telah menjual data pribadi pengguna ke pihak cambridge analityca,  kemudian  cambridge analityca juga di klaimsalah karena menyalahgunakan data pribadi pengguna untuk kepentingan kampanye.

Terakhir, Facebook di Amerika Serikat mengklaim  pengguna dianggap tidak berhak menuntutnya karena kebocoran data pribadi  sudah dapat ijin dari 87 juta pemilik akun sendir seperti dilansir di media-media nasional maupun international.

"Sikap tersebut ibarat "serigala berbulu domba" atau bak bumi dan langit ketika tidak berhadapan dengan hukum, dimana Facebook mengumumkan dan mengakui kebocoran 87 juta orang penggunanya dan meminta maaf,” sesal Ketua LPPMII Kamilov Sagala.

Asal tahu saja, terkait lini bisnis yang dijalani Facebook pernah dipermasalahkan Kementrian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) agar mematuhi Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) sektor digital.

Kominfo kala itu memnita Facebook melakukan penyesuaian atas KBLI yang selama ini dijadikan dasar beroperasinya Facebook di Indonesia.  

Untuk menyediakan layanan di Indonesia, Facebook mengantongi izin prinsip yang dikategorikan sebagai manajemen konsultan (consulting management), sedangkan dalam praktiknya, aktifitas Facebook merupakan klasifikasi usaha platform digital berbasis komersial.

Sesuai dengan Peraturan Kepala Badan Pusat Statistik Nomor 19 Tahun 2017 tentang Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia, Penyelenggara Platform Digital merupakan hasil penyesuaian terhadap item-item yang terdapat dalam KBLI 47919, di mana e-retail tetap menjadi kewenangan Kementerian Perdagangan. (Baca: KBLI Facebook di Indonesia)

Sedangkan penyelenggaraan platform digital dalam bentuk marketplace berbasis platform, daily deals, price grabber, atau iklan baris online menjadi kewenangan Kementerian Kominfo dalam KBLI 63122 : Portal Web dan atau Platform Digital Berbasis/Berorientasi komersial.(id)

Ikuti terus perkembangan berita ini dalam topik
Artikel Terkait
Rekomendasi
Berita Pilihan
IndoTelko Idul Fitri 2024
More Stories
Data Center Service Provider of the year