telkomsel halo

Hati-hati revisi DNI untuk sektor TIK

06:30:00 | 19 Nov 2018
Hati-hati revisi DNI untuk sektor TIK
Ketua Umum IDIEC M. Tesar Sandikapura.(dok)
JAKARTA (IndoTelko) - Indonesian Digital Empowerment Community (IDIEC) mengingatkan pemerintah untuk berhati-hati dalam menggulirkan rencana merevisi Daftar Negatif Investasi (DNI) bagi sektor Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK).

"Jika bisnis TIK dibuka 100% bagi asing, ditambah rencana penempatan data boleh di luar negeri, komplit sudah pemerintah menggadaikan kedaulatan digital di tengah jargon Nawacita yang digaungkannya," tegas Ketua Dewan Penasihat Indonesian Digital Empowerment Community (IDIEC) Mochammad James Falahuddin dalam rilisnya, Senin (19/11).

Menurut James, jika rencana perubahan DNI, khususnya di sektor TIK tidak didukung  suatu pemaparan prediktif dan/atau analisa skenario kualitatif serta kuantitatif yang transparan oleh Pemerintah kepada Publik, maka kebijakan itu akan menjadi pepesan kosong.

“Hingga saat ini pemerintah belum melansir prediksi tentang dampak revisi DNI itu bagi ekonomi, politik, budaya, pertahanan keamanan secara komprehensif bagi sektor TIK. Ini juga bisa dilihat dari puluhan PKE yang dikeluarkan selama 4 tahun terakhir ini, apa hasilnya?” tanyanya.

Skenario Besar
Ketua Umum IDIEC M. Tesar Sandikapura menduga ada benang merah dari semua keinginan pemerintah merevisi Peraturan Pemerintah 82 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik (PP PSTE), akan mengesahkan RPP Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE), dan mengubah DNI untuk sektor TIK.

"Kalau yang berkecimpung di bisnis TIK melihat ini seperti ada skenario besar menjadikan Indonesia hanya menjadi pasar saja ujungnya. Akhirnya saya melihat kampanye "Kedaulatan" di rezim ini hanya jargon, minus substansi," tegasnya.

Diingatkannya, jika data yang beredar benar terkait rencana relaksasi DNI di sektor TIK, sangat berbahaya bagi kedaulatan digital nasional.

Misalnya, bicara akan dibukanya NAP bagi asing dimana secara logic merupakan batas teritorial digital dengan asing karena di titik itulah perpindahan data antara cloud lokal dan cloud asing yang ditandai dengan alamat Internet Protocol (IP) dilakukan.

“Kalau NAP dibebaskan 100% milik asing, sama saja menyerahkan batas negara kita untuk dikelola asing. NAP itu cyberborder. IP Address itu ada alokasinya dan dimaintain dengan ketat oleh The Network Information Center (NIC), jadi jelas mana alokasi punya Indonesia mana asing. Dari situlah secara ilmu perbandingan hukum bisa dianalogikan sebagai border, titik pertemuan antara lokal dan asing,” ulasnya.

Dikatakannya, lebih dari cukup kemampuan Indonesia mengembangkan bisnis, teknologi beserta ekosistemnya.

“Kita memang butuh dana asing untuk menggerakkan ekonomi tetapi bukan berarti dengan cara murahan dan merendahkan diri seperti ini. Akan ada seribu cara dan upaya yang lebih baik daripada eufemisme relaksasi DNI itu. Kedaulatan digital adalah titik terakhir yang tak bisa digadai atas nama apapun," tegasnya.

Ketua IDIEC Bidang Regulasi dan Pemerintahan Ardian Asmar menilai langkah pemerintah melakukan liberalisasi harus tetap mengacu pada konsep kedaulatan bangsa yang sudah dibangun oleh para pendiri bangsa.

"Kita seperti ditarik mundur kembali ke masa VOC silam, dimana bangsa yang besar ini hanya dijadikan budak kolonialisme, tanah kita dipaksa diambil alih para penjajah dan pekerjanya pun merupakan pekerja paksa dengan upah sangat rendah. Lebih menyakitkan, hampir tidak ada keuntungan secara ekonomi berbalik ke negeri ini. Akankah ini kembali berulang, tapi dengan gaya modern kita sebut fenomena "Digital Slavery" atau perbudakan digital," katanya.

Diharapkannya, kepada para pemangku kepentingan untuk sadar kembali tentang hakikat Kedaulatan Bangsa ini yang hakiki, yaitu kita mampu "Menguasai" segala sumber daya bangsa ini dengan mandiri dan proposional, sehingga amanat UUD 45 agar sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat dapat tercapai.

“Janganlah kita  menggadaikan negeri ini kembali ke tangan asing, dimana nantinya kita akan melihat anak cucu menjadi "Budak" di Negeri sendiri," tutupnya.

Seperti diketahui, pemerintah baru saja mengumumkan Paket Kebijakan Ekonomi (PKE) ke-16 akhir pekan lalu.

Salah satu yang digulirkan dalam PKE ke-16 adalah relaksasi Daftar Negatif Investasi (DNI) sebagai upaya untuk mendorong aktivitas ekonomi pada sektor-sektor unggulan.

Dalam pemberitaan media dinyatakan revisi DNI tahun ini mencakup relaksasi sebanyak 54 bidang usaha dan 138 bidang usaha yang digabung sehingga terdapat sekitar 392 bidang usaha yang mengalami perubahan pada revisi DNI kali ini.

Dalam kelompok 54 bidang usaha yang akan dibuka untuk asing itu, ada sejumlah sektor berkaitan langsung dengan industri Teknologi, Informasi dan Komunikasi  (TIK).

Diantaranya, Perdagangan eceran melalui pemesanan pos dan internet, Warung Internet, Jasa sistem komunikasi data, Penyelenggaraan jaringan telekomunikasi tetap, Penyelenggaraan jaringan telekomunikasi bergerak, Penyelenggaraan jaringan telekomunikasi layanan content (ringtone, sms premium, dsb), Pusat layanan informasi dan jasa nilai tambah telpon lainnya, Jasa akses internet (Internet Service Provider),  Jasa internet telepon untuk keperluan publik, Jasa interkoneksi internet (NAP) dan jasa multimedia lainnya akan terbuka penuh bagi investor asing.

Jika mengacu pada Perpres nomor 44 tahun 2016 pada 12 Mei 2016 tentang daftar bidang usaha yang tertutup dan terbuka dengan persyaratan di bidang penanaman modal  untuk jaringan tetap telekomunikasi, jaringan bergerak telekomunikasi, jasa telekomunikasi content (ring tone, SMS Premium, dan lainnya), call center dan jasa nilai tambah telekomunikasi, penyedia jasa internet, sistem komunikasi data, ITKP, jasa interkoneksi internet (NAP) hanya dibuka untuk investor asing hingga 67%.

Namun, rencana perubahan ini menjadi simpang-siur setelah tersiar kabar baru 28 bidang usaha yang disetujui perubahan DNI. (Baca: Rencana Perubahan DNI)

GCG BUMN
Untuk 26 bidang usaha lainnya, masih menunggu konfirmasi dari Kementerian Perdagangan (Kemendag), Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kemen PUPR), Kementerian Perhubungan (Kemenhub) dan Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kominfo) terutama terkait dengan Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) dan persyaratan.(id)

Ikuti terus perkembangan berita ini dalam topik
Artikel Terkait
Rekomendasi
Berita Pilihan
More Stories
Data Center Service Provider of the year