89% mengatakan ada setidaknya satu fungsi bisnis yang tidak akan pernah mereka serahkan kepada AI.
Awal tahun ini, “Global AI Confessions Report: CEO Edition” dari Dataiku menunjukkan bahwa para CEO memiliki pandangan yang sangat optimistis terhadap AI. Namun, pemimpin data lebih skeptis. Hanya 39% yang mengatakan bahwa jajaran C-suite benar-benar memahami AI, 68% percaya para eksekutif melebih-lebihkan akurasi AI, dan 73% menilai mereka meremehkan tingkat kesulitan dalam mencapai reliabilitas AI sebelum tahap produksi.
Taruhannya besar 56% pemimpin data memperkirakan akan ada CEO yang kehilangan jabatan pada 2026 karena strategi AI yang gagal. Kesenjangan antara optimisme CEO dan kehati-hatian pemimpin data dalam mendorong AI yang belum siap ke tahap produksi bisa menjadi alasan mengapa begitu banyak proyek AI masih terjebak di fase POC atau ujicoba.
Dijelaskan Co-founder and CEO Dataiku, Florian Douetteau, temuan paling mengkhawatirkan dari laporan ini adalah bahwa perusahaan di seluruh dunia sedang mempertaruhkan masa depan mereka pada sistem AI yang belum sepenuhnya mereka percayai.
“Kabar baiknya, sebagian besar kegagalan inisiatif AI disebabkan oleh hambatan umum yang bisa diatasi melalui peningkatan keterjelasan, keterlacakan (traceability), dan tata kelola yang kuat. Itulah cara AI bisa beralih dari sekadar sensasi (hype) menjadi sebuah dampak nyata bagi bisnis,” ujarnya.
Penelitian ini dilakukan secara daring oleh The Harris Poll atas nama Dataiku pada 20-29 Agustus 2025. Survei dilakukan terhadap para profesional yang dikategorikan sebagai “Pemimpin Data” di Amerika Serikat, Inggris, Prancis, Jerman, Uni Emirat Arab, Jepang, Singapura, dan Korea Selatan. Total 812 wawancara dilakukan (AS = 203, Inggris = 102, Prancis = 101, Jerman = 103, UEA = 100, Jepang = 103, Korea Selatan = 50, Singapura = 50). (mas)