telkomsel halo

#YangGajiKamuSiapa seret Rudiantara ke Bawaslu

11:18:30 | 02 Feb 2019
#YangGajiKamuSiapa seret Rudiantara ke Bawaslu
Rudiantara. (dok)
JAKARTA (IndoTelko) - Mulutmu Harimaumu. Inilah yang harus dirasakan Menkominfo Rudiantara pasca pengguna internet (warganet) dihebohkan dengan aksinya di acara Kominfo Next pada Kamis (31/1) lalu. (Baca: Rudiantara tegur ASN)

Dalam acara Kominfo Next, dimana salah satu materinya pemilihan desain sosialisasi Pemilu 2019 berujung ke aksi teguran lumayan keras dari Pria yang akrab disapa RA itu ke salah seorang aparatur sipil negara (ASN) karena dianggap berpihak dalam Pemilihan Presiden 2019.

Aksi Rudiantara dianggap arogan oleh warganet dengan mempertanyakan yang membayar gaji dari ASN itu.

"Bu, Bu, yang bayar gaji Ibu siapa sekarang? Pemerintah atau siapa?," tanya Rudiantara. Pegawai itu pun menjawab. Rudiantara kemudian menimpali, "Bukan yang keyakinan Ibu? Ya sudah, makasih," katanya seperti banyak yang beredar di media sosial.

Sontak warganet mempertanyakan pernyataan dari Rudiantara tersebut karena terkesan mempermalukan si ASN di depan publik. Belum lagi, kenyataannya gaji ASN ditanggung negara bukan pemerintah.

Alhasil, aksi tersebut menjadi perbincangan di dunia maya sehingga memunculkan tagar #YangGajiKamuSiapa sejak Kamis (31/1)

Advokat Cinta Tanah Air (ACTA) Y. Nurhayati, S.Ag, S.H., M.H., M.M. dalam keterangannya menyatakan tindakan Menkominfo Rudiantara tersebut diduga merupakan tindakan berupa pernyataan yang terkait dengan pemilu, karena dengan jelas mengatakan kata “Nyoblos".  

"Selain itu dengan menanyakan kepada Pegawai tersebut, "Bu, Bu, yang bayar gaji Ibu siapa sekarang? Pemerintah atau siapa?," serta "Bukan yang keyakinan Ibu?," merupakan imbauan atau seruan yang mengarahkan keberpihakan yaitu menggiring pola pikir untuk tidak mencoblos nomor 02 karena yang menggaji bukanlah keyakinan si pegawai, namun adalah pemerintah sekarang yang notabene merupakan Paslon Presiden 01," katanya.

Menurutnya, perbuatan Menkominfo Rudiantara tersebut patut diduga merupakan pelanggaran terhadap Pasal 282 juncto 283 Ayat (1) dan Ayat (2) juncto Pasal 547 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang
Pemilu (UU Pemilu) yang berbunyi:

Pasal 282
Pejabat negara, pejabat struktural, dan pejabat fungsional dalam jabatan negeri, serta kepala desa dilarang membuat keputusan dan/atau melakukan tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu peserta pemilu selama masa kampanye.

Pasal 283
(1) Pejabat negara, pejabat struktural, dan pejabat fungsional dalam jabatan negeri, serta aparatur sipil negara lainnya dilarang mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan terhadap peserta pemilu sebelum, selama, dan sesudah masa kampanye
(2) Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pertemuan, ajakan, imbauan, seruan atau pemberian barang kepada aparatur sipil negara dalam lingkungan unit kerjanya, anggota keluarga, dan masyarakat

Pasal 547
Setiap pejabat negara yang dengan sengaja membuat keputusan dan/atau melakukan tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu Peserta Pemilu dalam masa Kampanye, dipidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp. 36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah).

"Karena itu kami melaporkan Menkominfo Rudiantara kepada Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) untuk dapat ditindaklanjuti mengenai dugaan pelanggaran Pemilu," katanya.

Layak Dilaporkan
Sebelumnya sejumlah komunitas Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) mengusulkan aksi Rudiantara dilaporkan ke Bawaslu karena mengusik akal sehat dan tak patut secara etika sebagai pejabat publik. (Baca: Rudiantara Dikecam)

"Belajar dari kasus Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, aksi Rudiantara itu harus ada yang laporkan ke Bawaslu," tegas Direktur Indonesia ICT Institute Heru Sutadi.

Heru menyayangkan Rudiantara seperti tak siap menghadapi kenyataan jika ada yang berbeda pendapat dengan dirinya apalagi di depan publik. "Saya lihat beliau seperti kaget dari raut mukanya. Terus masih tak puas, setelah si Ibu turun masih berusaha "menekan" dan keluarlah pernyataan soal siapa yang menggaji itu. Kalimat seperti itu kan sangat tidak pantas diucapkan pejabat publik, di ruang publik pula," sesalnya.

Ketua Dewan Pembina Indonesian Digital Empowerment Community (IDIEC) Mochammad James Falahuddin menilai Rudiantara tak memiliki sensitifitas dan tak cakap membaca "aura" yang ada di ruang publik terkait Pilpres 2019.

"Walaupun tidak secara langsung, tapi simbol-simbol yang digunakan akan sangat mudah ditangkap bahwa ini mengarah ke Pilpres. Apalagi ditambah dengan Menkominfo keceplosan menyindir soal gaji ke stafnya yang memilih simbol No 2. Dan karena ini terjadi di jam kerja, sudah sepatutnya Bawaslu bertindak karena ini sudah terindikasi pelanggaran aturan kampanye," pungkasnya.

Sebelumnya, PLT Kepala Humas Kominfo Ferdinandus Setu mengakui dalam satu bagian acara sambutan, Mekominfo Rudiantara meminta masukan kepada semua karyawan tentang dua buah desain sosialisasi pemilu yang diusulkan untuk Gedung Kominfo dengan gaya pengambilan suara. (Baca: Klarifikasi Kominfo)

"Kami menyesalkan beredarnya potongan-potongan video yang sengaja dilakukan untuk memutus konteks masalah dan tidak menggambarkan peristiwa secara utuh," pungkasnya.

Dirjen Aplikasi dan Informatika (Aptika) Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) Semuel Pangerepan menegaskan penyebaran video yang tidak utuh di media sosial hingga menyebabkan penggiringan opini publik, bisa terancam Undang-Undang nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE)

"Kalau dipotongnya itu tidak sequence. Kalau dipotong secara konteksnya harus penuh, kalau tidak penuh konteksnya itu melanggar undang-undang ITE," tegas Pria yang akrab disapa Semmy itu.(id)

Ikuti terus perkembangan berita ini dalam topik
Artikel Terkait
Rekomendasi
Berita Pilihan
IndoTelko Idul Fitri 2024
More Stories
Data Center Service Provider of the year