telkomsel halo

UU Ciptaker untungkan operator telekomunikasi?

12:10:50 | 23 Okt 2020
UU Ciptaker untungkan operator telekomunikasi?
President Director Smartfren Telecom Merza Fachys
JAKARTA (IndoTelko) - Kehadiran Undang-undang Cipta Kerja (Ciptaker) diyakini menguntungkan operator telekomunikasi.

Menurut President Director Smartfren Telecom Merza Fachys UU Cipta Kerja Sektor Pos dan Telekomunikasi spiritnya sangat bagus dan dipercaya akan memberikan perubahan yang sangat berarti bagi sektor telekomunikasi. Perubahan positif ini akan berdampak bagi masyarakat dan seluruh komponen bangsa.

“Tujuan dari UU ini adalah untuk memberikan manfaat bagi seluruh bangsa Indonesia. Yang paling diuntungkan adalah operator dominan. Namun, operator lainnya juga diuntungkan. Jadi UU Cipta Kerja ini menguntungkan para stake holder telekomunikasi,”terang Merza.

Seperti kita ketahui bersama Telkom Group mendominasi sektor telekomunikasi di Indonesia, dimana Telkom merupakan operator dominan dalam layanan fixed sedangkan anak perusahaannya yaitu Telkomsel menguasai pangsa pasar layanan mobile.

Merza menilai, spectrum sharing untuk penerapan teknologi baru merupakan suatu keniscayaan. Terutama ketika bangsa Indonesia ingin menerapkan 5G. Sebab untuk menerapkan teknologi baru ini dibutuhkan spektrum frekuensi yang sangat besar (minimal 100 MHz).

Merza menceritakan, saat ini di Indonesia sudah tidak ada lagi spektrum frekuensi kosong yang dapat dipergunakan untuk mengimplementasikan layanan 5G. Sehingga ketika Indonesia hendak menerapkan Industri 4.0 dengan menghadirkan layanan 5G, mau tidak mau pelaku usaha harus melakukan kolaborasi spektrum frekuensi.

Dampak bagi perusahaan telekomunikasi adalah akan terjadinya percepatan penggelaran infrastruktur telekomunikasi.

Wakil Ketua Umum Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI) ini percaya UU Cipta Kerja akan mampu menyehatkan industri telekomunikasi nasional. Karena dengan spectrum sharing akan membuat perusahaan telekomunikasi menjadi lebih efisien.

“Oleh sebab itu spectrum sharing untuk penerapan teknologi baru dibuka di dalam UU Cipta Kerja. Dengan sharing ini pelaku usaha akan efektif dan efisien dalam menggelar layanan 5G. Sehingga ujung-ujungnya yang mendapatkan manfaat adalah masyarakat dan negara. Masyarakat bisa mendapatkan customer experience yang baik dengan harga yang terjangkau. Sementara negara bisa mendapatkan manfaat berupa pajak dan pendapatan non pajak,”terang Merza.

Merza berharap nantinya aturan pelaksananya seperti Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) dan Rancangan Peraturan Menteri (RPM) juga sejalan. Agar seluruh regulasi sejalan, semua aturan pelaksanaan UU harus benar-benar tertulis dengan jelas dan tidak multi tafsir. Sehingga bisa memberikan kepastian baik bagi pelaku usaha maupun masyarakat.

“Mari kita manfaatkan bersama UU Cipta Kerja yang sudah bagus ini untuk kemajuan bersama. Saya sangat berharap dengan dibukanya spectrum sharing jangan sampai ada pelaku usaha yang hanya memanfaatkannya sebagai sarana jual beli spektrum frekuensi. Jika itu sampai terjadi maka bahaya. Di PP dan PM nya harus sangat tegas mengatur larangan jual beli spektrum frekuensi. Mari kita kawal UU Cipta Kerja ini dari RPP hingga RPM,”pinta Merza.

Saat ini aturan yang terdapat dalam UU Cipta Kerja masih sangat umum. Nantinya harus ada aturan yang lebih rinci lagi yang akan dituangkan baik itu di PP maupun PM. Ada beberapa kalimat di dalam UU tersebut yang harus dijelaskan lebih detail baik di PP atau PM.

Merza memberikan contoh  dalam UU Cipta Kerja disebutkan bahwa Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (Pemda) dapat memberikan fasilitas dan kemudahan membangun infrastruktur telekomunikasi. Selanjutnya di pasal lainnya disebutkan dalam menyediakan infrastruktur pasif telekomunikasi, Pemerintah Pusat dan Pemda dapat mengenakan biaya yang terjangkau.

“Nah Pemerintah memberikan fasilitas dan kemudahan ini seperti apa. Apakah seluruh gorong-gorong dapat dipakai untuk infrastruktur telekomunikasi? Apakah kemudahan itu berarti beberapa izin dihilangkan? Mengenai biaya sewa yang terjangkau, ini menurut siapa terjangkau? Jangan sampai Pemda menetapkan biaya sendiri yang tinggi sehingga membuat layanan telekomunikasi menjadi mahal. Itu yang harus dirinci dan tegas dibahas di PP dan PM. Jika belum jelas maka belum bisa diaplikasikan,”terang Merza.

Sejatinya biaya yang nanti dikeluarkan oleh operator telekomunikasi merupakan biaya atas pembangunan infrastruktur pasif yang dibangun oleh Pemda, dimana penyusunan formula tarifnya melibatkan Kementerian Kominfo.

Bukan seperti yang saat ini tengah diberlakukan di Pemerintah Kota Surabaya yang hanya mengenakan biaya tanpa ada infrastrktur pasif yang mereka bangun.

Selain itu, infrastruktur pasif disediakan oleh Pemda sifatnya opsional untuk dimanfaatkan oleh operator, bukan wajib, dengan tetap memperhatikan infrastruktur telekomunikasi yang telah beroperasi sebelumnya dan menyesuaikan dengan spesifikasi teknis penyelenggara telekomunikasi. Tujuannya agar tidak menambah beban bagi operator telekomunikasi. Jika ada tambahan beban bagi operator, maka akhirnya yang akan menerima dampaknya adalah masyarakat pengguna layanan telekomunikasi.

Agar tujuan UU Cipta Kerja ini dapat segera tercapai dan tidak menimbulkan beban, Merza berharap dalam membuat RPP dan RPM nantinya, harus melibatkan seluruh stake holder telekomunikasi di Indonesia. Baik itu dari unsur masyarakat, KPPU, Kementerian terkait maupun pelaku usaha.

“Saya berharap nantinya seluruh stake holder telekomunikasi dapat berperan aktif untuk memagari RPP dan RPM yang nanti akan dibuat oleh pemerintah. Tujuannya agar dapat tetap menjaga spirit positif dari UU Cipta Kerja. Tentunya dengan tetap menjunjung tinggi serta menjaga iklim persaingan usaha yang sehat bagi sektor telekomunikasi,”pungkas Merza.(tp)

Artikel Terkait
Rekomendasi
Berita Pilihan
IndoTelko Idul Fitri 2024
More Stories
Data Center Service Provider of the year