telkomsel halo

Menguak fenomena inflasi jabatan di Indonesia

12:20:00 | 28 Apr 2024
Menguak fenomena inflasi jabatan di Indonesia
JAKARTA (IndoTelko) - Dalam setahun terakhir, terlihat tren yang menunjukkan peningkatan jumlah perusahaan di Indonesia yang membesar-besarkan titel atau jabatan pekerjaan.

Peningkatan tersebut mencapai 27% pada posisi dengan titel seperti "Direktur" dan "Manajer" yang ditujukan bagi para profesional dengan pengalaman dua tahun.

Umumnya, perusahaan melakukannya sebagai upaya untuk menarik dan mempertahankan talenta atau karyawan.

Namun, upaya ini sebenarnya memiliki tingkat keberhasilan yang terbatas dan dapat menimbulkan masalah baik bagi perusahaan maupun karyawan. Ini merupakan hasil pengamatan oleh Robert Walters Indonesia mengenai tren inflasi jabatan (job title inflation).

Inflasi jabatan merujuk pada praktik perusahaan yang memberikan titel pekerjaan dengan cara dibesar-besarkan atau dilebih-lebihkan, yang mungkin tidak secara akurat mencerminkan tanggung jawab, senioritas, atau bahkan gaji yang sebenarnya pada posisi tersebut.

Tidak dapat disangkal bahwa titel pekerjaan dan promosi memiliki peran penting dalam kehidupan para pekerja profesional. Menurut survei LinkedIn yang dilakukan oleh Robert Walters Indonesia pada bulan Januari, 90% pekerja profesional sepakat bahwa jabatan pekerjaan merupakan faktor yang penting atau sangat penting saat mereka melamar untuk suatu posisi pekerjaan.

Di antara para pekerja profesional muda, sebanyak 53% dari mereka berharap untuk mendapatkan promosi dalam waktu 12 bulan setelah bergabung dengan perusahaan.

Sebanyak 56% perusahaan yang berpartisipasi dalam survei menyatakan bahwa mereka telah menerapkan strategi inflasi jabatan sebagai bentuk promosi untuk menarik talenta.

Menariknya, hanya 11% dari perusahaan tersebut yang tidak melihat adanya perubahan signifikan.

Meski demikian, penggunaan jabatan yang dibesar-besarkan memiliki tantangan tersendiri, di mana para profesional mungkin tidak menganggapnya sebagai indikator senioritas yang signifikan.

Berdasarkan hasil temuan Robert Walters Indonesia, faktor-faktor seperti kemampuan mengelola tim (56%) dan persepsi mengenai pentingnya peran tersebut (23%) dianggap sebagai indikator senioritas yang lebih utama, sementara hanya 21% yang meyakini bahwa gelar C-suite atau kepala departemen mencerminkan senioritas.

Hal ini menunjukkan bahwa meskipun jabatan yang dibesar-besarkan mungkin terlihat menarik pada awalnya, faktor-faktor seperti kepemimpinan tim dan persepsi mengenai pentingnya peran tersebut memiliki pengaruh yang lebih besar dalam menentukan senioritas daripada sekadar memiliki jabatan yang bergengsi.

Oleh karena itu, penting bagi perusahaan untuk menjaga transparansi mengenai peran dan tanggung jawab yang sebenarnya terkait dengan suatu posisi guna menghindari kebingungan.

Country Head Robert Walters Indonesia Eric Mary mengungkapkan dalam pasar kerja yang kompetitif saat ini, praktik inflasi jabatan menjadi hal yang umum terjadi, meskipun tidak di semua industri.

"Menggunakan jabatan yang dibesar-besarkan dapat menjadi faktor motivasi bagi karyawan untuk mempertimbangkan langkah karir selanjutnya. Hal ini memiliki potensi untuk menciptakan dampak positif, seperti mengurangi stereotip gender dan bias lainnya, serta mengompensasi gaji yang lebih rendah. Namun, penting bagi organisasi untuk melakukannya dengan hati-hati agar tetap menjaga transparansi, serta dapat menarik kandidat yang sesuai dengan posisi tersebut," katanya.

Robert Walters Indonesia menyarankan manajer perekrutan untuk melakukan evaluasi yang cermat sebelum memutuskan untuk menerapkan pendekatan inflasi jabatan.

Meskipun ada alasan yang valid untuk mempertimbangkan pendekatan ini, penting untuk mempertimbangkan secara menyeluruh pro dan kontra serta memahami potensi dampak jangka panjangnya terhadap organisasi.(ak)

Artikel Terkait
Rekomendasi
Berita Pilihan
More Stories
Data Center Service Provider of the year