telkomsel halo

Gencar Bangun Jaringan, Operator Pertanyakan Peran OTT

09:05:46 | 28 Mar 2014
Gencar Bangun Jaringan, Operator Pertanyakan Peran OTT
Ilustrasi (Dok)
JAKARTA (IndoTelko) – Benci tapi rindu. Inilah ungkapan yang tepat menggambarkan hubungan antara operator telekomunikasi dengan pemain Over The Top (OTT).

OTT adalah pemain yang identik sebagai pengisi pipa data milik operator.Para pemain OTT ini dianggap sebagai bahaya laten bagi para operator karena tidak mengeluarkan investasi besar, tetapi mengeruk keuntungan di atas jaringan milik operator. Golongan pelaku usaha yang masuk OTT diantaranya Facebook, Twitter, dan Google.

“Hal yang harus diperhatikan adalah sekarang operator gencar membangun jaringan. Pertanyaannya, siapa yang diuntungkan? Pelanggan atau para OTT?. Kalau operator itu jelas, investasi kembalinya lama,” ungkap Direktur Network & Solution Telkom Rizkan Chandra  usai menjadi pembicara pada diskusi IndoTelko Forum, beberapa waktu lalu.

Menurutnya, sudah saatnya di Indonesia ada aturan yang jelas tentang peran OTT. “Ada banyak isu terkait OTT ini yang tak bisa hanya diselesaikan secara business to business. Pemerintah harus masuk memfasilitasi,” ungkapnya.

Anggota Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) Nonot Harsono mengakui harus ada aturan soal OTT agar operator tak hanya menjadi penyedia jaringan. 

“Tidak bisa berlindung di balik Net Neutrality. Pada 14 Maret lalu dengan alasan Net Neutrality, Federal Communications Commission Amerika Serikat meminta tak ada pembatasan bagi OTT. Nah, sekarang apakah kita mau seperti itu atau ada aturan untuk OTT? Bagi saya, kedaulatan mengelola jaringan itu harus ada,” tegasnya.

Net Neutrality adalah gerakan untuk mencegah penyedia jasa internet memblokir atau memperlambat akses ke konten di internet. Tanpa ada net neutrality, operator bisa menerapkan pola pembayaran berbeda-beda untuk mengakses konten. 

Sebelumnya, pemerintah pada akhir Desember 2013 menyatakan ingin mengeluarkan aturan terkait OTT karena selama ini setiap operator dalam hitungan kasarnya tiap tahun menyetor Rp 2,5 triliun ke OTT asing. Namun, hingga sekarang aturan itu tak kunjung keluar.

Aturan lain yang diharapkan operator dalam menjerat OTT adalah terkait penempatan data center di Indonesia agar trafik dan bandwidth keluar negeri tidak boros. Aturan ini pun berjalan lamban pembahasannya.

OTT sendiri dalam memonetisasi layanannya biasanya mengadopsi pola freemium atau in app purchase. 

Para pemain aplikasi ini pun menyadari posisinya yang dalam keadaan terdesak oleh operator dan memilih untuk bekerjasama dengan menawarkan berbagai model kerjasama.(id)

Artikel Terkait
Rekomendasi
Berita Pilihan
IndoTelko Idul Fitri 2024
More Stories
Data Center Service Provider of the year