telkomsel halo

IDC belum melihat adanya Unicorn di eCommerce Indonesia

05:17:25 | 22 Nov 2016
IDC belum melihat adanya Unicorn di eCommerce Indonesia
ilustrasi
JAKARTA (IndoTelko) - International Data Corporation (IDC) menilai belum adanya pemain eCommerce di Indonesia yang masuk dalam level Unicorn alias memiliki valuasi mencapai US$ 1 miliar.

"Kami belum melihat adanya pemain eCommerce dengan level Unicorn. Kami melihat data yang disajikan untuk eCommerce di Indonesia terlalu over kalkulasi," ungkap Country Manager IDC Indonesia, Sudev Bangah, kemarin.

Menurutnya, pemerintah telah salah memprediksi akan terjadi peningkatan belanja online seiring dengan bertambahnya pengguna smartphone dan internet. Padahal, kendala yang dihadapi masyarakat luar Jakarta itu belum menemukan solusinya sampai saat ini. Artinya, walau perangkat bertambah, tak berpengaruh terhadap peningkatan belanja online.

"Ini semua bisa terjadi karena tak jelasnya definisi eCommerce di Indonesia," katanya. (Baca: Mencari Unicorn)

Jika dibandingkan dengan negara lain, eCommerce didefinisikan sebagai perusahaan pure play alias eCommerce yang memproduksi barang dan punya platform mandiri dalam bertransaksi online. Contohnya adalah yaitu Amazon.

Sementara di Indonesia, IDC melihat punya tiga definisi eCommerce. Pertama, pure play atau transaksi dari Direct eCommerce. Kedua, total transaksi dari  Direct eCommerce, Consignment, dan Marketplace  Terakhir, transaksi dari Direct eCommerce, Consignment, Marketplace, dan Retailer online shop (O2O), diluar Online Travel serta ridesharing.

Di Indonesia, untuk perusahaan pure play tidak ada. Perusahaan seperti Lazada dan Zalora, memang menjalankan sistem pure play, tetapi keduanya tetap melibatkan pihak ketiga. “Bagaimana Indonesia mendefinisikan pasar eCommerce, akan terbukti menjadi penghalang terhadap perkembangan bisnis ini. Kurangnya definisi yang jelas, memungkinkan terlalu banyak interpretasi," ujarnya.

Tak jelasnya tafsir eCommerce menjadikan prediksi transaksi yang dibuat pemerintah bisa terlalu optimistis. Versi IDC, jika melihat eCommerce berdasarkan definisi yang ada di Indonesia, maka pada 2016, untuk kategori pure play transaksinya U$$202 juta, kategori pure play digabung dengan toko pihak ketiga sebesar US$449,7 juta dan kategori pure play, situs jual beli, diluar situs perjalanan dan ridesharing mencapai US$8 miliar.

IDC memprediksi untuk transaksi pada 2020, kategori pure eCommerce sebesar US$578 juta, kategori total eCommerce termasuk marketplace dan consignment US$1,8 miliar, dan kategori upliftment value US$21,046 miliar.

"Pemerintah Indonesia salah dalam menghitung potensi eCommerce di Tanah Air. Ini bisa saja karena data eCommerce O2O transaksinya dua kali dihitung. Selain itu, bisa juga disebabkan karena pemerintah memasukkan data ride sharing," duganya.

Head of Consulting IDC Indonesia, Mevira Munindira menambahkan, IDC juga menemukan hanya 13,3% pengguna internet Indonesia yang membeli barang secara online. Temuan tersebut termasuk mengejutkan, sebab selama ini berbagai survei sering menemukan 50% hingga 70% persen pengguna internet yang belanja online.

"Kita menemukan banyak dari pengguna internet memanfaatkan internet untuk berkomunikasi dan media sosial," ujarnya.

Dari demografi konsumen yang berbelanja online, IDC mengatakan, masih didominasi di kota besar, terutama Jakarta. Untuk memperluas penetrasi demografi konsumen yang berbelanja online, IDC menuturkan masih terdapat kendala besar, misalnya tingkat kepercayaan berbelanja online,  penetrasi kartu kredit dan edukasi kepada masyarakat selain di Jakarta.

Sebelumnya, pemerintah Indonesia menyakini pada 2016 transaksi eCommerce diprediksi mencapai US$13 miliar dan pada 2020, targetnya menembus US$130 miliar.

Namun, menurut IDC target dari pemerintah ini susah direalisasikan selain paparan di atas, juga ada tantangan lainya yakni terkait isu logistik dan infrastruktur, rendahnya penetrasi kartu kredit, tak jelasnya struktur dari pemerintah untuk mengelola eCommerce yang bisa menjadi bottleneck bagi pengembangan bisnis ini di masa depan.

"Sekarang ini bisa dikatakan belum ada inovasi di pasar dan semuanya masih melihat hanya dengan kacamata "Jakarta" saja," tutupnya.(ak)

Ikuti terus perkembangan berita ini dalam topik
Artikel Terkait
Rekomendasi
Berita Pilihan
More Stories
Data Center Service Provider of the year