telkomsel halo

2025, Indonesia diproyeksi pimpin pengguna 5G di ASEAN

12:06:00 | 09 Okt 2019
2025, Indonesia diproyeksi pimpin pengguna 5G di ASEAN
JAKARTA (IndoTelko) - Studi yang berjudul 5G in ASEAN: Reigniting growth in enterprise and consumer markets memprediksi pada tahun 2025 nanti penetrasi 5G bisa mencapai 25% hingga 40% di sejumlah negara di kawasan ASEAN, dengan penetrasi di Indonesia diperkirakan hingga 27%.

Total jumlah langganan layanan 5G di ASEAN akan mencapai lebih dari 200 juta pada tahun 2025. Jumlah langganan tertinggi akan berasal dari Indonesia dengan lebih dari 100 juta langganan.

Studi yang dilakukan oleh perusahaan konsultan manajemen A.T. Kearney dengan dukungan dari Ciso ini juga memprediksi peluncuran layanan 5G dapat meningkatkan pendapatan tahunan operator telekomunikasi Indonesia sebanyak US$1,83 miliar pada tahun 2025.

Presiden ASEAN di Cisco Naveen Menon, mengatakan operator telekomunikasi berharap peluncuran layanan 5G bisa terjadi pada saat yang tepat.  

"Keberhasilan adopsi teknologi ini sangat bergantung pada konektivitas sebagai landasannya. Hal ini memberikan peluang besar bagi operator telekomunikasi untuk meningkatkan keberadaan mereka di pasar dan mempertahankan pertumbuhan jangka panjangnya,” katanya belum lama ini.

Teknologi 5G memiliki berbagai kelebihan dibanding 4G antara lain kecepatan hingga 50 kali lebih cepat, 10 kali lebih responsif, dan daya konektivitas yang jauh lebih rendah. Berbagai hal ini tersedia berkat kombinasi dari tiga fitur berikut – high throughput, latensi yang sangat rendah, dan konektivitas daya yang juga rendah.

Peningkatan kecepatan, latensi rendah, dan konektivitas akan membantu operator telekomunikasi dalam menyelenggarakan koneksi Internet super cepat untuk streaming video berkualitas high-definition (HD), cloud gaming, serta konten interaktif berbasis augmented reality dan virtual reality (AR / VR) bagi pelanggannya.

Komersialisasi dari berbagai bentuk pemanfaatan teknologi 5G juga bisa dipercepat, seperti misalnya penyelenggaraan smart cities, Industri 4.0, penyebaran Internet of Things (IoT), dan lainnya. Dengan begitu, operator telekomunikasi bisa meningkatkan pendapatannya baik dari konsumen maupun klien perusahaan.

Studi ini menemukan bahwa pertumbuhan adopsi teknologi 5G diperkirakan akan berasal dari high-value customers dan high-value devices. Seiring dengan semakin terjangkaunya harga perangkat, jumlah langganan juga akan meningkat.

Managing Director untuk Indonesia di Cisco Marina Kacaribu, mengatakan peluncuran layanan 5G akan berperan besar dalam mempercepat digitalisasi bisnis dan memberikan manfaat besar bagi perusahaan Indonesia.

Dampak terbesar akan dirasakan sejumlah sektor utama seperti manufaktur dan jasa sebagai kontributor terbesar perekonomian secara keseluruhan. Besarnya sektor-sektor ini akan mendorong adopsi layanan 5G untuk perusahaan.

"Seiring dengan tingginya jumlah pengguna data, operator telekomunikasi di Indonesia akan memimpin pertumbuhan di kawasan ASEAN berkat pemanfaatan potensi implementasi teknologi 5G,” katanya.

Diperkirakan di tengah persiapan operator telekomunikasi untuk meluncurkan layanan 5G, mereka kemungkinan besar akan berinvestasi sekitar US$10 miliar untuk pembangunan infrastruktur 5G di kawasan ini hingga tahun 2025.

Managing Director ASEAN, Service Provider, di Cisco Dharmesh Malhotra, mengatakan peluncuran layanan 5G akan membutuhkan investasi besar dalam teknologi agar modernisasi jaringan bisa dilakukan.

Di ASEAN, operator telekomunikasi kemungkinan akan terus berinvestasi dalam meningkatkan jaringan 4G mereka dan membangun kemampuan 5G secara bertahap. Ini akan memungkinkan 4G dan 5G untuk beroperasi secara beriringan dan membantu operator mengelola capex (capital expenditure) berikut ROI (Return on Investment) mereka secara berkelanjutan.

"Cisco membantu operator jaringan dalam upaya melakukan implementasi teknologi 5G dan sejauh ini telah terlibat dengan sejumlah pelanggan di kawasan ASEAN dalam upayanya melakukan transformasi layanan 5G,” katanya.

Salah satu tantangan besar dalam hal ini adalah terbatasnya ketersediaan spektrum untuk implementasi layanan 5G serta jaringan suboptimal yang dihasilkan.

Implementasi layanan 5G akan dilakukan pada sejumlah band, dengan kebutuhan secara global setidaknya bisa dipenuhi melalui ketersediaan tiga band dalam waktu dekat: low band (700 MHz), mid-band (3.5 to 4.2 GHz), dan high-band pada spektrum mmWave (24 hingga 28 GHz).

Di ASEAN, banyak dari band-band ini telah digunakan untuk layanan lain. Low band misalnya digunakan untuk FTA TV, dan mid-band digunakan untuk layanan satelit. Meskipun tersedia mmWave, penyebarannya perlu dikombinasikan dengan spektrum low band untuk memungkinkan cakupan wilayah pinggiran kota dan pedesaan yang layak secara ekonomi serta akses dalam gedung.

Selain itu, operator perlu berhati-hati dalam membangun produk 5G mereka dan menetapkan harga untuk portofolionya di tengah upaya migrasi pelanggan ke jaringan berkecepatan tinggi. Berbeda dengan teknologi 3G dan 4G, pelanggan akan menyambut baik ketersediaan layanan 5G dan bersedia membayar untuk kualitas yang lebih baik.

Akan fatal bagi operator untuk terlibat dalam perang harga hanya untuk menarik lebih banyak pelanggan dengan harapan bisa membebankan biaya lebih banyak kepada mereka pada tahapan berikutnya.

Dari sisi perusahaan, operator perlu membangun kapabilitas baru perusahaan dan menyediakan layanan yang bisa menggabungkan konektivitas tingkat tinggi dengan solusi serta aplikasi untuk membantu pelanggan memahami, mengimplementasikan, dan mengembangkan pemanfaatan nilai tambah teknologi 5G. Mereka juga harus bersaing dengan berbagai pesaing baru yang menyediakan jaringan pribadi untuk perusahaan.

Mitra di A.T. Kearney dan penulis utama laporan tersebut Hari Venkataramani, mengatakan: potensi bisnis yang muncul dari implementasi 5G di ASEAN sangat besar. Namun, untuk mencapai potensi penuh, kawasan ASEAN perlu memahami bagaimana menghadapi tantangan utama dalam implementasi tersebut. 

"Mengingat tantangan ekosistem dan nilai besar yang dipertaruhkan, regulator akan memainkan peran sentral dalam hal ini. Di antara masalah utama yang perlu diambil oleh regulator adalah: memastikan ketersediaan spektrum jangka pendek, mendorong untuk berbagi infrastruktur, dan memelihara pengembangan kemampuan keamanan keamanan siber nasional di seluruh kawasan," katanya.

Studi ini juga menyoroti bahwa Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) memperkirakan lisensi spektrum 5G akan tersedia pada tahun 2022.(sg)

Ikuti terus perkembangan berita ini dalam topik
Artikel Terkait
Rekomendasi
Berita Pilihan
More Stories
Data Center Service Provider of the year