telkomsel halo

Seram, child grooming kian marak

10:31:28 | 30 Jul 2019
Seram, child grooming kian marak
JAKARTA (IndoTelko) - Kejahatan pornografi, terutama pencabulan terhadap anak lewat media sosial (grooming) kian marak belakangan ini karena mudahnya akses internet dan lemahnya pengawasan orangtua.

Grooming adalah tahapan dari modus operandi yang dilakukan pelaku setelah membuat akun palsu. Polisi menjelaskan grooming adalah proses meyakinkan korban untuk segera mengirimkan gambar telanjang, alat kelamin, dan didokumentasikan melalui video via direct message (alias pesan privat di medsos atau DM) atau WhatsApp (WA).

Data Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat, total pengaduan kasus pornografi dan cyber crime atau kejahatan online yang menjerat anak-anak pada 2014 sebanyak 322 kasus, 2015 sekira 463 kasus, 2016 meningkat menjadi 587 kasus, 2017 menjadi 608 kasus dan pada 2018 naik mencapai 679 kasus.

Komisioner Bidang Pornografi dan Cyber Crime KPAI, Margaret Aliyatul Maimunah mengungkapkan, peristiwa ini terjadi karena banyak faktor. Namun salah satu pemicu utamanya adalah tidak bijaknya menggunakan media sosial (medsos) atau mudahnya akses internet melalui gadget, HP, laptop dan lainnya.

“Anak- anak dalam mengakses internet rentan terpapar berbagai konten negatif seperti pornografi, game online yang bermuatan kekerasan dan pornografi, informasi hoaks, ujaran kebencian, adiksi gadget, radikalisme, serta perilaku sosial menyimpang,” katanya seperti dikutip dari laman KPAI (30/7).

Diungkapkannya, kasus pengaduan anak berdasarkan klaster perlindungan anak bidang pornografi dan cyber crime KPAI, pada 2011-2018 mengalami kenaikan. 

Adapun jenis aduan di antaranya anak korban kejahatan seksual online, anak pelaku kejahatan online, anak korban pornografi di medsos, anak pelaku kepemilikan media pornografi, dan anak pelaku bullying di medsos.

Sementara untuk kejahatan siber yang paling sering diadukan ke KPAI di antaranya, pelaku video pornografi, sexting (chat bermuatan konten pornografi), terlibat dalam grup-grup pornografi.

Kemudian grooming atau proses untuk membangun komunikasi dengan seorang anak melalui internet dengan tujuan memikat, memanipulasi, atau menghasut anak tersebut agar terlibat dalam aktivitas seksual.

Selain itu, ada juga sextortion, yaitu pacaran online berujung pemerasan, cyber bully,  perjudian online, live streaming video dan trafficking serta penipuan online.

“Ini adalah tantangan bagi orangtua dalam mendidik anak di tengah deras dan cepatnya perkembangan teknologi melalui internet. Untuk itu, perlu ada kewaspadaan pada orangtua dalam melindungi anak-anaknya,” kata Margaret.

Platform
Margaret juga bicara soal penting platform-platform media sosial memberikan jaminan pengamanan untuk menghindari kemungkinan terjadinya kejahatan online terhadap anak. 

Salah satunya, menjamin keamananan plarform media sosial agar tak mudah diretas oleh orang yang tak bertanggung jawab.

“Penyedia platform itu juga nggak boleh tanpa peran gitu. Mereka bisa masuk ke Indonesia harus dibarengi dengan aturan yang mengikat mereka, Misal, boleh masuk, tapi harus punya komitmen perlindungan anak di dunia siber, kan itu melalui WA (WhatsApp) dan media sosial, para platform media sosial itu harus punya komitmen perlidungan anak di dunia siber. Kalau mereka punya komitmen otomatis mereka ikut menjaga, misal harus dibangun sistem atau apa caranya jangan sampai ada orang yang bisa mengunakan identitas orang lain, ini kan mengambil identitas orang lain kan, ini mengambil profil gurunya. Kalau orang mau masuk mengakses itu harus memakai identitasnya sendiri jadi perlu ada peningkatan keamanan dari penyedia platfrom itu,” tegasnya.

Seperti diketahui, belum lama ini polisi menangkap pelaku child grooming berinisial AAP alias PD alias Defan (27) di Bekasi.

Modus operandi yang dilakukan AAP yakni, membuka akun aplikasi game online yang mewajibkan peserta bergabung untuk mengirim identitas dan foto. 

Setelah korban terdaftar dalam aplikasi game tersebut, percakapan dilanjutkan melalui aplikasi WhatsApp. Melalui aplikasi ini lah, korban melakukan video call sex dan direkam pelaku. 

Atas perbuatannya itu, pelaku akan dikenakan Pasal 27 ayat 1 Undang-Undang (UU) ITE, Pasal 29 UU ITE, dan Pasal 82 UU Perlindungan Anak dengan ancaman hukuman hingga 15 tahun penjara.(id)

Artikel Terkait
Rekomendasi
Berita Pilihan
IndoTelko Idul Fitri 2024
More Stories
Data Center Service Provider of the year