Pertama, keamanan siber harus ditampilkan dalam kurikulum pendidikan bagi siswa – digital natives – sehingga mereka dapat mempraktikkan kewaspadaan sejak usia muda. Amanat ini harus ditetapkan dengan undang-undang, baik melalui RUU PDP maupun UU Sistem Pendidikan Nasional..
Kedua, masyarakat umum juga harus diberikan pengetahuan dasar mengenai ancaman siber dan cara memitigasinya. Hal ini dapat dilakukan melalui pelibatan masyarakat, acara-acara di tingkat kecamatan atau provinsi, dan saat reses bagi anggota legislatif.
Ketiga, pembuat kebijakan yang memiliki kewenangan untuk mengesahkan undang-undang dan peraturan serta mengalokasikan anggaran negara harus menyadari dampak serangan siber dan perlu bertindak lebih cepat, sehingga kita bisa selangkah lebih dekat dalam membuat regulasi yang pro keamanan siber menjadi kenyataan.
Terakhir, dengan peraturan keamanan siber yang komprehensif dan jelas, sektor swasta kemudian dapat didorong untuk meningkatkan standar keamanan siber dasar mereka di ruang lingkup bisnis masing-masing.
3. Membangun kapasitas keamanan siber dan kemampuan respons insiden Meskipun kita dapat mengambil setiap tindakan pencegahan, namun kita juga harus siap menghadapi serangan siber yang tak terhindarkan. Respons adalah kuncinya, dan ini melibatkan peningkatan kapasitas dan kapabilitas responden pertama dan tim spesialis. Kami mendukung upaya pemerintah untuk membentuk Computer Security Incident Response Teams (CSIRTs) di berbagai instansi pemerintah. Kami menghargai langkah BSSN untuk memastikan bahwa para ahli di pemerintahan menjalani pelatihan keamanan siber, dan akan mendorong perusahaan digital, yang memiliki bandwidth dan sumber daya, harus melakukan hal yang sama, karena mereka cenderung menjadi pemelihara data pelanggan yang berharga dan pemilik kekayaan intelektual yang berharga, sehingga menjadi rentan terhadap serangan siber yang berbahaya. 4.Berkolaborasi di semua level


