telkomsel halo

XL harapkan ada kepastian soal biaya interkoneksi

14:18:26 | 26 Aug 2016
XL harapkan ada kepastian soal biaya interkoneksi
Dian Siswarini (dok)
JAKARTA (IndoTelko) – PT XL Axiata Tbk (XL) mengharapkan ada kepastian terkait penetapan biaya interkoneksi paca pemerintah mengumumkan penurunan pada 2 Agustus lalu.

“Kami sangat berharap surat edaran yang dikeluarkan 2 Agustus itu ditetapkan menjadi Peraturan Menteri (PM) dan mulai berlaku sesuai jadwalnya yakni 1 September 2016,” tegas President Director XL Axiata Dian Siswarini kala menghadiri Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) antara operator seluler dengan Komisi I DPR, kemarin.

Dalam RDPU hadir President Direktor/CEO XL Dian Siswarini, Presiden Direktur Smartfren Merza Fachys, President Director dan CEO Indosat Ooredoo Alexander Rusli, Direktur Utama Telkomsel Ririek Adriansyah, Direktur Utama Telkom Alex Sinaga, dan Wakil Presiden Direktur Tri PT Hutchison 3 Indonesia M. Danny Buldansyah.

Menurutnya biaya interkoneksi yang tinggi di Indonesia menyebabkan trafik komunikasi antar operator menjadi rendah. “Sekarang untuk panggilan lokal seluler Rp 250 dan jarak jauh Rp 452. Angka yang dikeluarkan regulator untuk 1 September adalah Rp 204 untuk lokal dan Rp 304 untuk jarak jauh. Ini sebenarnya masih jauh di bawah harapan XL, tetapi kami tak masalah ditetapkan pada 1 September mendatang untuk kepastian menjalankan roda bisnis,” tukasnya.

Diungkapkannya, jika ditanya versi XL, biaya interkoneksi untuk anak usaha Axiata ini Rp 65. “Itu kami pakai konsultan terkenal. Tetapi kita sadar penetapan biaya interkoneksi tak bisa lihat sisi teknis saja, ekonomis juga harus dilihat. Terlalu tinggi merugikan, terlalu rendah tak menarik bagi investasi,” jelasnya.

Ditegaskannya, XL siap menurunkan tarif ritel jika biaya interkoneksi baru ditetapkan pada 1 September mendatang. “Sebenarnya kita sudah turunkan tarif ritel untuk salah satu produk. Tadinya Rp 300-an per menit sekarang menjadi Rp 31 menit. Kalau dilihat itu dibawah recovery cost karena kita hitung tadi Rp 65. Kita jualnya Rp 100 an per menit,” ulasnya.

Diingatkannya, biaya interkoneksi sebenarnya dalam implementasi melalui kesepakatan business to business (B2B) antara operator, sedangkan porsi pemerintah menetapkan ceiling. “Jadi itu nanti tak seragam juga, tergantung negosiasi di lapangan,” tukasnya.

Sementara  President Director & CEO Indosat Ooredoo Alexander Rusli menjelaskan penurunan biaya interkoneksi berperan penting dalam penciptaan iklim kompetisi yang sehat, mengurangi hambatan bagi pelaku, serta memacu industri untuk terus berusaha menjadi lebih efisien.

“Beri kami kesempatan untuk merasakan laba di luar Pulau Jawa seperti “kakak disebelah" ini,” kata Alex merujuk kepada Direktur Utama Telkomsel Ririek Adriansyah dan Direktur Utama Telkom Alex J Sinaga yang kebetulan duduk disampingnya.

Diungkapkan Alex, interkoneksi menjadi salah satu penghambat bagi Indosat bermain di luar Jawa. “Kita rugi di luar Jawa, kalau biaya interkoneksi diturunkan, biarkan kami mencoba menawarkan produk yang variatif ke pelanggan,” keluhnya.

Alex mengingatkan hitungan asimetris versi yang didengungkan Telkomsel berbeda dengan best practice di global. “Terminologi asimetris di dunia global seharusnya membuat operator dominan mengalah dengan operator kecil. Asimetris di global pada dasarnya menjaga iklim kompetisi agar yang dominan dan kecil tak terlalu jauh gap-nya. Kalau di sini pengertian asimetrisnya beda," kata Alex. (Baca: Dibalik biaya interkoneksi)     

Sekadar diketahui, biaya interkoneksi merupakan salah satu komponen yang menjadi dasar tarif ritel yang dikenakan pada pelanggan. Selain interkoneksi masih ada unsur lain, seperti margin keuntungan yang diharapkan operator dan biaya promosi.

Setiap revisi biaya interkoneksi dilakukan, operator selalu terbelah. Polemik makin pelik karena Menkominfo Rudiantara menggunakan strategi mengeluarkan surat edaran ketimbang langsung memutuskan menetapkan menjadi PM dari hasil biaya interkoneksi.

Suasana makin rumit karena Telkom Group yang menjadi acuan hitungan sebagai operator dominan merasa proses perhitungan sudah meleset dari agenda semula.

Telkom Group mengutip Surat DJPPI No.60/Kominfo/DJPPI/PI.02.04/01/2015 tanggal 15 januari tentang permintaan pendapat terhadap konsep Whitepaper Penyempurnaan  Regulasi Tarif & Interkoneksi dinyatakan Peraturan Menteri No 8/2006 pada dasarnya mengatur perhitungan interkoneksi secara asimetris.

Pilihan perhitungan ini karena ingin membantu operator dalam pengembalian investasi yang harus dimanfaatkan untuk menciptakan kompetisi yang sehat, perluasan jaringan, peningkatan kapasitas, dan kualitas layanan.

Dalam Whitepaper juga dinyatakan data input biaya elemen jaringan berbasis regional dan menjumlahkan setiap biaya jaringan seluruh regional dengan trafik nasional agar dapat diperoleh perhitungan yang akurat dengan mempertimbangkan kondisi setiap wilayah Indonesia.(Baca: Tarik menarik interkoneksi)

GCG BUMN
Makin dramatis, Menkominfo Rudiantara tak pernah membalas surat keberatan yang dilayangkan Telkom Group beberapa kali sejak 13 Juni hingga 12 Agustus 2016.(dn)

Artikel Terkait
Rekomendasi
Berita Pilihan
More Stories