JAKARTA (IndoTelko) Pemerintah Indonesia tengah mempercepat penyediaan akses internet tetap dengan kecepatan hingga 100 Mbps, terutama di wilayah terpencil dan kawasan tanpa jaringan serat optik.
Langkah ini merupakan bagian dari upaya pemerataan digital nasional, yang diharapkan dapat mendukung peningkatan layanan publik, pendidikan, dan kesehatan di seluruh Indonesia.
Menteri Komunikasi dan Digital, Meutya Hafid, mengungkapkan bahwa kebijakan ini akan difasilitasi melalui alokasi spektrum baru dan penerapan skema jaringan terbuka (open access).
Dengan model ini, infrastruktur yang dibangun harus dapat digunakan bersama oleh berbagai penyelenggara layanan telekomunikasi, sehingga harga layanan menjadi lebih terjangkau dan persaingan sehat terjaga.
“Transformasi digital tidak bisa berjalan tanpa konektivitas yang memadai. Presiden menegaskan bahwa layanan publik harus digital, termasuk di daerah 3T (terpencil, terluar, dan tertinggal),” ujar Meutya.
Data dari Direktorat Jenderal Infrastruktur Digital Kementerian Komunikasi dan Digital menunjukkan bahwa saat ini, 86% sekolah di Indonesia (sekitar 190.000 unit) masih belum memiliki akses internet tetap, sementara 75% Puskesmas (7.800 unit) belum terhubung secara optimal.
Selain itu, sekitar 32.000 kantor desa masih berada dalam zona blank spot, dan penetrasi fixed broadband baru mencapai 21,31 persen dari total rumah tangga.
Untuk mengatasi tantangan tersebut, pemerintah menyiapkan spektrum baru yang akan dialokasikan secara transparan kepada penyelenggara jaringan tetap, dengan skema open access yang memastikan infrastruktur dapat digunakan bersama.
Proses seleksi operator akan dimulai tahun ini secara terbuka dan akuntabel, menekankan kesiapan teknologi dan komitmen layanan yang terjangkau.
Perluasan Infrastruktur
Sejalan dengan kebijakan tersebut, pemerintah melalui program BTS Universal Service Obligation (USO) terus memperluas pembangunan infrastruktur digital di wilayah 3T, termasuk Maluku, Maluku Utara, dan Nusa Tenggara Timur.
Meutya Hafid menyampaikan bahwa pembangunan infrastruktur harus disertai edukasi dan literasi penggunaan internet yang bijak agar masyarakat dapat memanfaatkan teknologi secara maksimal dan menghindari dampak negatif.
“Banyak masyarakat yang belum tahu cara menggunakan internet dengan baik, sehingga rawan terhadap konten negatif. Edukasi dan literasi digital sangat penting,” tegasnya.
Selain itu, Meutya menyoroti tantangan geografis Indonesia sebagai negara kepulauan dengan lebih dari 17 ribu pulau, yang memerlukan waktu dan usaha berkelanjutan untuk memastikan koneksi yang stabil dan cepat di seluruh wilayah.(wn)