telkomsel halo

Berkat AI dan AR, perusahaan kosmetik ini kalahkan Coca-Cola

06:51:06 | 27 May 2024
Berkat AI dan AR, perusahaan kosmetik ini kalahkan Coca-Cola
JAKARTA (IndoTelko) — L’Oréal berhasil menaklukkan perusahaan raksasa Coca-Cola Co. dan Procter & Gamble Co. (P&G) pada survei Future Readiness Indicator (FRI/ Indikator Kesiapan Masa Depan) 2024 yang dirilis oleh The International Institute of Management and Development (IMD).

Lewat FRI untuk kategori Consumer Package Goods (CPG/ produk kemasan konsumen), IMD melakukan survei dan pemeringkatan terhadap 24 perusahaan CPG dunia.

Pada daftar FRI CPG 2024, L’Oréal (dengan skor 100) ada di posisi pertama, naik dua peringkat dari tahun lalu. Coca-Cola (skor 90,68) yang sempat ada di posisi puncak tahun lalu, kini mesti puas dengan peringkat kedua.

Sementara P&G (80,4) yang sebelumnya memegang posisi kedua kini terdepak ke peringkat ketiga. Nestle (78,1) masih jadi juara bertahan di posisi keempat. Sementara Unilever (77,28) naik dua peringkat dari tahun sebelumnya ke peringkat lima.

“Kemampuan L’Oréal memanfaatkan AI, omnichannel, kemitraan, dan social listening berada di skala yang belum pernah kami lihat di dunia CPG sebelumnya. Sehingga, sebenarnya saat ini L’Oréal adalah perusahaan teknologi yang menjual lipstik,” terang Direktur IMD Center for Future Readiness Howard Yu.

Apa yang menjadi resep rahasia keberhasilan perusahaan kosmetik dan produk perawatan ini hingga diganjar nilai sempurna (100) dalam Indikator Kesiapan Masa Depan IMD CPG 2024?

Ternyata L'Oréal mengombinasikan Augmented Reality (AR) dan kecerdasan buatan (artificial intellegence/ AI) untuk untuk memberikan rekomendasi produk, diagnostik kulit, dan uji coba produk secara virtual.

Hal ini sejalan dengan bertambahnya tuntutan konsumen yang kian tertarik dengan pengalaman yang dirancang spesifik untuk kebutuhan mereka.

L'Oréal pun memanfaatkan data sebagai dasar untuk mengambil keputusan (data driven decision-making), misal dengan melakukan social listening untuk menganalisa kebiasaan pembeli, menentukan lini produk berikutnya, kampanye pemasaran, dan optimasi rantai pasokan (supply chain).

Cara ini membantu perusahaan memperoleh wawasan yang lebih mendalam tentang perilaku konsumen. Sebuah proses yang yang sebagian besar didorong oleh proses bawah sadar dan seringkali gagal ditangkap oleh riset pasar tradisional.

Selain itu, L'Oréal juga menggunakan strategi pemasaran omnichannel, memperkuat kemitraan, dan memberikan kemudahan berbelanja baik online maupun offline.

"Kesuksesan L’Oréal menunjukkan menekan biaya produksi dan distribusi dengan cara tradisional saja tidak cukup. Konsumen saat ini banyak tuntutan,” tandas Yu.

Kepiawaian L’Oréal memanfaatkan teknologi, membuatnya lebih unggul dari kompetitor seperti Estée Lauder, Shiseido, dan Revlon. Saat ini, Estée Lauder dan Shiseido tengah mengejar ketertinggalan dengan mengeksplorasi penggunaan AI.

Namun, apa yang mereka lakukan masih belum bisa menyamai layanan personalisasi yang ditawarkan L’Oréal. Sementara Revlon tertinggal jauh imbas dari keterbatasan kemampuan digitalisasi yang mereka lakukan.

Berkaca pada keberhasilan L'Oréal, Yu melihat kejelasan korelasi antara kesuksesan perusahaan dengan inovasi. Contoh lain adalah Nestle dan Diageo (produsen minuman beralkohol asal Inggris) yang juga memprioritaskan teknologi. Mereka lebih unggul dari perusahaan yang tertinggal dalam inovasi, seperti Dr. Pepper (produsen minuman bersoda asal Amerika Serikat/AS) dan General Mills (produsen makanan kemasan asal AS).(wn)

Ikuti terus perkembangan berita ini dalam topik
Artikel Terkait
Rekomendasi
Berita Pilihan
More Stories
Data Center Service Provider of the year