telkomsel halo

Inflasi Tak Tahan Laju Tower Bersama

09:59:51 | 23 Dec 2014
Inflasi Tak Tahan Laju Tower Bersama
Ilustrasi (dok)
JAKARTA (IndoTelko)  -  PT Tower Bersama Infrastructure Tbk (TBIG) mengaku tingginya inflasi karena kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi tak menganggu laju pertumbuhan penyedia menara ini pada 2015.

"Kami ingin jaga pertumbuhan tenancy sekitar tiga ribu atau sama dengan tahun ini di 2015. Memang inflasi mempengaruhi biaya operasional, tetapi itu bisa ditutup dengan bertambahnya penyewa. Di bisnis ini size does matter,” ungkap Direktur Keuangan Tower Bersama Infrastructure Helmi Yusman Santoso di Jakarta, Senin (22/12).

Diungkapkannya, sebagian besar biaya operasional perseroan menggunakan rupiah, sementara untuk utang sudah di lindung nilai. Perseroan mampu menjaga margin Earning Before Interest Tax Depreciation Amortization (EBITDA)   di kisaran 82%. Hal ini berarti sekitar 18% terserap untuk biaya-biaya. Sekitar 9% digunakan untuk pemeliharaan menara dan sisanya biaya tetap.

“Inflasi naik, tentu biaya pemeliharaan menara naik 10%, tetapi kami tutup dengan terus bertambahnya jumlah tenant sehingga dampaknya bisa diminimalisir,” jelasnya.

Belanja Modal
Lebih lanjut dikatakannya, perseroan pada tahun 2015 berencana membangun sekitar 1.500 hingga dua ribu menara dimana akan disonkong belanja modal sekitar Rp 2 triliun. Kalkulasinya, membangun satu menara butuh dana sekitar Rp 1 miliar hingga Rp 1,1 miliar. Sejauh ini hingga sebelas bulan pertama tahun 2014, perusahaan memiliki 11.686 site komunikasi dan 18.800 tenant.

“Pendanaan dari belanja modal masih bersumber dari dana internal, sedangkan peminjaman dari pihak luar masih dalam pengkajian. Kami memiliki lumayan banyak amunnisi untuk pendanaan eksternal, mulai fasilitas pinjaman bank, penerbitan obligasi rupiah atau global bond," ungkapnya.

Dijelaskannya, perseroan masih memiliki ruang Untuk Penerbitan Umum Berkelanjutan (obligasi) dimana dari total Rp 4 triliun baru dirilis sekitar Rp 870 miliar. Artinya ada ruang untuk menerbitkan obligasi sekitar Rp 3,1 triliun.

Selain itu ada fasilitas pinjaman senilai US$ 1,3 miliar dimana sebesar US$ 1miliar sudah ditarik untuk refinancing obligasi. Sedangkan global bond senilai US$ 500 juta belum diterbitkan sama sekali.

"Debt to equity ratio (DER) kami 3.24 x, maksimal di industri 4x, sedangkan persyaratan menerbitkan obligasi itu 6.5x. Ini artinya ruang kami mencari pinjaman besar," jelasnya.(id)

Artikel Terkait
Rekomendasi
Berita Pilihan
IndoTelko Idul Fitri 2024
More Stories
Data Center Service Provider of the year