AAJI Fokus Bahas Penguatan Transformasi dan Inovasi Digital

04:42:31 | 14 Nov 2021
AAJI Fokus Bahas Penguatan Transformasi dan Inovasi Digital
JAKARTA (IndoTelko) - Baru-baru ini Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI)  menyelenggarakan kegiatan tahunan berformat virtual dalam Webinar Digital Risk Management in Insurance (DRiM).

Kali ini, AAJI fokus pada transformasi dan inovasi digital sebagai upaya meningkatkan pelayanan industri asuransi jiwa Indonesia. Webinar yang mengangkat tema Waves of Change : Entering New Dynamics of Life Insurance, menghadirkan beberapa pembicara, antara lain : Yuswohady dari Inventure, Michael Rolfe dari Swiss Re, Edlyn Khoo dari NTUC Income dan Tek Yew Chia dari Oliver Wyman. Para pembicara berbagi insight terkait transformasi dan inovasi digital serta manajemen risiko yang baik bagi industri asuransi jiwa. 

Keynote speaker dalam diskusi ini adalah Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi RI, Luhut Binsar Pandjaitan, yang mengungkapkan bahwa Industri asuransi jiwa memiliki kesempatan pengembangan pasar yang sangat besar meskipun di tengah tantangan dan perubahan yang terjadi saat ini. 

“Saya mewakili Pemerintah, ingin memberikan apresiasi kepada industri asuransi yang secara konsisten telah berperan aktif dalam bertransformasi dan terus melakukan inovasi mendukung upaya Pemerintah dalam menjaga kestabilan ekonomi serta memperkuat ketahanan masyarakat dan memberikan perlindungan bagi masyarakat Indonesia,” katanya.

Luhut juga tak sekedar memberikan apresiasinya pada industri asuransi jiwa, pemerintah melalui Kemenkomarves juga akan terus mendukung terciptanya kebijakan dan regulasi yang mampu mendukung perkembangan industri asuransi dengan tetap mengedepankan kepentingan masyarakat. 

Sementara, pada kesempatan yang sama, Deputi Komisioner Pengawas Industri Keuangan Non Bank (IKNB) II OJK, Mochammad Ihsanuddin menjelaskan, dalam hal kebijakan, OJK telah menerbitkan POJK Nomor 4/POJK.05/2021 Tentang Manajemen Risiko Dalam Penggunaan Teknologi Informasi Oleh Lembaga Jasa Keuangan Non-bank pada Maret lalu. Kebijakan ini bertujuan untuk meningkatkan produktivitas dan bisnis Lembaga Jasa Keuangan Non-bank (LJKNB), melindungi kepentingan LJKNB dan konsumen, pemerataan pengaturan mengenai manajemen risiko dalam penggunaan teknologi informasi (MRTI), serta harmonisasi dengan ketentuan serupa di sektor perbankan dengan tetap mempertimbangkan kompleksitas dan karakteristik LJKNB.

“Perkembangan teknologi informasi yang sangat cepat dan bersifat disruptif mendorong peningkatan penggunaan teknologi informasi di sektor Industri Keuangan Non-bank (IKNB). Penggunaan teknologi informasi memiliki potensi risiko yang dapat merugikan LJKNB dan konsumen. Oleh karena itu, agar dapat melindungi kepentingan LJKNB dan konsumen, LJKNB dituntut untuk dapat menerapkan manajemen risiko yang memadai dalam penggunaan teknologi informasi,” jelasnya.

Ihsanuddin menyambut baik dengan adanya kegiatan yang diselenggarakan oleh AAJI. Menurutnya, industri asuransi jiwa sebagai salah satu subjek pengaturan dari kebijakan telah mulai menyelenggarakan sosialisasi dan edukasi yang baik mengenai manajemen risiko digital.  

Teknologi digital sendiri salah satu fokus inovasi AAJI dalam meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, salah satunya inovasi penggunaan teknologi untuk proses pemasaran produk asuransi jiwa sekaligus menjawab tantangan yang terjadi di masa pandemi. Pentingnya teknologi digital untuk menjangkau masyarakat ini juga sejalan dengan materi yang disampaikan oleh para narasumber ahli.  Semuanya percaya bahwa mengadopsi teknologi ke dalam industri akan membawa solusi baru untuk mengatasi berbagai tantangan di masa depan.

Sedangkan, Michael Rolfe dari Swiss RE mengungkapkan, outlook mengenai covid-19, sentimen konsumen terkait dengan kesehatan mentalnya dan adaptasi terhadap risiko digital akan menjadi pendorong tren digital di industri asuransi.  

“Konsumen Indonesia setidaknya terbuka untuk memanfaatkan teknologi digital dalam membeli produk asuransi secara online dan mereka juga tetap memerlukan dukungan offline untuk bisa berkomunikasi di saat penting serta sebagai bantuan untuk mengatasi masalah utama dalam hal membeli asuransi secara online,” tuturnya.

Berbeda dengan Michael, Tek Yew Chia dari Oliver Wyman menyampaikan materi tentang Tiga Gelombang Inovasi Asuransi Digital yang Mendorong Evolusi Bisnis. Tiga gelombang ini terdiri dari peningkatan layanan berbasis teknologi, sistem integrasi antara ekosistem online dan penyedia jasa asuransi, serta perluasan teknologi sebagai solusi pelayanan dalam industri asuransi.  

Gelombang pertama, adanya fokus awal untuk meningkatkan proses value chain dan produk yang ada melalui digitalisasi. Gelombang kedua, adanya pengembangan lebih lanjut dengan optimalisasi value chain secara bertahap dengan mengintegrasikan produk asuransi ke dalam ekosistem yang berbeda. Dan gelombang ketiga adalah terjadinya perluasan solusi teknologi jangka panjang yang bertujuan menyediakan suatu paket kustomisasi produk keuangan dan jasa teknologi lainnya.

Selanjutnya Edlyn Khoo dari NTUC Income berbagi insight dan pengalaman perusahaannya dalam memanfaatkan digitalisasi dalam transformasi pola konsumsi dan memecah tantangan tradisional dalam industri asuransi. 

“Melihat ke depan, orang akan semakin cenderung menjalani hidup mereka dalam beberapa ekosistem digital. Ekosistem digital yang dirancang untuk memiliki setiap momen bersama pelanggan. Ekosistem digital yang jelas memiliki keterlibatan yang lebih tinggi dengan pelanggan, kelebihan pada ketersediaan dan pengolahan data yang besar, serta membangun loyalitas pelanggan yang lebih kuat,” katanya.

Di waktu yang sama, Yuswohady dari Inventure menyampaikan mengenai tren perilaku konsumen. Semenjak pandemi merebak, terjadi lima pergeseran besar pada konsumen digital. Menurutnya, setiap konsumen akan menjadi konsumen digital setelah pandemi. 

Pertama, terjadinya pergeseran habitat kegiatan konsumen dari penggunaan ruangan untuk beraktivitas menjadi penggunaan layar gadget. Kedua, dorongan untuk memperdalam dan memperluas adopsi digital, pelaku bisnis di semua industri harus segera membangun digital ekosistem. Ketiga, semua akan berpaling menjadi semakin contactless meninggalkan touchpoint fisik. Keempat, strategi pemasaran omnichannel bakal menjadi standar industri dengan mengintegrasikan saluran konvensional maupun digital, bertujuan menciptakan pengalaman pelanggan yang utuh. Terakhir, adanya kebutuhan terhadap privasi konsumen dan paradigma baru di ranah komunikasi pemasaran yang semakin personal. 

“Adanya peningkatan risiko kejahatan cyber security, di kala semua aktivitas harus ditunjang oleh aplikasi dan sistem berbasis online, maka ancaman cyber security harus diminimalisir. Apalagi ketika platform digital memungkinkan proses komunikasi pemasaran berawal dan berfokus pada konsumen. Marketer harus memahami keinginan konsumen berikut channel interaksinya, baru kemudian kustomisasi pesan disampaikan personal ke konsumen,”  jelasnya.

Ketua Dewan Pengurus AAJI, Budi Tampubolon berharap bahwa komitmen AAJI dalam transformasi dan inovasi digital industri asuransi jiwa melalui kegiatan DRiM ini dapat memberikan insight yang bermanfaat bagi anggota perusahaan dan pelaku industri. Kegiatan ini sekaligus juga sebagai dukungan AAJI terhadap pelaksanaan kebijakan dari regulator. “Kami juga turut berterima kasih atas dukungan dari Pemerintah dan Regulator terhadap upaya transformasi dan inovasi digital ini. Hal ini tentu akan membantu kami dalam memberikan manfaat yang besar kepada perusahaan, kesejahteraan masyarakat dan pembangunan nasional,” kata Budi. (ak)

Artikel Terkait
IndoTelko Idul Fitri 2024
More Stories