PT Telkom Indonesia Tbk (TLKM) telah menyelesaikan Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) 2025 bebarapa waktu lalu.
Hasilnya, muncul Dian Siswarini sebagai Direktur Utama dan Muhammad Awaluddin sebagai Wakil Direktur Utama. Ini tentu mengejutkan mengingat dua nama ini sebelumnya tak masuk dalam bursa calon T-1 (Dirut Telkom). Tetapi putusan sudah dibuat, dan posisi Wakil Direktur Utama kembali muncul di jajaran direksi operator pelat merah ini setelah vakum dua dekade terakhir.
Dwitunggal Digital tersebut didampingi Direktur Enterprise & Business Service: Veranita Yosephine Sinaga, Direktur Network & IT Solution: Nanang Hendarno, Direktur Strategic Portfolio: Seno Soemadji, Direktur Human Capital Management: Henry Christiadi, Direktur Wholesale dan International Business: Honesty Basyir, Direktur Keuangan & Manajemen Risiko: Arthur Ang, dan Direktur IT Digital: Faizal Rohmadi Djoemadi.
Tentunya keputusan perombakan ini dilakukan pemegang saham bukan hanya sekadar pergantian posisi, tetapi simbolisasi komitmen baru untuk membawa Telkom menaklukkan tantangan transformasi digital di era yang menantang ini.
Kinerja
Sebelum berbicara jauh tentang visi ke depan, penting untuk menyadari di mana posisi Telkom saat ini.
Selama lima tahun terakhir, pendapatan konsolidasi Telkom tumbuh dari Rp136,5 triliun pada 2020 menjadi Rp149,9 triliun pada 2024. Angka ini memang menunjukkan tren naik, tetapi pertumbuhan tersebut tidak sepenuhnya diikuti oleh peningkatan laba bersih yang stabil.
Laba bersih sempat mencapai Rp32,2 triliun pada 2023, tetapi turun tipis menjadi Rp30,7 triliun pada 2024. EBITDA juga stagnan, dari Rp77,5 triliun pada 2023 menjadi Rp75,5 triliun di tahun berikutnya.
Tren ini memperlihatkan adanya tekanan biaya operasional dan kebutuhan investasi yang signifikan untuk memperkuat infrastruktur digital.
Terlebih lagi, kapitalisasi pasar Telkom juga mengalami fluktuasi dari Rp330 triliun pada 2020 menjadi Rp318 triliun pada 2024. Ini menjadi sinyal bahwa transformasi digital yang digaungkan masih harus diperkuat untuk mengembalikan kepercayaan investor.
Kondisi Telkomsel
Salah satu sumber utama pendapatan Telkom adalah Telkomsel. Memiliki kontribusi sekitar 70% dari total pendapatan grup, Telkomsel berada di jantung kinerja Telkom, sehingga anak usaha ini menjadi fokus yang tidak bisa diabaikan bagi siapa pun yang memimpin Telkom.
Pertumbuhan Telkomsel dalam lima tahun terakhir menunjukkan tanda-tanda melambat. Pendapatan Telkomsel tercatat sebesar Rp92 triliun pada 2024, dengan laba bersih sekitar Rp20 triliun. Persaingan sengit di layanan data, kebutuhan ekspansi infrastruktur, dan migrasi pelanggan ke layanan digital membuat Telkomsel harus terus berinovasi.
Inilah yang menjadi tantangan bagi Telkom sebagai induk usaha, yakni mendorong Telkomsel agar tetap menjadi lokomotif pertumbuhan, sementara anak usaha lainnya juga perlu mendapat perhatian.
Keputusan strategis seperti kolaborasi dengan startup teknologi, pengembangan mobile financial services, dan memperkuat ekosistem digital menjadi langkah penting untuk menjaga posisi Telkomsel di puncak industri telekomunikasi Indonesia.
Potensi Bisnis
Dalam konteks diversifikasi portofolio, dua anak usaha Telkom, Telin dan NeutraDC, justru memunculkan secercah harapan baru. Telin, yang memiliki fokus salah satunya pada bisnis Sistem Komunikasi Kabel Laut (SKKL) internasional, memiliki peran krusial dalam menyediakan konektivitas yang lebih handal dan efisien.
Telkom harus bisa memastikan potensi inilah yang menjadi prioritas Telin kedepan ketimbang merambah terlalu luas ke layanan ritel yang justru menimbulkan beban tambahan.
Sementara itu, NeutraDC kian solid sebagai pemain utama di pasar data center. Konsolidasi bisnis data center di Singapura senilai US$219 juta menjadi tonggak penting yang membuka peluang pertumbuhan jangka panjang. Memiliki kapasitas 51 MW di Batam dan rencana ekspansi yang ambisius, NeutraDC menjadi harapan baru di tengah tren permintaan layanan cloud dan penyimpanan data yang terus meningkat, sejalan dengan perkembangan ekonomi digital Indonesia.
Tugas Berat
Tantangan besar yang lain akan dihadapi Dwitunggal Digital adalah mengelola portofolio anak usaha dan investasi yang beragam. Beberapa anak usaha lain, seperti Mitratel di menara telekomunikasi, memang telah menunjukkan kinerja yang solid. Tetapi sejumlah unit bisnis belum memberikan kontribusi optimal dan justru menjadi beban biaya operasional.
Lebih dari itu, Telkom juga perlu meninjau kembali efektivitas investasi digital yang telah dilakukan dalam beberapa tahun terakhir.
Kepemilikan saham Telkomsel di GoTo, misalnya, sempat dipandang sebagai langkah strategis memperluas eksposur digital. Namun, performa saham GoTo yang belum kunjung stabil dan masih mencatatkan rugi bersih, justru menjadi beban valuasi dan berdampak pada persepsi pasar terhadap Telkom secara keseluruhan.
Selain GoTo, investasi pada sejumlah startup melalui MDI Ventures juga perlu dievaluasi secara kritis. Portofolio yang terlalu luas tanpa kejelasan arah monetisasi hanya akan menggerus fokus dan membebani neraca.
Kepemimpinan baru perlu mengambil pendekatan berbasis nilai yakni mengevaluasi mana investasi yang bisa memberi sinergi konkret ke ekosistem Telkom, dan mana yang sebaiknya dilepas.
Dwitunggal Digital harus berani mengambil langkah rasional yaitu melakukan evaluasi menyeluruh, memutuskan mana yang layak untuk diperkuat, mana yang perlu direstrukturisasi, bahkan mana yang harus dihentikan.
Langkah-langkah ini tidak hanya akan memperkuat keuangan Telkom secara keseluruhan, tetapi juga membuka jalan untuk fokus pada bisnis yang benar-benar memiliki prospek cerah sehingga memberikan harapan bagi investor terhadap kinerja saham operator ini di masa mendatang.
Duet Maut
Kini, di tangan duet maut Dian Siswarini dan Muhammad Awaluddin, terletak harapan besar publik.
Keduanya bukan wajah baru di industri telekomunikasi. Dian membawa pengalaman panjang di XL Axiata, sementara Awaluddin punya reputasi kuat dalam transformasi korporasi di Angkasa Pura II dan PT PELNI.
Kombinasi dua gaya kepemimpinan ini menjadi kekuatan yang harus dimanfaatkan untuk menggerakkan mesin Telkom yang besar dan kompleks.
Dwitunggal digital ini harus segera menunjukkan aksi nyata yakni mengimplementasikan transformasi digital, mempercepat inovasi layanan, dan mengoptimalkan portofolio bisnis secara bijak.
Sebab, di era digital yang penuh disrupsi ini, hanya perusahaan yang mampu beradaptasi dengan cepat dan memanfaatkan peluang yang akan tetap relevan.
Menanti gebrakan mereka bukan sekadar optimisme kosong, tapi juga pengingat bahwa waktu terus berjalan. Duet maut ini harus membuktikan, era baru telah datang di Telkom yakni babak kebangkitan bukan kelanjutan dari stagnasi yang berkepanjangan!
Selamat Bekerja.
@IndoTelko