telkomsel halo

SAFEnet kritisi otoritarianisme digital di tengah gelombang demonstrasi

04:04:00 | 07 Sep 2025
SAFEnet kritisi otoritarianisme digital di tengah gelombang demonstrasi
JAKARTA (IndoTelko) SAFEnet menilai gelombang demonstrasi sejak 25 Agustus 2025 tidak hanya memperlihatkan keresahan politik, sosial, dan ekonomi, tetapi juga menandai kemunduran serius bagi kebebasan berekspresi di ruang digital Indonesia.

Dalam pernyataan resminya, organisasi yang memperjuangkan hak-hak digital ini menilai pemerintah dan sejumlah platform media sosial telah melakukan praktik yang mengarah pada otoritarianisme digital dan militerisasi ruang siber.

“Situasi ini mencerminkan wujud nyata pembatasan kebebasan berekspresi, otoritarianisme digital, dan militerisasi ruang siber Indonesia,” tegas SAFEnet, dalam portal resminya belum lama ini.

Dugaan Pelanggaran
SAFEnet merinci sedikitnya enam peristiwa yang dianggap melanggar prinsip hak digital warga:

• Kriminalisasi aktivis. Khariq Anhar, mahasiswa Universitas Riau dan admin akun Aliansi Mahasiswa Penggugat (AMP), ditangkap di Bandara Soekarno-Hatta pada 28 Agustus 2025. Ia dijerat pasal UU ITE setelah mengampanyekan aksi protes di Instagram.

• Intimidasi digital. Kontak WhatsApp sejumlah pegiat masyarakat sipil beredar luas dan disalahartikan sebagai milik anggota DPR, sehingga memicu spam, pelecehan, dan serangan digital. SAFEnet juga mencatat adanya pengancaman, doxing, hingga kekerasan berbasis gender online terhadap pengkritik pemerintah.

• Gangguan akses informasi. Laporan adanya pembatasan fitur, pemadaman listrik di wilayah aksi, hingga dugaan sabotase kabel optik yang berdampak pada komunikasi publik.

• Penangguhan TikTok Live. Fitur siaran langsung ditangguhkan dengan alasan keamanan. SAFEnet menilai kebijakan ini merugikan masyarakat karena membatasi dokumentasi aksi serta menekan pelaku UMKM yang bergantung pada fitur tersebut.

• Operasi informasi. Narasi di media sosial disebut mengalihkan perhatian publik dari dugaan kekerasan aparat, termasuk framing peserta aksi sebagai anarkis. SAFEnet juga menyoroti peran akun resmi militer yang mengklaim TNI hadir sebagai “penengah”, padahal tidak memiliki mandat mengamankan demonstrasi.

• Overmoderation konten. Setelah Kominfo memanggil Meta dan TikTok, SAFEnet menemukan banyak konten terkait kekerasan aparat yang diturunkan. Beberapa akun juga ditangguhkan dengan dalih “ujaran kebencian”, padahal menurut SAFEnet merupakan ekspresi sah.

Desakan
Atas kondisi tersebut, SAFEnet mendesak sejumlah pihak segera bertindak.

• Pemerintah diminta menghentikan represi digital dalam menangani demonstrasi. Pembatasan, menurut SAFEnet, harus berlandaskan asas legalitas, nesesitas, dan proporsionalitas.

• Platform digital seperti Meta, ByteDance, dan Google diingatkan agar tidak tunduk pada permintaan pemerintah yang bertentangan dengan HAM. “Perusahaan harus memastikan operasionalnya menghormati hak asasi manusia sesuai Panduan PBB untuk Bisnis dan HAM,” tegas SAFEnet.

• TNI diminta menarik pasukan dari titik-titik demonstrasi dan menghentikan narasi bahwa mereka berperan sebagai penengah.

• Komnas HAM serta lembaga HAM independen lainnya diminta melakukan investigasi menyeluruh. SAFEnet juga mendorong Komite HAM PBB untuk memantau perkembangan di Indonesia.

GCG BUMN
SAFEnet mengimbau masyarakat sipil meningkatkan keamanan digital dan tidak terprovokasi narasi yang berpotensi memecah belah. “Penting bagi kita semua memastikan narasi tidak memuat stigma, pelabelan, maupun hasutan kebencian terhadap kelompok rentan dan minoritas,” ujarnya.(ak)

Ikuti terus perkembangan berita ini dalam topik
Artikel Terkait
Rekomendasi
Berita Pilihan
More Stories