telkomsel halo

ATSI himbau semua operator serahkan DPI ke BRTI

13:15:30 | 02 Sep 2016
ATSI himbau semua operator serahkan DPI ke BRTI
Merza Fachys (dok)
JAKARTA (IndoTelko) – Asosiasi penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI) menghimbau semua anggotanya untuk memasukkan Daftar Penawaran Interkoneksi (DPI) ke  Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) untuk dievaluasi dan disahkan.

“Saya sarankan semuanya masukkan DPI ke BRTI biar dievaluasi dan disahkan. Nanti kalau sudah disahkan, masing-masing operator bisa melakukan negosiasi berdasarkan DPI yang sudah disetujui BRTI. Jadi, industri ini move on, gak sibuk urusan interkoneksi terus,” saran Ketua Umum ATSI Merza Fachys kepada IndoTelko, Jumat (2/9).

DPI  merupakan dokumen berisi acuan kerjasama interkoneksi antara satu operator dengan yang lainnya. Dokumen ini disusun oleh semua operator dengan merujuk pada Dokumen Petunjuk Penyusunan DPI (P2DPI) yang tertuang dalam Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 8 Tahun 2006 tentang interkoneksi.

Hasil perhitungan biaya interkoneksi ini menjadi referensi bagi penyelenggara telekomunikasi (lokal dan selular) untuk diterapkan di sistem dan jaringan serta Point of Interconnection (PoI) di operator tersebut.

Penyusunan DPI mengacu kepada angka biaya interkoneksi yang dikeluarkan Kementrian Komunikasi dan Informatika. Terbaru, mengacu pada Surat Edaran (SE) No. 1153/M.Kominfo/PI.0204/08/2016, tanggal 2 Agustus 2016, tentang Implementasi Biaya Interkoneksi Tahun 2016 yang secara rerata biaya interkoneksi turun 26% bagi 18 skenario panggilan untuk jasa seluler.

Merza menjelaskan, banyak salah kaprah di publik tentang proses biaya interkoneksi. “Pemerintah itu hanya memberikan angka referensi. Setelah itu operator bikin DPI merujuk kepada angka pemerintah. Biasanya harga di DPI lebih rendah dari acuan. Setelah itu DPI dievaluasi BRTI, dan berikutnya operator negosiasi. Jadi, peran Menkominfo itu minim dalam biaya interkoneksi, adanya peran BRTI,” ulasnya.

Menurutnya, jika saat ini ada operator memaksakan menggunakan acuan biaya interkoneksi lama atau baru, itu hak dari operator. “Tetapi akan ribet sendiri nanti jika yang baru (biaya interkoneksi) disahkan, harus negosiasi lagi. Makanya ketimbang kerja dua kali, yuk masukkan itu DPI ke BRTI,” sarannya.

Secara terpisah, Wakil Direktur Utama Tri Indonesia M. Danny Buldansyah mengharapkan, biaya interkoneksi baru sesuai SE yang dikeluarkan pada 2 Agustus lalu bisa diterapkan. “Harapan saya yang baru diterapkanlah. Tri mengacu ke yang baru, harapannya semua ke yang baru juga,” tutupnya.

Sebelumnya, Plt. Kepala Biro Humas Kementerian Kominfo Noor Iza melalui rilis resminya pada Kamis (1/9) menyatakan karena DPI belum lengkap terkumpul, maka operator dipersilahkan menggunakan acuan biaya interkoneksi versi lama.

Singkatnya, pelaksanaan biaya interkoneksi yang turun 26% untuk 18 skenario panggilan seluler dan telepon tetap yang dikeluarkan melalui Surat Edaran (SE) SE Nomor 1153/M.KOMINFO/PI.0204/08/2016 yang ditandatangani oleh Plt. Dirjen Penyelenggaraan Pos dan Informatika, Geryantika Kurnia dan dirilis pada 2 Agustus 2016 lalu belum berlaku per 1 September 2016.

Telkom dan Telkomsel dikabarkan belum memberikan DPI untuk dievaluasi oleh Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI). Operator pelat merah ini tak menyerahkan DPI karena Kemenkominfo belum membalas sama sekali sejumlah surat keberatan yang dilayangkannya   atas penetapan biaya interkoneksi yang diumumkan 2 Agustus lalu.

Telkom Group dianggap rugi dengan perhitungan biaya interkoneksi versi pemerintah, sementara operator Non Telkom menikmati keuntungan.

Hal itu terlihat dari biaya jaringan Telkomsel Rp 285, Indosat di sekitar Rp 86 dan XL Rp 65. Jika biaya interkoneksi versi baru untuk panggilan lokal seluler menjadi Rp 204, kedua operator ini untung dua kali, sedangkan Telkomsel akan rugi dua kali.

Keuntungan pertama, biaya jaringan XL dan Indosat masing-masing Rp 65 dan Rp 86. Dengan menerapkan biaya interkoneksi  Rp 204, XL untung Rp 139, sedangkan Indosat untung Rp 118 per menit percakapan. (Baca: Kisruh Interkoneksi)

Keuntungan kedua adalah, ketika ada pelanggan Indosat Ooredoo menelepon ke pelanggan Telkomsel, perusahaan milik Ooredoo Qatar ini hanya membayar biaya interkoneksi sebesar Rp 204, bukan lagi 250 per menit. Demikian juga dengan XL. Kesimpulannya,  Indosat dan XL untung lagi Rp 46. (Baca: Numpang Interkoneksi)

“Ada yang bilang penurunan biaya interkoneksi itu menyehatkan industri, tetapi kalau ada yang untung dan buntung itu namanya bukan interkoneksi tetapi numpang koneksi,” sindir Pengamat Telekomunikasi Mochamad James Falahuddin.(dn)

Ikuti terus perkembangan berita ini dalam topik
Artikel Terkait
Rekomendasi
Berita Pilihan
More Stories
Data Center Service Provider of the year