telkomsel halo

Rame-rame Memburu Mitratel

11:35:57 | 17 Jun 2013
Rame-rame Memburu Mitratel
Ilustrasi (DOK)
JAKARTA (IndoTelko) – PT Telekomunikasi Indonesia (Tbk) Telkom belum lama ini melepas 80% sahamnya di anak usaha TelkomVision ke CT Corpora.

Aksi korporasi ini sebenarnya tak begitu mengejutkan karena manajemen Telkom di bawah komando Arief Yahya sebagai Direktur Utama memang tengah terus membenahi bisnis Badan Usaha Milik Negara (BUMN) itu agar fokus di bisnis Telecommunication, Media, Information, Edutainment, dan Services (TIMES).

Usai melepas TelkomVision, dalam pipeline Telkom masih ada satu anak usaha yang rencananya akan dilepas yakni  PT Dayamitra Telekomunikasi (Mitratel).

Berbeda dengan TelkomVision, pelepasan Mitratel salah satu yang ditunggu oleh pasar. Jika TelkomVision ditaksir memiliki nilai korporasi sekitar Rp 2 triliun, maka Mitratel jika hanya melihat aset tiga ribu menara yang dimilikinya bisa mencapai Rp 3 triliun.

Angka tersebut di luar kontrak jangka panjang yang dimilikinya mengingat Telkomsel dan Telkom Flexi adalah pelanggan tetap.

Pada 2012, Mitratel  memiliki  pendapatan sebesar Rp 1,6 triliun atau 100,6% dari target dengan pertumbuhan pendapatan sebesar 120% dibandingkan tahun lalu, serta mencatat laba bersih sebesar Rp 305,007 miliar yang mengalami peningkatan sebesar 66%.

Strategi
Mitratel sejak 2011 telah diwacanakan dibawa melantai ke bursa saham oleh Telkom. Namun, belakangan strategi untuk masuk bursa sepertinya berganti.

Tadinya, Initial public offering (IPO) adalah pilihan utama. Namun, sekarang berkembang mengadopsi pola  backdoor listing dengan menggabungkan Mitratel ke perusahaan penyedia menara yang sudah tercatat di bursa saham

Praktik Backdoor listing biasanya saham dari satu perusahaan diambil alih oleh perusahaan yang telah tercatat di bursa saham sehingga secara tidak langsung menjadi bagian dari emiten yang tercatat di pasar modal.

Aksi seperti ini belum lama ini dilakukan  RetowerAsia yang dibeli PT Centrin Online Tbk (CENT) pada November 2012 lalu.

Saat ini terdapat lima perusahaan menara telekomunikasi yang tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI), antara lain PT Sarana Menara Nusantara Tbk (TOWR), PT Tower Bersama Infrastructure Tbk (TBIG), PT Inti Bangun Sejahtera Tbk (IBST), PT Centrin Online Tbk (CENT), dan PT Solusi Tunas Prama Tbk (SUPR).

Untuk menangani aksi korporasi tersebut Telkom sudah menunjuk Barclays Capital. Kabar beredar,  Barclays Capital, tengah mengundang penyedia menara yang tercatat di bursa saham dalam beauty contest pelepasan saham  Mitratel.

Memburu
Direktur Utama Sarana Menara Nusantara Adam Gifari menegaskan perseroan siap ikut memburu Mitratel jika peluang yang disediakan memungkinkan.

"Kalau ada operator yang melepas, entah itu Telkom melalui anak usahanya, Mitratel, atau Indosat sebanyak 1.500 menara, jika peluangnya baik, Sarana Menara siap," tegasnya.

Pasalnya, perseroan memiliki ruang untuk pinjaman sebesra 5 kali dengan jumlah kas mencapai US$ 97,5 juta. Belum lagi plafon pinajaman yang dimiliki baik dalam bentuk dollar AS, Euro, dan Rupiah total sekitar US$ 850,4 juta.

"Profil yang saya paparkan ini rasanya sudah cukup menyatakan Sarana Menara siap melakukan akuisisi dalam skala besar dari aset-aset milik operator," katanya.

Direktur Utama Solusi Tunas Pratama Nobel Tanihaha mengakui tertarik dengan  Mitratel untuk memperbesar asetnya.

"Informasi soal Mitratel itu lebih banyak di media massa, kami belum tahu skema apa yang akan dipilih Telkom.  Apakah opsi merger atau akuisisi. Kalau ada peluang kenapa tidak,” jelasnya.

Tak mau kalah, Presiden Direktur Tower Bersama Herman Setya Budi menegaskan, perseroan selalu siap ikut dalam perburuan membeli menara milik operator jika ada yang melepasnya tahun ini.

“Kita tidak  tahu rencana Telkom terhadap Mitratel, termasuk isu back door listing. Jika memang ada peluang dan itu resmi kami siap. Kita ada dana standby,” katanya.

Pasar Tumbuh
Para penyedia menara ini wajar saja menggebu memburu menara milik operator. Simak data yang disajikan Morgan Stanley Hong Kong Periode April 2013. Average Revenue Per User (ARPU) di Indonesia untuk segmen bawah akan meningkat menjadi Rp 17 ribu, sementara di menegah atas meningkat menjadi Rp 40 ribu- Rp 45 ribu per bulan.

Alhasil, potensi peningkatan ARPU di kisaran 10-30% berkat variatifnya harga dan bonus yang ditawarkan operator.

Masih dalam kajian tersebut, dalam tiga sampai lima tahun ke depan pendapatan data non SMS diperkirakan mencapai Rp 28 triliun hingga Rp 55 triliun dengan sumbangan 25% sampai 40% dari total pendapatan layanan nirkabel.

Saat ini pendapatan data non SMS di negara Asia seperti Hong Kong bagi total omzet nirkabel di kisaran 30%-40%, sementara Indonesia 25%-30%. Secara total, pendapatan seluler Indonesia akan terus tumbuh 10% setiap tahunnya.

Nah, jika pasar terus tumbuh, tentunya operator butuh ekspansi. Hal ini berarti untuk negara  kepulauan seperti Indonesia itu adalah ladang uang bagi penyedia menara.(id)

Artikel Terkait
Rekomendasi
Berita Pilihan
IndoTelko Idul Fitri 2024
More Stories
Data Center Service Provider of the year