JAKARTA (IndoTelko) - Aksi empat operator GSM memulai komersialisasi layanan 4G-Long Term Evolution (LTE) di frekuensi 1.800 MHz pada awal Juli 2015 dinilai menjadi momentum membangkitkan Average Revenue Per User/ARPU) guna bisa bertahan di kompetisi seluler nasional.
“ARPU industri rata-rata sekarang sekitar Rp 25 ribu. Ada 4G memang bisa meningkatkan ARPU, tetapi belum tentu untuk pendapatan,” ungkap Ketua Umum Asosiasi penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI) Alexander Rusli, belum lama ini.
Pria yang juga menjadi Presiden Direktur & CEO Indosat ini menyatakan, ARPU bisa meningkat karena konsumsi bandwitdh menjadi boros sehingga isi ulang akan lebih sering dilakukan pelanggan.
“Kita sudah pengalaman dengan migrasi 2G ke 3G, ARPU data memang naik. Masalahnya, migrasi 4G ini butuh berapa tahun. Kalau ditanya dampaknya ke kinerja tahun ini, belum terasa. Normalnya migrasi ini bisa lima sampai enam tahun, tergantung ekosistem,” paparnya.
Menurutnya, hal yang paling penting dilakukan operator sekarang adalah melakukan rebalancing tarif data agar bisa menjaga kualitas layanan dan reinvestasi untuk teknologi. “Tarif data di Indonesia ini harus disehatkan kembali. Sekarang sekitar Rp 0,05 per Kb. Di India, rata-rata margin layanan data bisa tiga kali lipat dari Indonesia tetapi tetap saja kontribusinya rendah.,” katanya.
Perubahan Perilaku
Presiden Direktur XL Axiata Dian Siswarini mengakui adanya 4G akan mengubah perilaku dari pengguna karena pemakaian menjadi lebih tinggi berkat kecepatan layanan data yang lebih joss.
"Kalau harga satuan dan penggunaan per pengguna naik, tentunya ARPU jadi naik. Isunya, saat ini operator masih menjual harga satuan layanan data (Rp/Mb) di bawah biaya. Padahal, kalau mau sehat, operator harus menjualnya di atas biaya," kata Dian.
Menurutnya, saat ini selisih antara harga layanan data dengan cost di setiap operator berbeda-beda tergantung pada bisnis model yang dianut. "Kalau di XL saat ini harga satuan (Rp/Mb) masih sedikit di bawah biaya. Targetnya di tahun depan lebih tinggi lagi," katanya.
Direktur Utama Telkomsel, Ririek Adriansyah, mengakui adanya salah persepsi di masyarakat bahwa layanan 4G lebih mahal dan kuotanya lebih cepat habis.
"Paketnya sama saja, tidak ada perubahan tarif. Yang harus diperhatikan cuma penggunaan datanya. Karena begitu pakai 4G pasti lebih cepat. Yang biasanya tidak dikonsumsi pun juga ikut dikonsumsi sekarang," terang Ririek.
GM Strategi Pemasaran LTE Telkomsel Yudi C. Anwar membeberkan tidak ada satu pun operator di dunia yang kecipratan tambahan pendapatan dan pelanggan signifikan setelah menaikkan tarif data dari layanan 3G ke 4G.
Bahkan, salah satu pemilik saham Telkomsel, Singapore Telecommunications Ltd (Singtel), pun pernah mengoreksi penerapan tarif premium untuk 4G.
“Berdasarkan pengalaman 98 operator di dunia yang telah luncurkan 4G LTE, hanya ada empat yang coba pakai premium pricing. Dan keempat-empatnya gagal. Sama seperti Singtel yang coba premium tapi tidak berhasil dan harus menderita enam bulan karena enggak naik-naik pelanggannya,” ujarnya.
Ditegaskannya, Telkomsel tidak akan mengubah tarif data per Kilobyte seperti yang saat ini berlalu pada layanan 3G. “Telkomsel saat ini kuotanya memang kecil-kecil. Tapi kebiasaan pelanggan kita sekarang sudah berubah. Bahkan bisa isi ulang kuota sampai empat kali dalam sebulan. Dengan cara ini pendapatan tumbuh,” katanya.(id)