JAKARTA (IndoTelko) - Rencana PT Smartfren Telecom Tbk (FREN) dan PT Bakrie Telecom Tbk (BTEL) untuk
menggabungkan usaha sepertinya tak akan mulus.
Dikutip dari Bloomberg (23/9), Bakrie Telecom dan afiliasinya dituntut oleh para investor yang memegang obligasi US$ 380 juta ke pengadilan New York.
Para investor yang menguasai sekitar 25% dari total nilai obligasi itu mengaku telah memasukan tuntutan karena Bakrie Telecom gagal membayar bunga jatuh tempo untuk November dan Mei.
Menurut para investor Bakrie Telecom tidak memiliki rencana untuk melunasinya saat dilakukan negosiasi dengan steering committee terpilih untuk merestrukturisasi utang tersebut.
Dalam catatan, surat utang senilai US$ 380 juta yang mulai diterbitkan tahun 2010 ini memiliki bunga 11,5% per tahun. Bunga wesel senior ini memiliki jatuh tempo hingga 2015, dan harus dibayar setiap 7 Mei dan 7 November setiap tahunnya. Jika ditotal, nilai bunga selama satu tahun yang harus dibayarkan sebesar US$ 43,6 juta.
Pada 9 Juli 2013, Bakrie Telecom menunjuk FTI consulting sebagai financial advisor untuk melakukan penelaahan bisnis dan keuangan. Selanjutnya, perseroan berserta para pemegang obligasi membentuk steering committee untuk membahas restrukturisasi utang obligasi.
Bakrie Telecom sudah menunggak pembayaran bunga sebanyak dua kali, masing-masing pada 7 November 2013 dan 7 Mei 2014. Bahkan, lembaga pemeringkat
Fitch Rating menurunkan peringkat perseroan dari C ke posisi restricted default (RD).
Director & Chief Operating Officer Bakrie Telecom Imanuddin Kencana Putra kala dikonfirmasi terkait hal ini belum mau mengeluarkan komentar.
Sementara Direktur Smartfren Merza Fachys mengakui isu keuangan salah satu yang dibahas dalam penggabungan usaha ini. “Wacana penggabungan justru harus juga mengkaji bagaimana agar ada harapan bisa menyehatkan. Sama kala Mobile-8 dan Smart Telecom dulu bergabung. Cuma saya akui kalau bicara utang, jumlahnya yang ini (Bakrie Telecom) lebih Wow,” katanya.
Dalam catatan, kinerja Bakrie Telecom hingga semester pertama 2014 membukukan kerugian sebesar Rp 316,85 miliar dengan jumlah pelanggan sekitar 12 juta nomor. Sementara Smartfren memiliki kerugian di semester pertama 2014 sekitar Rp 652,14 miliar.
Tak sekali Bakrie Telecom meretas jalan konsolidasi di industri. Pada Maret 2012 Bakrie Telecom mengumumkan rencana mengakuisisi 35% saham Sampoerna Telekomunikasi Indonesia melalui skema penukaran saham (share swap). Skema ini juga yang akan diadopsi dengan Smartfren nantinya.
Kala itu, Bakrie Telecom telah meneken perjanjian jual beli bersyarat (CSPA) dengan pemegang saham STI, yakni Sampoerna Strategic dan Polaris, pada 13 Maret 2012. Namun, aksi koprorasi ini gagal karena
kondisi internal dari pemilik merek dagang esia itu.(id)