telkomsel halo

Inikah alasan sulitnya memberantas ponsel ilegal?

11:40:04 | 11 Okt 2019
Inikah alasan sulitnya memberantas ponsel ilegal?
JAKARTA (IndoTelko) - Pemerintah tengah menyiapkan regulasi tentang pengendalian alat/perangkat telekomunikasi selular melalui identifikasi International Mobile Equipment (IMEI) atau dikenal dengan validasi IMEI.

Beleid ini disiapkan untuk memerangi maraknya telepon seluler (ponsel) ilegal yang beredar dimana sangat merugikan negara.

Asosiasi Ponsel Seluruh Indonesia (APSI) memperkirakan tidak kurang sekitar Rp2,8 triliun pertahun dengan asumsi 9 juta dari 45 juta ponsel yang baru (sekitar 20%) adalah Ponsel ilegal.  

Angka ini tentu akan lebih besar jika dihitung sejak teknologi selular beroperasi pada tahun 1994 hingga 4,5G pada tahun 2019 ini, bisa dibayangkan berapa besar kerugian negara akibat beredarnya ponsel ilegal di Indonesia.

Ketua Bidang Infrastruktur Broadband Nasional Masyarakat Telematika Indonesia (MASTEL), Nonot Harsono mengungkapkan, karut marutnya pemberantasan ponsel ilegal di Indonesia disebabkan Kementrian Perdagangan (Kemendag) tidak menjalankan tugas dan fungsinya dengan baik.

"Kemendag memiliki kecenderungan untuk mengalihkan tugas dan fungsi yang seharusnya menjadi tugas mereka ke kementrian lainnya," tuding Nonot dalam rilisnya kemarin.

Dicontohkannya, pemberantasan ponsel ilegal seharusnya merupakan tugas dan fungsi Kementerian Perdagangan. Namun tugas tersebut dialihkan ke Kementerian Perindustrian. Lalu Kementerian Perindustrian menyerahkan tersebut ke Kementrian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) untuk memblokir IMEI. Padahal Kominfo sendiri tidak memiliki legalitas yang kuat untuk memblokir IMEI.

"Kemendag tidak mengerti aspek legal dan masalah pelaksanaan secara teknis. Seharusnya institusi ini lebih dapat berperan aktif membuat kreteria dan daftar blacklist dan whitelist yang berasal dari tanda Pendaftaran Produk (TPP) impor maupun produksi. Tetapi kenyataannya sejak tahun 2012 tugas tersebut tidak pernah dilakukannya," tukasnya.

Menurutnya, dengan memasukan IMEI dalam blacklist Equipment Identity Register (EIR), semua ponsel ilegal tidak bisa dipergunakan.

"Sekarang untuk menentukan ponsel ilegal atau legal itu tugasnya Kemendag. Namun hingga saat ini institusi  yang seharusnya menjadi lembaga yang menetapkan perangkat tersebut legal atau ilegal itu sendiri tidak jelas," kesalnya.

Dikatakannya, seharusnya pemerintah dapat membuat peraturan pemerintah bukan peraturan menteri. Kalau tidak ada peraturan pemerintah  dan Kemendag enggan mengatakan perangkat itu ilegal atau tidak, percuma saja regulasi yang dibuat oleh Kominfo.

"Sebab Kominfo tidak memiliki landasan hukum untuk memerintahkan operator memblokir IMEI. Dari mana Kominfo tau IMEI legal dan ilegal. Dengan adanya peraturan pemerintah, membuat Kominfo memiliki landasan hukum yang kuat untuk meminta operator melakukan blokir IMEI,”ujar Nonot.

Diakuinya, memang bisa saja masing-masing kementrian membuat peraturan menteri untuk menekan peredaran ponsel ilegal. Namun, peraturan menteri adalah aturan pelaksana teknis dari peraturan pemerintah. Jika tak ada pijakan hukum  yang kuat, maka aturan yang dikeluarkan menteri tidak memiliki landasan hukum.  

Sorot EIR
Nonot juga mengkritisi rencana pemerintah yang akan meminta operator telekomunikasi untuk menyiapkan equipment identification registration (EIR).

Menurutnya untuk kepentingan negara, sudah seharusnya pengadaan EIR dilakukan oleh pemerintah.

“Sangat tidak fair jika yang mendapatkan keuntungan itu negara tetapi yang dikorbankan adalah operator telekomunikasi,”ujar Nonot.

Dia juga mengkritisi pernyataan salah satu anggota Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) yang mewacanakan untuk meminta operator mematikan layanan telekomunikasi diperangkat yang terindikasi menggunakan ponsel atau IMEI ilegal.

Diingatkannya, jika regulator tetap memaksakan untuk menjalankan pemblokiran layanan kepada pelanggan yang menggunakan ponsel ilegal, maka kepentingan konsumen akan tergangu. Sebab masyarakat yang membeli HP kan tidak tahu barang itu masuk secara legal atau ilegal.

Jika regulator bersikukuh memaksakan pemblokiran layanan telekomunikasi, regulator telekomunikasi sudah melampaui kewenangannya. Dengan regulator yang tetap memaksakan pemblokiran layanan, justru membuktikan ketidak berdayaan Kementrian Perdagangan dalam menjalankan fungsi dan tugasnya. Harusnya Kementrian Perdagangan membuat aplikasi yang mempermudah masyarakat untuk memeriksa ponsel tersebut masuk secara legal atau ilegal.

“Apa dasarnya Kominfo meminta blokir layanan. Apa Kemendag mengeluarkan daftar blacklist dan whitelist dalam perdagangan dan distribusi ponsel sebagai pijakan hukumnya. Pijakan hukumnya mengenai blacklist dan whitelist saja tidak pernah dibuat,”kata Nonot.

Selain akan merugikan masyarakat, rencana BRTI yang akan memblokir layanan telekomunikasi juga akan menciptakan iklim persaingan usaha tidak sehat. Sebab belum tentu semua operator akan melakukan blokir layanan telekomunikasi di perangkat yang terindikasi menggunakan ponsel ilegal. 

"Pemerintah harus bijak dan hati-hati dalam membuat regulasi pemblokiran IMEI. Jangan sampai masyarakat yang menjadi korban dan menimbulkan permasalahan baru," tutupnya.

Seperti diketahui, menjelang berakhirnya kabinet kerja jilid 1, regulasi pembatasan ponsel ilegal masih belum keluar. Regulasi yang digadang-gadang mumpuni memberangus ponsel ilegal tersebut masih dalam proses harmonisasi antar kementerian.(tp)

Ikuti terus perkembangan berita ini dalam topik
Artikel Terkait
Rekomendasi
Berita Pilihan
IndoTelko Idul Fitri 2024
More Stories
Data Center Service Provider of the year