telkomsel halo

Menyoal nasionalisme di era digital

15:46:43 | 05 Jun 2016
Menyoal nasionalisme di era digital
Ilustrasi (dok)
Hasil riset Accenture belum lama ini mengungkapkan sejumlah perusahaan perlahan namun pasti sudah mulai beralih ke digitalisasi teknologi demi efisiensi perusahaan. Dalam laporannya, Accenture memprediksi digitalisasi akan difokuskan pada mobilitas.

Dalam kajiannya, Accenture menyebutkan sebesar 57% perusahaan dewasa ini sudah mulai melakukan investasi teknologi mobile dibandingkan dengan tahun lalu yang hanya sekitar 49% perusahaan.

Ada sekitar 44% perusahaan diprediksi juga akan melakukan investasi pada Internet of Things (IoT) sepanjang tahun ini dibandingkan dengan tahun lalu yang hanya ada sekitar 25%. Kemudian, investasi pada Cloud juga diprediksi akan naik tahun ini sebesar 38% atau naik sekitar 8% dibandingkan dengan tahun lalu. Selama tiga hingga lima tahun ke depan, investasi perusahaan diharapkan Accenture dapat mengarah ke big data dan analitik (38%), Internet of Things (IoT) (36%) serta mobile (31%).

Sementara IDC dalam prediksinya pasar Cloud di Indonesia sudah sangat bagus karena adopsinya juga semakin hari semakin meningkat. Prediksinyapada tahun 2019 mendatang, pasar public Cloud akan mencapai nilai US$300 juta. Menurut IDC,  sekitar 33% perusahaan global akan gulung tikar jika tidak segera mengadopsi teknologi cloud dan melakukan transformasi digital untuk mendorong efisiensi perusahaan dalam lima tahun ke depan.

Alhasil, transformasi digital dewasa ini sangat dibutuhkan oleh seluruh perusahaan agar tidak tertinggal dengan perusahaan yang sudah mengadopsi digitalisasi teknologi.

Nasionalisme
Di tengah kencangnya arus mendorong digitalisasi, sebuah angka yang dikeluarkan Direktur e-Business Ditjen Aplikasi dan Telematika (Aptika) Kemenkominfo Azhar Hasyim kala menjadi salah satu pembicara di Diskusi Indonesia Cellular Show (ICS) bertema Sharing Economy, Disruptive or Solution yang digelar IndoTelko.com pada Kamis (2/6) membuat dada ini sesak.

“Per Maret 2016  kita menjadi importir bandwidth besar sekali, kira-kira 1,5 Tbps. Tahun 2015 masih 390 Gbps atau  setara Rp 3,2 triliun. Kalau 1,5 Tbps bisa Rp 16 triliun. Ini baru dengan penetrasi internet di bawah 50% dari populasi,” ungkapnya.

Data yang diungkap ini seperti menegaskan Indonesia memang ketinggalan menjaga devisanya dalam era internet. Data ini berbicara di sisi infrastruktur dan aplikasi yang membuat trafik lari ke luar negeri sehingga potensi devisa melayang. (Baca juga: Revolusi Digital dan Pancasila)

Seandainya nanti penggunaan uang digital kian massif sebagai alat bayar aplikasi, potensi devisa lari ke luar negeri tentu makin besar karena settlement tak terjadi di Indonesia.

Kita boleh saja bicara Revolusi Digital akan membuat Indonesia menjadi salah satu kekuatan ekonomi baru di Asia. Tetapi, tanpa perencanaan strategis, semangat nasionalisme, serta nilai-nilai Pancasila, sepertinya hanya menghasilkan Survival of the fittest di sisi pelaku usaha, sementara bangsa ini malah terjebak dalam penjajahan digital (Digital Colonization) tanpa disadarinya.

@IndoTelko

Artikel Terkait
Rekomendasi
Berita Pilihan
IndoTelko Idul Fitri 2024
More Stories
Data Center Service Provider of the year