telkomsel halo

Komisi I bongkar `biang kerok` konflik di TVRI

09:06:27 | 29 Jan 2020
Komisi I bongkar
JAKARTA (IndoTelko)- Komisi I DPR sudah menemukan akar masalah dari dari konflik di Lembaga Penyiaran Publik (LPP) TVRI yang berujung kepada pemecatan dari Direktur Utama Helmy Yahya oleh Dewas-nya.

Anggota Komisi I DPR RI Taufiq R. Abdullah menyatakan bahwa akar permasalahan dari perseteruan adalah permasalahan regulasi yang luar biasa dan menyangkut masalah kewenangan-kewenangan. Menurutnya secara terminologis penamaan serta tupoksi Dewas perlu dilakukan revisi dalam Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2005.

Hal tersebut ia sampaikan ketika Komisi I DPR RI melangsungkan Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Direktur Utama TVRI Non Aktif Helmy Yahya dalam rangka mendengarkan pokok permasalahan di tubuh TVI, di Gedung Nusantara II, Senayan, Jakarta, Selasa (28/1/).

Menurut Taufiq, subjek penamaan Dewas memang terkesan aneh apabila memiliki fungsi seperti yang tercantum dalam PP tersebut.

“Paling tidak secara terminologis saja menurut saya perlu direvisi ya. Kemudian hal lain dalam implementasi memang sanagat berlebihan saya kira. Saya sebutkan dari 4 alasan seseorang bisa diberhentikan dari posisi Dirut itu setelah diungkap oleh Dewas dari penjelasan-penjelasannya memang tidak ada yang masuk dalam kriteria dari 4 ayat itu,” jelasnya.

Dikatakannya, permasalahan seperti ini akan menjadi masukan bagi Komisi I DPR RI dalam rangka melakukan revisi terhadap Undang-Undang (UU) Penyiaran. Menurutnya permasalahan ini telah menjadi beban bagi Anggota Dewan untuk melakukan perubahan.

“Jadi ini barangkali masukan bagi kita untuk penyusunan UU Penyiaran ke depan. Jadi kasus ini sangat berharga menjadi pelajaran untuk kita karena ini kan bukan kasus pertama kali, kasus pecat memecat ini. Jadi ini di balik itu ada problem regulasi. Ini saya akui tinggal lihat sikap kami saja nanti seperti apa,” ujarnya.
 
Taufiq berharap kedua belah pihak berseteru mendapat jalan keluar terbaik atas adanya kasus ini. Entah melalui bentuk diskusi atau upaya mediasi lainnya. Menurutnya yang terpenting adalah bagaimana TVRI tetap berjalan baik menjalankan amanah konstitusi terhadap negara sebagai media pemersatu bangsa.

“Saya kira ini akan kami diskusikan dulu ke depan. Menurut saya yang paling bagus adalah bagaimana bukan pecat memecat yang terjadi, kita harus berpikir bagaimana TVRI bisa berjalan dengan baik. Kalau bisa adalah perbaikan apa yang sedang terjadi ini, sehingga bisa saja Dewas dipertahankan juga Dirut dipertahankan, itu lebih bagus lagi buat saya,” tukasnya.

Sementara Anggota Komisi I DPR RI Sugiono memberikan apresiasi atas klarifikasi yang disampaikan eks Direktur Utama LPP TVRI Non Aktif Helmy Yahya yang diberhentikan secara terhormat oleh Dewan Pengawas TVRI.

Menurutnya, apa yang dilakukan eks Dirut TVRI selama masa kepemimpinannya semata-mata untuk memajukan TVRI sebagai penyiaran publik yang mampu bersaing dengan stasiun televisi lain.

“Atas kesempatan ini, saya sampaikan apresiasi atas yang bapak sudah lakukan untuk membesarkan TVRI,” kata Sugiono.  

Ia menuturkan, inovasi-inovasi yang dilakukan Helmy Yahya selama 2 tahun memimpin TVRI merupakan suatu langkah yang harus dilakukan demi menarik khalayak.

Diungkapkannya, selama ini memang ada penurunan minat dan kebutuhan masyarakat terhadap media pelat merah tersebut. Karena itu, visi misi TVRI sebagai LPP yang berkelas global sekaligus media pemersatu bangsa, harus diiringi dengan inovasi dan kreatifitas yang sifatnya luar biasa.

“Sebab persaingan TVRI dengan TV swasta kan luar biasa ketat, kemudian publik juga sangat selektif dalam memilih apa yang mereka saksikan. Saya kira apa yang disampaikan Pak Helmy, menunjukkan bahwa beliau benar-benar ingin membawa TVRI ini sebagai suatu lembaga penyiaran publik yang berkelas," sambungnya.  

Dalam klarifikasinya, Helmy membantah pernyataan  Dewan Pengawas TVRI bahwa stasion televisi yang ia pimpin dipenuhi program asing. “Tidak benar TVRI dikuaasi program asing. Program asing tidak lebih dari 10%,” kata Helmy.

Helmy  menjelaskan perihal penyiaran Liga Inggris yang turut dipersoalkan Dewan Pengawas TVRI.  Dia mengingatkan bahwa empat teratas hiburan yang sangat digemari masyarakat di Indonesia adalah sepakbola, bulutangkis, drama dan dangdut.

Menurut Helmy, dengan harga murah dan menarik banyak penonton, Liga Inggris sukses menjadi killer content bagi TVRI. “Hiburan murah yang sangat digemari di Indonesia itu badminton dan sepakbola. Dan kami mendapat kepercayaan harga sangat murah. Kami cuma bayar US$2 juta,” ujarnya.

Ia melanjutkan, jika dihitung harga per tayangan dengan kurs rupiah, maka Liga Inggris hanya sebesar Rp 130 juta. “Itu kami hitung per jam hanya Rp 130 juta. Hanya karena Liga Inggris, publik nonton TVRI. Jangan lupa bola itu hal yang sangat menghibur Indonesia,” tuturnya.

Ia juga menuturkan  alasan mengapa lebih memilih menyiarkan Liga Inggris ketimbang Liga Indonesia di TVRI. Alasannya adalah harga yang ditawarkan untuk menyiarkan Liga Indonesia relatif lebih mahal. “Kenapa tidak tayangkan Liga Indonesia? Liga Indonesia harganya 4-5 kali lipat dari Liga Inggris,” ucapnya.(wn)

Artikel Terkait
Rekomendasi
Berita Pilihan
IndoTelko Idul Fitri 2024
More Stories
Data Center Service Provider of the year