telkomsel halo

Strategi Korporasi

Monetisasi Mitratel, Siapa Diuntungkan?

12:45:04 | 13 Okt 2014
Monetisasi Mitratel, Siapa Diuntungkan?
Ilustrasi (dok)
JAKARTA (IndoTelko) – PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (Telkom) akhirnya mengumumkan aksi korporasinya untuk monetisasi anak usahanya yang bergerak di bisnis menara, PT Dayamitra Telekomunikasi (Mitratel).

Operator pelat merah ini memilih strategi swap share atau tukar guling saham dengan PT Tower Bersama Infrastructure Tbk (TBIG) agar valuasi dari Mitratel menjadi meningkat di masa depan.

Telkom dan  Tower Bersama rencananya akan menukar 100% sahamnya di Mitratel dengan 13,7% saham dari Tower Bersama yang berasal dari penerbitan saham baru.

Kesepakatan ini akan dilaksanakan dalam dua tahap. Pada tahap pertama, Telkom akan menukarkan 49%  kepemilikannya di Mitratel dengan 290 juta lembar saham baru dari TBIG. Tahap kedua, Telkom memiliki opsi untuk menukarkan 51% sisa kepemilikan Telkom di Mitratel dalam jangka waktu dua tahun dengan tambahan 472,5 juta saham baru TBIG.

Selain kepemilikan saham di TBIG, Telkom akan menerima tambahan pembayaran kas sampai maksimum sebesar Rp1,74 triliun, apabila Mitratel dapat mencapai persyaratan tertentu yang telah disetujui. Pada transaksi ini Mitratel dihargai Rp11,1 triliun, termasuk utang bersihnya sebesar Rp 2,7 triliun dan ekuitas Rp 8,4 triliun.

Menguntungkan
Analis dari Nomura Sekuritas Sachin Gupta dalam kajiannya menilai aksi korporasi ini menguntungkan kedua belah pihak.

Bagi Telkom akhirnya operator ini bisa memonetisasi asetnya dan memiliki kepemilikan di salah satu penyedia menara terbesar di negeri ini. Selain itu utang yang ditanggung Telkom menjadi berkurang.

“Aksi back door listing ini menguntungkan Telkom karena berbagai tujuan untuk monetisasi aset tercapai. Bahkan Telkom masih bisa menikmati pertumbuhan dari bisnis menara di masa depan dengan memiliki saham di Tower Bersama. Telkom tak butuh dana segar karena sudah posisi positif arus kasnya. Bahkan ada utang berkurang sekitar US$ 225 juta,” katanya di kajian itu.

Sementara untuk Tower Bersama akan mendapatkan tambahan sekitar 3.900 menara dari Mitratel selain ada potensi meningkatkan tenency ratio mengingat aset dari milik Mitratel masih rendah tingkat sewanya.

Di kajian Nomura, nilai korporasi Mitratel diperkirakan US$ 729 juta dimana per menara yang dimilikinya disewa dikisaran Rp 16 juta- Rp 17 juta per bulan. Hal ini berarti nilai per menara sekitar US$ 182 ribu. Pendapatan dari sewa menara sendiri di Mitratel diperkirakan Rp 825 miliar dan reseller Rp 675 miliar.

Diperkirakan pada 2013 EBITDA marjin yang dimiliki Mitratel 43% dengan pendapatan  Rp 2,5 triliun dan EBITDA Rp 1 triliun. Hal ini berarti EBITDA margin dari Mitratel masih rendah  dibandingkan kompetitornya. Penyewa terbesar adalah Telkomsel dengan kontribusi 68%, Telkom (12%), dan 20% dari operator lainnya.

Dalam catatan, bergabungnya Mitratel ke Tower Bersama menjadikan perusahaan ini sebagai raja menara di Indonesia dengan 14 ribu menara. Belum lagi jika dilihat dari profil penyewa yang dominan operator Tier-1.

Di semester I 2014, pasokan pendapatan Tower Bersama berasal dari penyewaan menara yang dilakukan Telkomsel sebesar Rp 534,9 miliar  atau berkontribusi sekitar 33,78% dari total omset.

Disusul Indosat sebesar Rp 364,8 miliar atau berkontribusi 23,02% dari total omzet. Terakhir,  XL Axiata sebesar Rp 215,9 miliar  atau berkontribusi sekitar 13,6% dari total omzet. Valuasi dari Tower Bersama diperkirakan sudah menembus Rp 30 triliun sebelum bergabungnya Mitratel.

Rekomendasi Buy
Analis Deutsche Bank Verdhana Indonesia Raymond Kosasih dalam kajiannya menyatakan, dengan potensi pembayaran kas, kesepakatan akan dihargai pada EV/EBITDA 0,7-12,5x (dengan EBITDA sekitar Rp850-900 miliar pada tahun 2013 dan diasumsikan EBITDA Mitratel mencapai Rp1,1 triliun)."Kami merekomendasikan buy untuk  saham Telkom dan Tower Bersama,"  katanya.

Kepala Riset Bahana Securities Harry Su menilai, pengaruh transaksi tersebut baru terasa jika Telkom menguasai saham Tower Bersama hingga 13,7%.Dalam rekomendasinya, saham Telkom layak beli di harga Rp 3.350 per saham.

Sedangkan Praktisi bisnis  di sektor  menara Peter Simanjuntak menilai, aksi Telkom memonetisasi Mitratel tak bisa dilepaskan dari konsolidasi di pasar, dimana operator berkurang sehingga penyedia menara harus bergabung demi memperkuat diri terhadap tekanan pasar. "Ini juga sebagai bagian dari startegi memperluas pangsa pasar," jelasnya.

GCG BUMN
Ditambahkannya, swap share adalah aksi korporasi strategis yang dilakukan Mitratel untuk masuk ke pasar terbuka. ”Secara tidak langsung masuk bursa saham dan menjadi lebih mudah akses pendanaan,” katanya.(id)

Artikel Terkait
Rekomendasi
Berita Pilihan
More Stories