telkomsel halo

Reformasi BRTI masih basa-basi

05:20:23 | 22 Dec 2018
Reformasi BRTI masih basa-basi
Menkominfo Rudiantara kala memberikan ucapan selamat ke KRT BRTI 2018-2022.(ist)
JAKARTA (IndoTelko) - Koalisi Masyarakat Telekomunikasi dan Internet Indonesia (MATII) menilai ide reformasi Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) yang digulirkan Rudiantara sejak menjabat sebagai Menkominfo hanya basa-basi.

"Kami melihat yang dilakukan Rudiantara terhadap BRTI bukan memperkuat lembaga tersebut, malah mengerdilkan. Impian adanya regulator telekomunikasi yang independen dan kuat itu hanya semu di tangan Rudiantara," sesal Koordinator Koalisi Masyarakat Telekomunikasi dan Internet Indonesia Kamilov Sagala, kemarin.

Menurutnya, tanda-tanda BRTI dikerdilkan terlihat dari keluarnya Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 15 Tahun 2018 tentang BRTI.

Pasal 1 dalam aturan itu menyatakan BRTI adalah Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Pos dan Informatika, Direktorat Jenderal Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika, Direktorat Jenderal Aplikasi Informatika, dan/atau Komite Regulasi Telekomunikasi yang terdiri atas unsur pemerintah dan unsur masyarakat.

Sementara di Pasal 6 dinyatakan BRTI terdiri atas: a. Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Pos dan Informatika  (PPI) atau Direktorat Jenderal Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika (SDPPI)
b. Direktorat Jenderal Aplikasi Informatika; dan
c. Komite Regulasi Telekomunikasi.

Anggota Komite Regulasi Telekomunikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c terdiri atas unsur pemerintah dan unsur masyarakat.

"Pasal 1 dan Pasal 6 itu saling bertolak belakang. Bagi yang tahu sejarah BRTI kan dulunya itu Ketua Dirjen Pos dan Telekomunikasi (Postel). Setelah Postel dipecah menjadi SDPPI dan PPI, maka ketuanya Dirjen PPI. Oke, sekarang dimasukkan ekonomi digital dengan adanya Ditjen Aptika, tetapi kenapa Dirjen PPI dikeluarkan dari susunan BRTI, sementara Ditjennya malah ada?" tanyanya.

Menurut Kamilov jika memang ingin memperkuat keanggotaan BRTI, seharusnya Staf Khusus Menkominfo tak dijadikan lagi anggota BRTI. "Semua tahu staf khusus pasti perpanjangan tangan Menkominfo. Idealnya Dirjen PPI tetap masuk dalam keanggotaan BRTI," katanya.

Juru Bicara Koalisi MATII Heru Sutadi menambahkan, dengan aturan yang ada sekarang peran Menkominfo tetap sentral dan strategis.

Hal itu terlihat dalam Pasal 3 di Permenkominfo yang menyatakan
(1) Menteri mempunyai kewenangan pembinaan teknologi
informasi dan komunikasi yang meliputi fungsi: a. penetapan kebijakan;
b. pengaturan;
c. pengawasan; dan
d. pengendalian.
(2) Menteri melimpahkan kepada BRTI sebagian kewenangan yang meliputi fungsi pengawasan, dan pengendalian.

Sementara di Pasal 5 dinyatakan
(1) BRTI melaporkan hasil pelaksanaan tugasnya kepada
Menteri.
(2) BRTI dalam pelaksanaan tugasnya dapat menerbitkan:
a. keputusan;
b. ketetapan; dan/atau
c. surat edaran.
(3) BRTI terlebih dahulu melakukan konsultasi kepada Menteri dalam menerbitkan keputusan, ketetapan, dan/atau surat edaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
(4) Keputusan, ketetapan, dan/atau surat edaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditandatangani oleh Ketua BRTI.

"Jadi kalau seksama baca Pasal 3 dan 5 itu Anda paham dong siapa yang berkuasa sebenarnya atas BRTI. Ini kan sudah terlihat dalam beberapa isu untuk BRTI periode 2015-2018 seperti hitung ulang biaya interkoneksi yang tak tuntas karena Menkominfo-nya tak ambil putusan. Padahal kurang apalagi itu sudah pakai konsultan sana-sini. Hanya di era Rudiantara ini hitung ulang biaya interkoneksi yang menjadi amanah Undang-undang Telekomunikasi tak terjadi, itu akan dicatat sejarah," tukasnya.

Kamilov menyarankan jika nantiya ada perubahan Undang-undang Telekomunikasi maka peran dan fungsi dari BRTI diperkuat  menjadi sederajat dengan kementerian. "Benchmark di luar negeri kan ada. Kalau BRTI benar-benar menjadi counter partner dari Menkominfo, tak ada itu kasus tunggakan frekuensi ngambang seperti di era sekarang," sindirnya.

Harapan Besar
Sebelumnya, Menkominfo Rudiantara menyatakan komposisi Komite Regulasi Telekomunikasi - Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (KRT-BRTI) Periode Tahun 2018-2022 akan mampu menginterpretasikan regulasi hingga sisi konsumen layanan telekomunikasi.

Sesuai dengan lampiran Keputusan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 995 tahun 2018 tentang Anggota Komite Regulasi Telekomunikasi pada Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia Periode tahun 2018-2022, susunannya sebagai berikut:

Ketua merangkap Anggota: Direktur Jenderal Sumber Daya Perangkat Pos dan Informatika (Ismail)
Wakil Ketua merangkap Anggota: Direktur Jenderal Aplikasi Informatika (Semuel A Pangerapan)
Anggota: Agung Harsoyo (Unsur Masyarakat)
Bambang Priantono (Unsur Masyarakat)
Danrivanto Budhijanto (Unsur Pemerintah/Stafsus Menkominfo)
I Ketut Prihadi Kresna Murti (Unsur Masyarakat)
Johny Siswadi (Unsur Masyarakat)
Rolly Rochmad Purnomo (Unsur Masyarakat)
Setyardi Widodo (Unsur Masyarakat)

“Sebetulnya formasinya ini 3-3-3. Pak Ismail (Dirjen SDPPI), Pak Semmy (Semuel Abrijani Pengerapan, Dirjen Aptika) dan Pak Dan (Danrivanto) dari unsur pemerintah, 3 anggota lama dan 3 anggota baru unsur masyarakat,” kata Rudiantara.

Rudiantara menyakini, satu anggota baru yakni Johny Siswadi dan anggota lama yakni I Ketut Prihadi diharapkan memiliki pemikiran yang cerdas dan bisa mengartikulasikan atau menginterpretasikan aturan sesuai kondisi yang kekinian. Harapan berbeda dengan Setyardi Widodo yang menurut Rudiantara bisa membuka akses masyarakat lebih luas lagi kepada BRTI.

“Saya ingin mas Widodo menjadi mata telinga kita, dari masyarakat, dari pelanggan. Nanti dibagi ada fokus meningkatkan program-program kepelangganan,” tambahnya.

Ditegaskannya, anggota KRT-BRTI tidak terafiliasi khusus kepada operator telekomunikasi tertentu. "Saya menjamin akan menindak tegas anggota KRT-BRTI apabila ada ketidaksesuaian dalam menjalankan tugasnya," katanya.

Rudiantara mengharapkan agar BRTI dapat berubah ke arah yang lebih baik. Salah satunya dengan lebih fokus kepada layanan yang berbasis teknologi informasi.

“Saya harapkan bisa membawa perubahan di sektor kita yang tidak lagi fokus ke pipa tapi sudah masuk ke internet, sudah masuk ke Over The Top (OTT), sudah masuk ke layanan-layanan yang semuanya berbasis IT. Kita harus mengubah mindset,” ujarnya.

Rudiantara meyakini  Undang-Undang yang paling utama harus menjadi acuan di BRTI adalah UU Telekomunikasi. Namun, perubahan pada BRTI yang diharapkannya yaitu dapat menginterpretasikan aturan tersebut dengan menyesuaikan kondisi terkini di tanah air apalagi pada era digital.

Ia pun menjelaskan Panitia Seleksi Nasional Calon Anggota KRT BRTI 2018-2022 juga berasal dari beberapa unsur yang dekat dengan sektor teknologi informasi seperti Ketua APJII Jamalul Izza dan Pendiri Tokopedia William Tanuwijaya.

Rudiantara berjanji akan lebih menguatkan peran dari BRTI tanpa lupa menyeimbangkan tanggung jawab serta kewenangan yang seharusnya.

“Betul bisnis pipa berdasarkan UU Telekomunikasi masih kita jaga tapi kita harus menerapkan light touch regulation. Perbedaan berikutnya adalah, orientasi BRTI harus diubah, tidak hanya sekedar menjadi Komite Regulasi Telekomunikasi saja yang urusannya regulasi. BRTI itu tugasnya, seyogyanya, meringankan beban menteri bukan malah menambah beban menteri. Jadi sekarang saya kasih empowernment tapi juga penunjangnya. Yaitu talenta dari Kominfo, saya carikan talenta bagus dari sini,” pungkasnya.(dn)

Artikel Terkait
Rekomendasi
Berita Pilihan
IndoTelko Idul Fitri 2024
More Stories
Data Center Service Provider of the year