telkomsel halo

FTII keberatan dengan revisi PP PSTE

15:11:24 | 08 Okt 2019
FTII keberatan dengan revisi PP PSTE
JAKARTA (IndoTelko) - Federasi Teknologi Informasi Indonesia (FTII) menyatakan keberatan dengan draft terbaru dari revisi Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem Transaksi Elektronik (PP PSTE).

"Setelah mempelajari dan membaca draft revisi PP PSTE yang kami terima minggu lalu melalui salah satu anggota, kami menganggap perlu untuk menyatakan sikap keberatan dan memberikan masukan terhadap beberapa bagian dari draft tersebut," kata Ketua Umum FTII Andi Budimansyah dalam rilisnya, kemarin.

FTII menyoroti beberapa bagian dari draft tersebut yang tidak selaras dengan Undang-Undang (UU) dan Peraturan Pemerintah lainnya yaitu UU 25 Tahun 2009 dan PP 96 Tahun 2012 tentang Pelayanan Publik.

Ketidakselarasan tersebut ditemukan pada bagian definisi Penyelenggara Sistem Elektronik Lingkup Publik. Perbedaan definisi ini membuat draft PP ini terkesan ingin berjalan sendiri.

Keselarasan tersebut penting mengingat setiap Penyelenggara Pelayanan Publik menjalankan Misi Negara sebagaimana tertuang pada alinea ke 4 Pembukaan UUD 1945, yaitu:

(1) melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah indonesia,
(2) memajukan kesejahteraan umum
(3) mencerdaskan kehidupan bangsa, dan
(4) ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial

FTII menemukan ada definisi baru pada draft revisi PP PSTE tersebut, yaitu Penyelenggara Sistem Elektronik Lingkup Publik yang membatasi pada Instansi dan Institusi Negara saja, dan tidak mencakupi Penyelenggara Pelayanan Publik lainnya yang menjalankan Misi Negara.

"Hal ini tentunya tidak sejalan sebagaimana dimaksud pada oleh UU 25 Tahun 2009. Implementasi atas definisi Penyelenggara Sistem Elektronik Lingkup Publik tersebut, akan berpengaruh besar terhadap praktek perlindungan data publik. Jika sebelumnya semua data yang digunakan dalam melayani rakyat Indonesia wajib ditempatkan di dalam wilayah hukum Indonesia, nantinya kewajiban tersebut dan hanya berlaku bagi Instansi dan Institusi Negara saja yang merupakan bagian sangat kecil dari kumpulan data publik yang perlu dilindungi," katanya.

Menurutnya, dengan definisi ini pula, semua layanan elektronik non pemerintah tidak perlu ditempatkan pada wilayah hukum Indonesia. Efek samping kebijakan ini pada akhirnya adalah hilangnya peluang investasi dari industri data center yang telah berkembang pesat sejak PP-82/2012 berlaku.

Selain itu juga tentunya akan menyulitkan penegakan hukum oleh Aparat Penegak Hukum karena harus meminta izin dan berkordinasi lebih lanjut kepada otoritas dimana data tersebut ditempatkan.

Sekjen FTII Irwin Day menambahkan di dalam draft Revisi PP PSTE juga terdapat definisi baru yaitu Penyelenggara Sistem Elektronik Lingkup Privat. Pengunaan nomenklatur Privat tersebut terkesan bahwa Negara mengatur lingkup/wilayah Privat dari sebuah organisasi non Pemerintah.

"Mengingat saat ini besarnya dorongan Pemerintas dan Publik terhadap kebutuhan atas UU Perlindungan Data untuk segera diundangkan, kami mengusulkan agar perubahan PP82 tersebut menunggu diundangkannya UU Perlindungan Data tersebut," katanya.

Sebelumnya, Kementrian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) mengungkapkan proses revisi terhadap PP PSTE telah dimulai sejak 25 November 2016 setelah disahkannya UU ITE Perubahan atau UU 19/2016.

Revisi dilakukan karena ada ide relaksasi penempatan data center di Indonesia. Kominfo mengajukan ide relaksasi karena beranggapan kewajiban penempatan data center harus di Indonesia sudah tak sesuai dengan perkembangan teknologi.(id)

Artikel Terkait
Rekomendasi
Berita Pilihan
IndoTelko Idul Fitri 2024
More Stories
Data Center Service Provider of the year