telkomsel halo

Menjaga Kedaulatan Negara di Angkasa

10:44:55 | 20 Okt 2013
Menjaga Kedaulatan Negara di Angkasa
Ilustrasi (DOK)
Pada medio September 2013 Kementrian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) mengirimkan surat ke PT Indosat Tbk (ISAT) sebagai pengelola  slot orbit 150,5 Bujur Timur (BT).

Isinya lumayan mengejutkan yakni  menyatakan Indosat sebagai pengelola slot orbit di 150,5 BT akan kehilangan haknya usai masa edar satelit Palapa C2 habis pada 2015 nanti.

Kemenkominfo menimbang menarik slot orbit itu dari Indosat dengan alasan ingin memanfaatkan untuk sesuatu yang lebih besar.Sesuai standar prosedur, Indosat diberikan tenggat waktu hingga Desember 2013 guna menanggapi keinginan dari pemerintah tersebut.

Langkah ingin menarik pengelolaan slot orbit itu dilakukan karena pemerintah sejauh ini belum puas dengan keterangan Indosat terkait rencana pengelolaan slot orbit 150.5 BT ke depannya.Ketidakpuasan ini rasanya sesuatu yang wajar jika mengingat slot orbit ini memberikan “cerita” tersendiri bagi sejarah pengelolaan slot orbit di Indonesia.

Hak Kelola
Sebagai catatan, pemerintah menyerahkan hak pengelolaan slot orbit 150.5 BT  kepada PT Satelindo yang kemudian bergabung ke Indosat.
Berdasarkan data Ditjen Postel, slot tersebut sebenarnya telah berakhir pada 2005 lalu. Namun karena adanya komitmen Indosat untuk mengisi slot sebelum 2009, maka Indonesia tetap memiliki slot 150,5  BT.

International Telecommunication Union (ITU) sendiri telah menginformasikan pada Februari 2005 slot tersebut bisa lepas dari Indonesia. Pemerintah Indonesia pun diberikan peluang memperpanjang hingga Agustus 2005.

Sayangnya, kesempatan tersebut tidak dimanfaatkan, hingga akhirnya pada  2007,  jagat telekomunikasi heboh dengan berita lepasnya slot orbit 150,5 derajat BT.

Untunglah, berkat keuletan melakukan negosiasi, slot tersebut tidak jadi lepas. Belajar dari kesalahan tersebut, pemerintah menyatakan slot orbit 150,5 derajat BT dikelola secara konsorsium oleh Telkom dan Indosat melalui surat yang diterbitkan pada Maret 2009.

Telkom dan Indosat pada 2010 menandatangani Memorandum of Understanding (MoU)  disaksikan Menkominfo Tifatul Sembiring guna menggarap bersama  slot 150,5 derajat BT.Di tengah jalan, Telkom balik badan dan lebih fokus ke satelit Telkom-3. Namun, satelit milik Telkom ini gagal mencapai orbit tahun lalu.

Antisipasi
Belajar dari masa lalu, pemerintah sepertinya tak mau kecolongan lagi karena hingga saat ini kontrak antara Indosat dan Orbital Science belum jelas.
Orbital Sciences Corporation adalah perusahaan dari Amerika Serikat yang digandeng Indosat untuk proses desain, produksi dan peluncuran satelit Palapa-E pada 2016 nanti yang akan menggantikan satelit Palapa C2.

Orbital juga tengah mencarikan fasilitas kredit ekspor bagi pendanaan satelit Palapa-E karena Indosat hanya mampu menalangi dari dana internal sekitar US$ 50 juta  dari total investasi sekitar S$ 200 juta hingga US$ 250 juta.

Kabar beredar, tadinya Indosat mau melakukan tandatangan kontrak dengan Orbital disaksikan Presiden Amerika Serikat Barrack Obama dan Presiden Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono pada KTT APEC lalu. Namun, karena Obama batal datang, rencana yang dirancang tak terealisasi.

Kerugian
Aksi pemerintah untuk bersikap tegas ini sesuatu yang wajar mengingat slot orbit adalah hak pemerintah dan tidak bisa kosong karena banyak negara yang mengincar.

Selain itu, jika terjadi kehilangan bisa juga mendatangkan kerugian negara. Misalnya, di C-Band dari 150.5 BT dengan satu transponder berkisar US$ 5 juta, jika negara kehilangan slot tersebut ada potensi kerugian US$ 180 juta.

Apalagi, sejauh ini dari dalam negeri banyak pihak yang menyatakan siap mengelola slot orbit 150.5 BT, misalnya dari perbankan ada  Bank Rakyat Indonesia (BRI).         

Sinyal pemerintah akan menarik slot orbit ini dari Indosat kian menguat dengan tengah dirancangnya Rancangan Peraturan Menteri (RPM) tentang Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio Untuk Dinas Satelit dan Orbit Satelit yang akan menggantikan  Peraturan Menteri Kominfo No. 37/P/M.KOMINFO/12/2006 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor: 13/P/M.KOMINFO/8/2005 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi yang Menggunakan Satelit.

Dalam RPM terbaru ini dinyatakan Menkominfo  bisa mencabut izin penyelenggaraan telekomunikasi pengguna satelit jika dinilai tidak mampu melaksanakan rencana pemanfaatan filing satelit berdasarkan hasil evaluasi oleh tim, atau dihapus (suppressed) filing satelitnya oleh ITU.

Posisi Indosat kian lemah jika RPM yang usai masa uji publiknya pada 25 Oktober mendatang ini menjadi Peraturan Menkominfo karena disebutkan penyelenggara satelit Indonesia wajib melaporkan kepada Menkominfo rencana pengadaan satelit pengganti paling lambat dua tahun sebelum berakhirnya umur satelit.

Laporan tersebut harus memuat antara lain rencana proyek dan bisnis, kepemilikan saham, profil perusahaan pembuat satelit, profil perusahaan peluncur satelit. Selain itu juga memuat kontrak peluncuran satelit dalam hal pengadaan satelit dengan cara membangun satelit baru sebagaimana dimaksud, kontrak pengadaan satelit atau perjanjian kerja sama dengan pemilik satelit, rencana pengujian penempatan satelit di orbit (in orbit test), dan spesifikasi satelit (jenis, masa operasi satelit, payload, coverage area).

Nah, jika begini tinggal Indosat menunjukkan keseriusannya mengelola slot orbit tersebut dengan mempercepat realisasi kontrak bersama Orbital.

Tanpa itu semua, rasanya susah mendapatkan kembali kepercayaan pemerintah yang sesuai amanat UUD 45 ditugaskan menjaga sumber daya alam untuk dipergunakan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat.

@IndoTelko

Artikel Terkait
Rekomendasi
Berita Pilihan
IndoTelko Idul Fitri 2024
More Stories
Data Center Service Provider of the year