telkomsel halo

Belajar dari Vietnam menaklukkan Google

11:54:20 | 16 Dec 2018
Belajar dari Vietnam menaklukkan Google
Reuters pada (12/12) lalu menurunkan berita yang lumayan menarik. "Google weighs steps to open representative office in Vietnam -govt", demikian judul artikel yang diturunkan kantor berita itu.

Dalam artikel itu dikabarkan Google berencana membuka kantor perwakilan di Vietnam.

Aksi ini dilakukan Google sebagai antisipasi akan berlakunya aturan baru di Vietnam bagi pemain Over The Top (OTT) yang mengharuskan membuka kantor perwakilan  dan data center di Vietnam.

"Google akan mematuhi hukum negara sesuai kantor cabang berdiri. Kami memastikan pembukaan kantor cabang tak bertentangan dengan hukum internasional," ungkap senior vice president Google Kent Walker dalam berita itu.

Dalam poin undang-undang siber yang dikeluarkan pemerintah Vietnam pertengahan tahun ini mengharuskan perusahaan yang menyediakan berbagai layanan, termasuk email atau media sosial, untuk mendirikan kantor di Vietnam.

Aturan yang dikeluarkan lumayan ketat bagi OTT yang mengumpulkan atau menganalisis data, membiarkan pengguna mereka melakukan tindakan anti negara, dan serangan siber.

Sanksi juga lumayan tegas jika OTT gagal menghapus konten yang dianggap anti negara, palsu, memfitnah, atau menghasut kekerasan.

Legislator di Vietnam menyetujui undang-undang Cybersecurity pada bulan Juni lal, mengesampingkan keberatan dari perusahaan teknologi, kelompok hak asasi manusia dan pemerintah Barat termasuk Amerika Serikat.

Di aturan itu jelas disebutkan data yang diperlukan untuk disimpan di Vietnam berkisar dari jabatan pekerjaan untuk rincian kontak, informasi kartu kredit, data biometrik, dan catatan medis.  

Bagi perusahaan digital, potensi kelas menengah yang dimiliki Vietnam lumayan menggoda. Negeri ini memiliki pertumbuhan ekonomi rata-rata 6,3% antara tahun 2005 dan 2017. 

Google dan Temasek memperkirakan nilai ekonomi digital yang dimiliki Vietnam sebesar US$9 miliar pada 2018 dan melesat menjadi US$33 miliar pada 2025.

Pelajaran
Jauh sebelum Vietnam mengeluarkan aturan Cybersecurity, Indonesia sudah memiliki Peraturan Pemerintah No 82 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik (PP PSTE).

Isi dari PP PSTE bisa dikatakan mirip dengan aturan yang dikeluarkan pemerintah Vietnam. Misalnya, soal penempatan data center, dengan tegas dinyatakan Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) untuk pelayanan publik wajib menempatkan Pusat Data dan Pusat Pemulihan Bencana di wilayah Indonesia untuk kepentingan penegakan hukum, pelindungan dan penegakan kedaulatan negara terhadap data warga negaranya.

Masa transisi diberikan selama lima tahun (Sejak 2012) oleh pemerintah agar OTT menyiapkan infrastruktur untuk menjalankan regulasi ini.

Namun, perkembangan terakhir bukannya menegakkan regulasi, pemerintah Indonesia malah menggulirkan draft Revisi PP PSTE.

Dalam draft revisi PP PSTE, pemerintah mengambil langkah terobosan mengatur Klasifikasi Data Elektronik (KDE).

Pengaturan itu dibutuhkan untuk memperjelas subjek hukum tata kelola data elektronik, yang meliputi pemilik, pengendali, dan pemroses data elektronik.

Perubahan yang diusulkan Pengaturan Lokalisasi Data Berdasarkan Pendekatan Klasifikasi Data, yaitu Data Elektronik Strategis, Tinggi dan Rendah.

Banyak pihak menilai wacana relaksasi yang digulirkan pemerintah melupakan isu strategis yakni kedaulatan nasional yang bisa terancam di era digital jika terjadi relaksasi dalam aturan penempatan data. (Baca: Wacana Klasifikasi Data)

Tak hanya itu, ancaman capital flight pun bisa terjadi mengingat Indonesia tak punya platform yang kuat untuk mengimplementasikan klasifikasi data versi pemerintah karena tak memiliki backbone lokalisasi trafik internet.

Melihat langkah Google yang mau beradaptasi dengan regulasi yang dikeluarkan Vietnam demi mengejar "cuan" bisnis di negara tersebut, rasanya menjadi tamparan bagi pemerintah Indonesia yang terkesan malah "bimbang" dengan aturan yang dibuatnya terkait penempatan data center dalam rangka membangun kedaulatan digital dengan menggulirkan revisi PP PSTE.

Jika Google mau "mengalah" demi mengejar potensi ekonomi digital US$33 miliar di Vietnam, rasanya hal yang mustahil bagi pemain digital akan melepas potensi US$100 miliar yang dijanjikan ekonomi digital Indonesia pada 2025.

Pemerintah Indonesia harus kembali ke semangat Nawa Cita ketika kabinet kerja pertama dibentuk pada 2014 lalu dimana menjanjikan negara hadir untuk melindungi warganya dan mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik.

Wujud keberpihakan itu harus ditunjukkan dengan menegakkan PP PSTE dan menghentikan proses revisi yang tengah berlangsung.

@IndoTelko

Artikel Terkait
Rekomendasi
Berita Pilihan
IndoTelko Idul Fitri 2024
More Stories
Data Center Service Provider of the year