telkomsel halo

Pelaku usaha siap adopsi skema baru dari pajak kripto

04:04:00 | 02 Aug 2025
Pelaku usaha siap adopsi skema baru dari pajak kripto
JAKARTA (IndoTelko)— Pelaku industri kripto nasional menyambut positif kebijakan pajak terbaru yang diterbitkan pemerintah melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 50 Tahun 2025.

Namun, mereka juga menyoroti sejumlah tantangan teknis dan ketimpangan dalam struktur tarif yang dinilai masih belum ideal bagi pertumbuhan ekosistem digital.

Kebijakan baru yang mulai berlaku pada 1 Agustus 2025 tersebut menetapkan tarif Pajak Penghasilan (PPh) final sebesar 0,21% atas transaksi kripto melalui bursa domestik, dan 1% untuk transaksi yang dilakukan di platform luar negeri.

Sementara itu, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas aset kripto dihapus, menyusul perubahan status aset kripto yang kini dikategorikan sebagai surat berharga.

Langkah ini disebut sebagai bentuk reformasi fiskal yang dirancang untuk meningkatkan kepastian hukum, mendorong transaksi di bursa dalam negeri, dan menyerap potensi penerimaan negara dari sektor yang mencatat nilai transaksi hingga Rp650 triliun sepanjang 2024.

Progresif
CEO Tokocrypto, Calvin Kizana, menilai kebijakan ini sebagai langkah maju dalam pengakuan aset kripto sebagai bagian dari ekosistem keuangan formal di Indonesia.

“Skema perpajakan baru ini cukup progresif. Dengan penghapusan PPN dan hanya mengenakan PPh final saat penjualan, investor kini mendapatkan kepastian dan efisiensi dalam bertransaksi,” ujarnya.

Namun demikian, Calvin juga mengkritisi struktur tarif yang menurutnya masih kurang seimbang jika dibandingkan dengan pasar modal. Ia menyebut, penerapan PPh final yang dikenakan tanpa mempertimbangkan untung atau rugi justru berpotensi menciptakan ketidakadilan fiskal.

“Ini berbeda dengan sistem capital gain tax yang hanya berlaku saat investor memperoleh keuntungan. Ke depan, kami berharap skema pajak bisa lebih mencerminkan asas keadilan dalam ekonomi digital,” tambahnya.

Masa Transisi
Selain struktur tarif, pelaku industri juga menyoroti pentingnya kesiapan infrastruktur teknis dan sistem pelaporan pajak untuk memastikan kelancaran implementasi aturan baru. Calvin mengungkapkan bahwa pihaknya tengah melakukan penyesuaian internal, termasuk pada sistem transaksi dan integrasi pelaporan pajak.

“Kami telah mengusulkan masa transisi minimal satu bulan sejak PMK diterbitkan. Ini penting agar semua platform memiliki waktu yang cukup untuk penyesuaian dan edukasi kepada pengguna,” jelasnya.

Ia juga menegaskan bahwa pengawasan terhadap transaksi di platform luar negeri perlu diperketat guna menciptakan level playing field yang adil bagi pelaku industri lokal.

Jika dibandingkan secara global, kebijakan Indonesia dinilai lebih moderat. India, misalnya, menerapkan tarif pajak atas kripto sebesar 30% dan belum membuka akses terhadap ETF Bitcoin. Thailand justru menghapus pajak penghasilan bagi pengguna bursa kripto lokal hingga 2029. Sementara di Amerika Serikat, kandidat presiden Donald Trump sempat mengusulkan penghapusan pajak capital gain atas kripto.

Calvin berharap, kebijakan fiskal yang lebih fleksibel dan adaptif dapat mendorong pertumbuhan sektor kripto nasional secara sehat dan inklusif.

GCG BUMN
“Kami berharap kebijakan pajak yang lebih fleksibel dan adaptif ini dapat menjadi fondasi bagi pertumbuhan ekosistem kripto yang sehat di Indonesia. Di sisi lain, kami mendorong agar pemerintah mempertimbangkan pemberian insentif fiskal bagi pelaku industri kripto nasional guna mendukung inovasi, penciptaan lapangan kerja, dan kontribusi terhadap inklusi keuangan digital di Indonesia,” pungkasnya.(ak)

Ikuti terus perkembangan berita ini dalam topik
Artikel Terkait
Rekomendasi
Berita Pilihan
More Stories