JAKARTA (IndoTelko) - Kementrian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menyatakan sumbangan Universal Service Obligation (USO) tak mungkin ditambah besarannya karena sudah terlalu tinggi.
USO merupakan bentuk kewajiban pemerintah untuk memberikan layanan publik khususnya layanan telekomunikasi dan informasi.
Pelaku usaha di sektor telekomunikasi biasanya memberikan kontribusi kepada pemerintah untuk menyelenggarakan USO, sumbangan ini lebih dikenal dengan dana USO.
Sumbangan yang diberikan biasanya sebesar 1,25% dari pendapatan pelaku usaha. Dana ini disetor oleh operator per kuartal ke negara.
Pelaksana dari dana USO adalah Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI). Rerata dana USO yang terkumpul sekitar Rp2,5 triliun hingga Rp 3 triliun setiap tahunnya dari pelaku telekomunikasi.
"Ternyata di Indonesia sudah cukup tinggi (sumbangan USO), satu seperempat persen dari revenue atau penerimaan operaror seluler. Sama seperti di Nigeria, tak mungkin lagi ini dinaikkan atau ditingkatkan. Jadi, para Gubernur, Bupati, Walikota, Camat, Kepala Desa, mari kita berdoa bersama-sama mudah-mudahan semuanya lancar sehingga tahun 2023 dan tidak ada lagi alasannya pelayanan di ruang digital kita terkendala. Karena, infrastrukturnya sudah dibangun,” ungkap Menkominfo Johnny G. Plate, dalam sebuah webinar, kemarin.
Diungkapkannya, pihaknya telah meminta face out kepada operator seluler untuk menyelesaikan pembangunan akses internet di 9.113 desa dan kelurahan serta wilayah noncommercial area.
“Baru sebanyak 3.435 desa dan kelurahan yang yang tersediv akses internet. Karena itu menjadi wilayah tugasnya operator seluler dan dalam pembicaraan saya dengan mereka, mudah-mudahan dengan komitmen yang sama menyelesaikan pembangunan BTS. Ini yang paling disukai oleh Bupati, Walikota Gubernur, Kepala Desa, termasuk kementerian dan lembaga,” ungkapnya.
Johnny menambahkan, untuk pembiayaan pembangunan infrastruktur telekomunikasi, Pemerintah membangun dari tiga sumber pembiayaan yang saat ini dibicarakan dengan parlemen di DPR RI, Badan Anggaran, dan komisi-komisi terkait, yakni melalui Universal Service Obligation (USO), PNBP dan rupiah murni. Sementara operator seluler melalui capital expenditure dan operational expenditure perusahaannya masing-masing.
Infrastruktur
Johnny menyatakan saat ini sudah dibangun jaringan backbone serat optik nasional sepanjang 348.442 kilometer yang terbentang di daratan dan lautan Nusantara.
12.548 kilometer diantaranya merupakan jaringan Palapa Ring yang dibangun BAKTI dan 336.294 kilometer dibangun oleh operator telekomunikasi di Indonesia.
Mengenai jaringan middle-mile, menurut Menteri Johnny menyatakan pemerintah terus meningkatkan pembangunan infrastruktur melalui pembangunan jaringan fiber-link, microwave-link, dan satelit.
“Ada 9 satelit yang terdiri dari 5 satelit nasional dan 4 satelit asing untuk mendukung kebutuhan kita. Kita masih membutuhkan sangat banyak kapasitas satelit. 9 satelit yang ada hanya setara dengan 50 Gbps dan mudah-mudahan melalui kerja keras kita bersama tahun 2023 akhir, kita bisa menempatkan satu satelit multifungsi terbesar di Asia. 150 Gb di orbit nanti yang akan melayani 150.000 dari seluruhnya 500.000 titik layanan publik di seluruh Indonesia yang belum terlayani akses internet,” paparnya.
Adapun di jaringan last-mile, saat ini Indonesia memiliki 479.125 BTS yang dibangun Kementerian Kominfo bersama operator seluler untuk mendukung jaringan mobile broadband.
Hingga saat ini dari 83.218 desa dan kelurahan di seluruh Indonesia, Pemerintah dan operator seluler telah membangun 70.600 desa dan kelurahan yang sudah tersedia sinyal 4G dan masih belum tersedia sinyal 4G di 12.548 desa dan kelurahan.
“Atas arahan Presiden Jokowi, Kementerian Kominfo dan operator seluler ditugaskan untuk menyelesaikan ini selambat-lambatnya Tahun 2022 akhir, seluruh kelurahan dan desa di Indonesia harus mampu terlayani dengan sinyal 4G. Namun demikian, deployment membutuhkan ekstra effort yang luar biasa baik dari segi teknis maupun komitmen pembiayaannya,” jelas Menteri Johnny.(wn)