JAKARTA (IndoTelko) – Kehadiran teknologi Long Term Evolution (LTE) ternyata tak hanya memberikan ruang bagi konten multimedia, tetapi juga peningkatan di layanan public safety.
“Selama ini banyak orang menggunakan LTE untuk streaming atau akses data besar. Sebenarnya diluar itu ada hal lain yang bisa ditawarkan teknologi LTE dimana penggunaan frekuensi menjadi lebih efisien dan data yang disalurkan menjadi lebih besar. Salah satunya untuk komunikasi public safety yang merupakan bagian dari msart city,” ungkap Head of Mobile Broadband Solution Sub Region Indonesia Nokia Solution and Networks Leo Darmawan dalam sharing session dengan IndoTelko, Rabu (15/6).
Diungkapkannya, selama ini komunikasi untuk Public Safety mengandalkan standar APCO P.25 dan Terresterial Trunked Radio (TETRA) untuk berkomunikasi. Biasanya sektor keamanan, kesehatan, transportasi dan lainnya yang berkaitan dengan public safety menggunakan perangkat berbasis kedua teknologi tersebut.
“Kekuatan dari teknologi ini adalah group call dan push to talk. Biasanya ini dibuat jaringan komunikasi sendiri, kepolisian lakukan seperti itu. Tetapi ini narrow band hanya 30 Kbps di frekuensi 800 MHz. Nokia di Korea Selatan tengah kembangkan platform komunikasi Public Safety berbasis LTE. Ini tengah menjadi tren juga di Inggris, Amerika Serikat, dan Perancis karena kebutuhan data lebih besar untuk Public Safety terkait isu keamanan. Prediksinya pada 2020 ada 10 juta pelanggan Public Safety berbasis LTE dengan nilai bisnsi US$ 6 miliar,” paparnya.
Dikatakannya, jika komunikasi untuk Public Safety mengadopsi teknologi LTE maka banyak hal yang bisa dilakukan. Pertama, dari sisi frekuensi tak hanya sebatas di 800 MHz, tetapi bisa di 700 MHz dan 450 MHz. Kedua, konten yang bawa bisa lebih banyak berupa video atau gambar. Bahkan dengan mobile computing, data bisa lebih cepat diunduh bagi pengguna. “Tentunya ini juga bisa lebih hemat,” katanya.
Dijelaskannya, untuk mengembangkan komunikasi Public Safety berbasis LTE bisa diinisiasi oleh pemerintah untuk membangun semua jaringan atau pemerintah berperan di core network, sementara di sisi akses menumpang ke radio milik operator.
“Memang ini tak mudah, banyak regulasi harus dibenahi. Misal soal frekuensi. Selain itu model bisnisnya pun harus jelas karena operator tentu melihat ini lahan bisnis baru. Tetapi sebagai peluang bisnis ini layak dicoba di Indonesia,” tutupnya.(id)