telkomsel halo

DBS Foundation, Nafas Indonesia, dan FKM UI luncurkan white paper dampak polusi udara

05:57:00 | 15 Jul 2025
DBS Foundation, Nafas Indonesia, dan FKM UI luncurkan white paper dampak polusi udara
JAKARTA (IndoTelko) - Nafas Indonesia bekerja sama dengan DBS Foundation dan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI) dalam meluncurkan white paper inovatif berjudul "Napas Terputus di Tengah Polusi: Dampak PM2.5 terhadap Pneumonia pada Balita di Jakarta”, pada Kamis (10/7/2025). Studi ini mengungkap temuan yang mengkhawatirkan mengenai hubungan antara polusi udara partikulat halus (PM2.5) dengan meningkatnya kasus pneumonia pada balita di Jakarta. Studi ini dilakukan pada 2023 terhadap ~275,000 balita di sekitar 10 kecamatan di Jakarta.

Pneumonia dikenal sebagai "silent killer", yang bertanggung jawab atas 14 persen dari seluruh kematian anak di dunia, dan merenggut lebih dari 800.000 nyawa anak di bawah lima tahun setiap tahunnya.

Sebagaimana diketahui, di Jakarta, rata-rata tahunan PM2.5 mencapai 3540 μg/m3hingga tujuh kali lipat di atas ambang aman tahunan yang direkomendasikan oleh World Health Organization (WHO), yaitu 5 μg/m3. Penelitian ini mempertegas bahwa tingginya kadar PM2.5 sangat terkait erat dengan meningkatnya prevalensi kasus pneumonia, sehingga menempatkan ribuan anak-anak di Jakarta pada risiko kesehatan yang serius.

Berikut beberapa temuan utama white paper ini :

    Setiap kenaikan 10 μg/m3 PM2.5 berhubungan dengan peningkatan prevalensi pneumonia hingga dua kali lipat pada balita di beberapa kecamatan di Jakarta,

    Satu dari 20 balita di Jakarta terdiagnosis pneumonia sepanjang tahun 2023,

    Kasus pneumonia cenderung meningkat pada musim kemarau, bersamaan dengan melonjaknya level PM2.5.

Inisiatif ini menyatukan berbagai perspektif lintas sektorkesehatan masyarakat, teknologi kualitas udara, dan advokasiuntuk menciptakan pemahaman menyeluruh tentang dampak polusi udara terhadap kesehatan anak serta mendorong aksi kolektif yang inklusif dalam mengatasi persoalan ini.

Menurut CEO Nafas Indonesia Nathaniel Roestandy, White paper ini menunjukkan bahwa udara bersih bukan hanya isu lingkungan, tetapi juga menjadi isu kesehatan publik yang sangat mendesak. "Pendekatan berbasis data yang kami terapkan, dikombinasikan dengan ketelitian akademik FKM UI, serta dukungan DBS Foundation sebagai mitra strategis, memperkuat urgensi untuk segera mengambil tindakan demi kesehatan anak-anak kita,” terangnya.

Integrasi teknologi dalam penelitian polusi udara ini dapat terlaksana berkat dana hibah dari DBS Foundation, yang memungkinkan kolaborasi lintas disiplin untuk merespons tantangan kesehatan yang timbul akibat polusi udara secara inovatif, berdampak, dan terukur. Peluncuran white paper ini menjadi salah satu tonggak penting dalam kemitraan berkelanjutan antara Nafas Indonesia dan DBS Foundation, dengan Nafas Indonesia yang merupakan salah satu penerima dana hibah dari DBS Foundation Grant Program 2023. Sebagai penerima dana hibah dari DBS Foundation, Nafas Indonesia menjadi contoh nyata bagaimana Social Enterprise dan Bisnis Berdampak dapat memanfaatkan teknologi dan kolaborasi untuk mewujudkan perubahan sistemik.

Sementara, Head of Group Strategic Marketing & Communications PT Bank DBS Indonesia Mona Monika mengungkapkan, setiap warga negara berhak atas udara yang bersih dan sehat. Didukung oleh Bank DBS Indonesia dan sejalan dengan visi DBS Foundation untuk memenuhi kebutuhan dasar komunitas rentan dan mendorong inklusivitas, DBS mendukung Nafas dalam upayanya meningkatkan kesadaran masyarakat akan kondisi udara yang lebih baik. "Dengan begitu, setiap anak di Jakarta dan seluruh Indonesia bisa menjadi lebih sehat dan sejahtera di masa mendatang,” katanya.

GCG BUMN
Kekhawatiran serupa juga menjadi perhatian penting di komunitas akademik. Guru Besar Departemen Kesehatan Lingkungan FKM UI Prof. Dr. R. Budi Haryanto, menegaskan, temuan ini memperkuat apa yang sudah lama kami curigai: polusi udara adalah kontributor utamanamun sering diabaikanterhadap infeksi saluran pernapasan pada anak-anak. "Kami berharap bukti ini bisa menjadi dasar yang kuat untuk langkah pencegahan yang lebih strategis serta intervensi kebijakan yang mampu melindungi kelompok rentan, khususnya balita,” ujarnya. (mas)

Ikuti terus perkembangan berita ini dalam topik
Artikel Terkait
Rekomendasi
Berita Pilihan
More Stories