telkomsel halo

Manufaktur Perangkat Telco di Indonesia Masih Sulit Menggeliat

07:21:00 | 22 Mar 2014
Manufaktur Perangkat Telco di Indonesia Masih Sulit Menggeliat
Ilustrasi (Dok)
JAKARTA (IndoTelko) - Indonesia boleh saja memiliki potensi pasar yang besar untuk penjualan perangkat telekomunikasi. Tetapi, modal tersebut ternyata belum ampuh membawa investor asing membangun pabrik perangkat di negeri ini.

"Tahun lalu kami mengimpor  sekitar 1,8 juta unit smartphone dan dongle. Tahun ini ada sekitar 4,8 juta unit untuk kedua perangkat itu yang akan diimpor. Kita sudah bicara dengan beberapa manufaktur terkait skala ekonomi yang ada itu,kenyataanya belum  ada sejauh ini yang tertarik menggarap," ungkap Presiden Direktur Smartfren Merza Fachys kala menghadiri diskusi IndoTelko Forum dengan tema Berbagi Infrastruktur Kurangi Defisit Neraca Perdagangan, belum lama ini.

Dijelaskannya, Smartfren yang menjalankan teknologi Code Division Multiple Access (CDMA) terpaksa mendatangkan perangkat untuk konsumen karena di pasar lebih banyak tersedia alat yang bisa digunakan untuk suara dan SMS.

"Sedangkan tren sekarang itu data. Kami  terpaksa bicara dengan manufaktur di China dan bicara  skala ekonomi. Akhirnya kita bisa dapatkan harga perangkat lumayan terjangkau. Masalahnya, dari tahun ke tahun impor smartphone dari Smartfren naik terus, nilainya lumayan menguras kantong, inilah pertimbangan perlunya digandeng manufaktur lokal,  minimal kita bisa berhemat 5%-10% jika merakitnya di dalam negeri," jelasnya.

Menurutnya, belajar dari pengalaman yang dialami Smartfren sudah saatnya semua pemangku kepentingan untuk duduk bersama guna menentukan arah dari manufaktur lokal agar Indonesia tidak terus menjadi pasar bagi penjualan perangkat. "Hal  yang pasti, skala ekonomi saja  ternyata tak cukup,"katanya.

Wakil Ketua Umum Bidang IT, Telekomunikasi, Penyiaran, dan Ristek Kadin Indonesia Didi Suwondo mengakui sudah saatnya dilakukan penyehatan di sektor manufaktur perangkat telekomunikasi agar lebih mandiri."Bisa menyediakan lahan ribuan hektar belum  jaminan investor asing itu datang. Harus ada sejumlah insentif. Jika tidak, Indonesia tak akan mandiri sektor manufakturnya," katanya.

Komponen
Marketing Director Advan, mengungkapkan jika baru tingkat assembly kandungan lokal pembuatan perangkat seperti tablet baru sekitar 10%. "Sisanya masih impor karena ada 6 ribu komponen lebih dalam satu device. Kalau di Indonesia sudah ada yang bisa menyediakan komponen bagus, tentu bisa memenuhi Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) hingga 40%," katanya.

Seperti diketahui, Advan salah satu merek lokal yang tengah merintis pembangunan pabrik smartphone dan tablet di Indonesia.

Perseroan menyiapkan investasi senilai Rp 1 triliun saat awal-awal bangun pabrik. Seiring berjalannya waktu, investasi ini terus ditambah. Di tahun 2014 ini saja rencananya akan digelontorkan Rp 100 miliar untuk pengembangan pabrik dan beli mesin untuk lini produksi ponsel.

Sementara untuk alih teknologinya, Advan mendatangkan tenaga ahli dari Shenzhen, China, agar bisa memproduksi sendiri lini produk tablet dan ponselnya. Biayanya diestimasi Rp 500 miliar untuk tahun ini saja.

Langkah mandiri ini juga diharap bisa menekan biaya produksi secara keseluruhan yang diproyeksi bisa turun sekitar 15% hingga 20%. Selain itu, dari sisi pengadaan juga jadi lebih cepat dibandingkan waktu yang dihabiskan untuk impor barang sekitar 6-8 minggu.

Advan juga mengalokasikan dana Rp 25 miliar per bulan atau Rp 300 miliar dalam setahun hanya untuk membesarkan brand saja. Semua ini demi menguasai sebagian dari pasar tablet tanah air.(ak)

Artikel Terkait
Rekomendasi
Berita Pilihan
IndoTelko Idul Fitri 2024
More Stories
Data Center Service Provider of the year