telkomsel halo

Aksi Akuisisi Butuh Insentif

13:12:06 | 26 Jun 2013
Aksi Akuisisi Butuh Insentif
Alex J Sinaga (DOK)
JAKARTA (Indotelko)  - Asosiasi Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI) menghimbau pemerintah untuk bersikap bijak dalam menanggapi aksi akuisisi yang diikuti merger dengan menimbang memberikan insentif agar tidak terjadi distorsi ke industri.

“Jika merujuk kepada Undang-undang anti persaingan tidak sehat, setiap akuisisi akan diikuti merger. Jika melihat kondisi industri telekomunikasi, akuisisi itu hal yang bisa dijalankan, tetapi mengingat sektor ini unik, dibutuhkan insentif dari regulator teknis jika itu dijalankan,” ungkap Ketua Umum Asosiasi Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI) yang juga Direktur Utama Telkomsel Alex J Sinaga kala menjadi pembicara di IndoTelko Forum dengan tema Spirit Berbagi dan Mencari Keadilan di Jakarta, Selasa (25/6).

Diungkapkannya, secara aturan  aksi akuisisi yang diikuti dengan merger oleh dua operator telekomunikasi tak  bisa melibatkan frekuensi dan blok nomor yang dimiliki salah satunya. Hal ini berarti  frekuensi dan blok nomor tak bisa  ditransfer ke  pihak yang melakukan akuisisi.

“Jadi, walau secara aturan akuisisi itu diijinkan, tetapi tidak  logis dijalankan karena yang didapat hanya aset dan pelanggan tanpa nomornya. Nah, pertanyaan saya, kalau kondisi begini siapa yang mau menjalankan secara bisnis. Pasalnya, kondisi sekarang operator itu ada yang keuntungan posistif diatas 56% ada yang minus dibawah 50%," jelasnya.

Menurutnya,  akuisisi bisa terjadi secara alami atau didorong oleh regulator."Hal yang harus diperhatikan itu dalam akuisisi jika mau yang ideal  tentu ada insentif dari regulator. Namun, kalau regulator  ingin memberikan insentif harus diperhatikan juga apa yang mau diberikan. Jangan malah menciptakan distorsi di industri karena tidak memperhatikan azas manfaat,"  katanya.

Diungkapkannya, saat ini terjadi ketidakoptimalan dalam pemanfaatan frekuensi. Misalnya, Telkomsel karena memiliki frekuensi yang terbatas harus  membangun hingga  61 ribu BTS kalau spektrumnya ditambahkan.

"Kondisi sekarang ada pemmain yang frekuensinya kelebihan tetapi tidak teroptimalkan. Ini semua bisa optimum jika ada konsolidasi. Jika keduanya digabungkan, jalan keluar adalah insentif dan industri di atur ulang untuk menemukan titik optimum dengan cara yang adil dan ada kepastian hukum," tegasnya.

Menimbang
Dirjen Sumber Daya dan Perangkat Pos Informatika Kementerian Kominfo Muhammad Budi Setiawan mengungkapkan, terjadi kepemilikan frekuensi yang tak seimbang di 3G sehingga diperlukan pertimbangan yang matang dalam melihat insentif akuisisi.

“Secara prinsip kita dukung konsolidasi di industri. Hal yang menjadi masalah itu, trafik data akan terus meningkat, sementara kepemilkan frekuensi tak berimbang antar pemain. Kita mau benahi mana dulu,” ungkapnya.

Dicontohkannya,   jika melihat dari penguasaan pasar lima operator jaringan 3G di Indonesia, Telkomsel menguasai market share pelanggan 42%, Indosat 16,7%, XL Axiata 15,9%, Hutchison 3 Indonesia (Tri) 5,4%, dan Axis Telekom Indonesia 2,1%.

Sementara dari jumlah infrastruktur jaringan, Telkomsel di Jakarta membangun 1.500 BTS Node B, Indosat 810 BTS Node, XL 756 BTS Node B, Tri 463 BTS Node B, dan Axis 497 BTS Node B.

Dari kelima operator itu, Telkomsel, Indosat, dan XL, sudah masuk zona merah alias minus kekurangan frekuensi jika dilihat dilihat dari kebutuhan bandwidth, pembagian dari jumlah subscriber, market share, efisiensi spektrum, number of sites, dan parameter lainnya. Sementara Tri dan Axis masih di zona hijau, alias masih surplus kelebihan spektrum di 3G.

"Dari situ bisa terlihat, siapa yang butuh dan mana yang belum. Sekarang keadilannya mau bagaimana, apakah kita samakan dulu semua, atau penuhi yang sudah lebih dulu butuh karena masuk zona merah. Ini yang perlu kita bahas bersama,"tegasnya.(id)

Artikel Terkait
Rekomendasi
Berita Pilihan
IndoTelko Idul Fitri 2024
More Stories
Data Center Service Provider of the year