Pemerintah Harus Cermat Mengejar Pajak dari OTT

14:11:52 | 07 Apr 2016
Pemerintah Harus Cermat Mengejar Pajak dari OTT
Indra Utoyo (dok)
JAKARTA (IndoTelko) – Pemerintah disarankan harus cermat dan bijak dalam mengejar pajak dari Over The Top (OTT) dengan mempertimbangkan model bisnis dan perkembangan ekosistem ekonomi digital.

 “Secara prinsip kami setuju ada pengejaran pajak terhadap para OTT itu, khususnya yang asing. Kalau dibiarkan bisa terjadai “penjajahan digital” di negeri ini. Tetapi dalam pengejaran itu harus cerdik dan cermat,” kata Ketua Umum Masyarakat Industri Kreatif TIK Indonesia (Mikti) Indra Utoyo di Jakarta, Kamis (7/4).

 Dikatakannya, dalam era digital economy harus dipahami dulu model bisnis yang dihadirkan, value chain yang diubah, dan dan peran baru yang hadir karena teknologi.

 Misal, untuk jasa Online Travel Agent (OTA) dimana dalam setiap transaksinya sudah dikenakan pajak, jika masih ditambahkan beban, tentu fee yang didapat makin tipis.

“Bisnis OTA banyak yang suka dan gunakan. Lihat saja Traveloka, Tiket.com dan lainnya. Jadi, harus bijak,” katanya.

 Secara terpisah, CEO Bhinneka.com Hendrik Tio menyarankan pemerintah tak lagi menambah beban pajak bagi pemain eCommerce karena selama ini sudah menjalankan kewajiban layaknya pemain offline.

 Hendrik mempertanyakan rencana pemerintah mengenakan pajak cuma-cuma untuk pemain marketplace dan iklan baris karena memberikan platform berdagang online bagi pedagang.

 “Ide ini bikin kita bingung, soalnya tak ada dasar hukumnya. Baiknya pemerintah berlaku adil dan tidak mengada-ada soal pajak hanya karena eCommerce sedang populer saat ini,” tukasnya.

Sebelumnya, Menkominfo Rudiantara mengaku serius mengejar pajak dari pemain OTT asing seperti Facebook, Google, dan Twitter. (Baca juga: OTT Asing dalam Incaran Pajak)

Niat dari Pria yang akrab disapa RA itu juga didukung Menteri Keuangan Bambang PS Brodjonegoro yang akan memperjelas status raksasa bisnis digital global tersebut di Indonesia, apakah sudah berbentuk Badan Usaha Tetap (BUT) ataukah sekadar kantor perwakilan alias representative office (rep office)

Dalam paparan Menkeu, Yahoo Indonesia sejak 2009  telah terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Tanah Abang sebagai badan hukum dalam negeri dengan status Penanaman Modal Asing (PMA). Ketika menjalankan usahanya, PT Yahoo bertindak sebagai dependent agent dari Yahoo di Singapura.

Alhasil,  sesuai dengan Pasal (2) Ayat (5) huruf (N) UU PPH, Yahoo berstatus Badan Usaha Tetap (BUT). Kemudian ditetapkan sebagai BUT Yahoo Singapore Pte Ltd Indonesia. Penghasilan yang diterima oleh Yahoo Singapura yang bersumber dari Indonesia misalnya jasa periklanan menjadi penghasilan BUT Yahoo Singapore Pte Ltd Indonesia sesuai dengan pasal 5 ayat 1 UU PPH.

Saat ini sedang dilakukan pemeriksaan secara khusus oleh Kantor Wilayah (Kanwil) DJP Jakarta Khusus, untuk memastikan bahwa Yahoo sudah melaporkan semua jasa periklanan yang dia dapat dari Indonesia, meskipun statusnya sebagai Yahoo Singapore Pte Ltd.

Hasil pemeriksaan ini dimanfaatkan untuk memeriksa pembayaran pajaknya sudah benar selama ini atau belum.

Berikutnya yang dibidik adalah Google  yang  sudah terdaftar sebagai badan hukum dalam negeri, di KPP Tanah Abang III dengan status PMA sejak 15 September 2011.

Google juga sebagai dependent agent Google Asia-Pasifik di Singapura. Saat ini sedang dilakukan pembayaran pajak oleh Google.

Sementara Twitter sudah tercatat di KPP Badan dan Orang Asing tetapi hanya sebagai rep office dari Twitter Asia-Pasifik. Twitter baru terdaftar sebagai ‘rep office’tahun lalu, tepatnya 22 April 2015. Dalam menjalankan usahanya Twitter ini bertindak sebagai dependent agent dari Twitter Asia-Pasifik di Singapura.

Adapun penghasilan yang diterima Twitter Asia-Pasifik Singapura yang bersumber dari Indonesia termasuk iklan, akan menjadi penerimaan pajak Indonesia.

Terakhir, Facebook juga sudah terdaftar di KPP Badan dan Orang Asing, namun hanya sebagai ‘rep office’ dari Facebook di Singapura. Facebook terdaftar sebagai ‘rep office’ di Indonesia sejak 10 Februari 2014.

Dalam menjalankan usahanya, Facebook bertindak sebagai dependent agent dari Facebook Singapura. Penghasilannya otomatis termasuk jasa periklanan, seharusnya masuk menjadi bagian dari PPH kita. Saat ini sedang dilakukan pemeriksaan khusus untuk Facebook.(id)

Ikuti terus perkembangan berita ini dalam topik
Artikel Terkait
IndoTelko Idul Fitri 2024
More Stories