telkomsel halo

Kominfo ungkap kelebihan PP PSTE versi anyar

11:22:09 | 05 Nov 2019
Kominfo ungkap kelebihan PP PSTE versi anyar
Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kominfo Semuel Abrijani Pangerapan
JAKARTA (IndoTelko) - Pemerintah akhirnya merevisi Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem Transaksi Elektronik (PP PSTE) dengan menerbitkan Peraturan Pemerintah No 71 Tahun 2019.

Kementrian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) pun langsung bergerak cepat menyosialisasikan PP PSTE versi anyar ini ditengah masih derasnya perlawanan sejumlah asosiasi Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) menolak beleid baru itu.

Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kominfo Semuel Abrijani Pangerapan mengungkapkan beberapa kelebihan dari PP PSTE yang baru diantaranya sudah mengatur adanya sanksi bagi pelanggarnya.

"Hal ini tak ada di PP PSTE yang lama," ujarnya dalam Diskusi Media Forum Merdeka Barat (FMB) 9 bertajuk "Ada Apa Dengan PP No. 71 Tahun 2019 (PP PSTE)?" kemarin.

Semuel mengatakan dalam revisi PP PSTE yang baru khususnya pasal yang mengatur penempatan data akan diterapkan sanksi bagi penyelenggara layanan digital bila melanggar.

Sanksi yang diberikan adalah pemutusan akses atau pemblokiran. Diklaimnya, draft revisi PP PSTE dirasa cukup memiliki terobosan. Sebab, bila dibandingkan sebelumnya, PP PSTE tak ada sanksi yang bisa menjerat penyelenggara layanan digital jika tak menaruh pusat datanya di Indonesia.

"Dalam PP yang lama tidak ada sanksi. Sedangkan yang baru ini nantinya ada sanksi. Seminim-minimnya adalah pemblokiran," jelas dia.

Berikutnya, dalam PP tersebut ada aturan soal penempatan fisik data center (DC) dan data recovery center (DRC) yang harus ada di Indonesia. Sebab, saat ini yang dibutuhkan oleh pemerintah adalah data-datanya bukan fisiknya.

"Dalam aturan yang lama itu mengatur fisiknya, padahal yang penting itu datanya. Saat ini kami mensyaratkan datanya bukan hanya fisiknya," terang dia.

Maka itu, ia mengatakan perlu adanya klasifikasi data. Dalam revisi PP tersebut, ada tiga klasifikasi data, antara lain; data strategis, data risiko tinggi, dan risiko rendah. Data strategis wajib hukumnya ada di Indonesia. Sebab data tersebut merupakan data yang begitu penting bagi negeri ini seperti keamanan dan pertahanan.

Prinsipnya data-data yang menyangkut kepentingan sektor publik bakal ditempatkan di dalam negeri. Sehingga, pertukaran data antar pribadi, institusi, bahkan negara dapat dilakukan. "Jadi data-data yang dibiayai oleh APBN, dana publik, dan sejenisnya maka tetap ditempatkan di dalam negeri," tegasnya.

Adapun selain soal penyelenggara sistem elektronik, PP PSTE ini juga membahas beberapa poin lainnya seperti soal penempatan data center, perlindungan data pribadi, autentifikasi situs, pengelolaan nama domain situs, dan lainnya.

Denda
Setelah penerbitan PP Nomor 71 Tahun 2019, pemerintah tidak lagi aktif melakukan pemblokiran. Tapi, pemerintah dapat memberlakukan denda yang signifikan bagi platform yang memuat konten ilegal.  

“Jika sebelumnya pemerintah aktif melakukan penyisiran, dengan PP ini, platform seperti Facebook dan Twitter, yang memfasilitasi konten yang ilegal menurut UU, akan didenda. Angkanya berkisar antara Rp100-Rp500 juta per konten,” katanya.

Jenis konten yang bisa dikenai sanksi antara lain adalah pornografi, human trafficking, drug trafficking, radikalisme yang mempromosikan terorisme dan ujaran kebencian. “Untuk jenis-jenis konten yang termasuk akan disiapkan permennya dan dijadwalkan tahun ini selesai,” tuturnya.

Direncanakan, aturan denda itu sudah bisa diberlakukan pada 2021. Pemberian denda administratif, juga dimungkinkan dari tindak lanjut atas laporan.

“Kan sudah banyak aplikasi adua konten. Jadi bisa saja dilaporkan ke sana. Dan laporan yang ditindaklanjuti itu hanya terkait platform. Kalau Whatsapp tidak termasuk yang bisa diambil tindakan itu, karena sifat percakapannya satu arah,” katanya.

Dikatakannya, pihaknya juga telah bertemu dengan penyedia platform untuk melakukan sosialisasi pemahaman dan mekanismenya. “Kalau aturannya sih sudah juga diberlakukan di berbagai negara. Bahkan ada negara yang memberlakukan denda dihitung dari size perusahaan,” paparnya.

Sementara untuk pemberian sanksi administratif teramsuk juga teguran tertulis, denda administratif, penghentian sementara, pemutusan akses, hingga dikeluarkan dalam daftar.  

Dasar Hukum
Seolah membantah alasan-alasan pihak-pihak yang menentang kehadiran PP PSTE yang baru, Pria yang akrab disapa Semmy ini menyatakan beleid anyar itu justru memberikan dasar hukum yang kuat bagi Pemerintah untuk mengejar para pelanggar aturan yang ada di luar negeri.

"Perusahaan yang ingin beroperasi di Indonesia harus sudah mendaftar. Ada ketentuan dan sanksinya. Kalau dia tidak mendaftar ya kita blokir. Dengan adanya aturan ini semua jadi lebih jelas. Kalau ada kasus yang kita perlu akses tapi tidak diberikan ya kita tutup walaupun belum tentu tutup semua. Kita punya kemampuan itu," tegasnya.

Adapun dasar hukum kuat yang dimaksud adalah Pasal 2 UU ITE yang menyebutkan bahwa UU tersebut berlaku untuk setiap orang yang melakukan perbuatan hukum, baik yang berada di wilayah hukum maupun di luar wilayah hukum Indonesia, yang memiliki akibat hukum di wilayah hukum dan/atau di luar wilayah hukum Indonesia dan merugikan kepentingan Indonesia. "Jadi aturan ini sifatnya ekstrateritorial.

Senada dengan itu, Pakar Hukum Eka Wahyuning S juga berpandangan bahwa PP PSTE memberikan Pemerintah sebuah dasar hukum yang kuat untuk mengejar perusahaan yang beroperasi di Indonesia meskipun tidak berkantor di sini.

"Seperti yang sudah dijelaskan, kalau kita bicara yurisdiksi, UU ini ekstrateritorial. Tapi permasalahannya apakah hukum kita bisa memaksakan siapapun yg di luar sana mengikutinya? Kalau kita memang memiliki dasar dan memang itu bisa dipertanggungjawabkan oleh yang menuntutnya, saya rasa bisa, tinggal bagaimana kita approach-nya. Berdasarkan teori itu memungkinkan," jelasnya.

Menurut Eka, secara garis besar kami dari sisi praktisi hukum mencermati PP No 71 tahun 2019 memberikan kejelasan bagi para pelaku usaha

Sebelumnya,  para pelaku usaha dan penyelenggara sistem serta transaksi elektronik kebingungan terkait apakah mereka masuk ke ranah publik atau privat.

"Dengan adanya PP ini, maka sudah lebih jelas definisi publik dan privatnya, karena ini akan berdampak kepada kewajiban-kewajinan pelaku usaha lainnya seperti soal pendaftaran," jelas Eka.(ak)

Artikel Terkait
Rekomendasi
Berita Pilihan
IndoTelko Idul Fitri 2024
More Stories
Data Center Service Provider of the year