telkomsel halo

Hanya di Indonesia, Dua Teknologi Berdampingan di Frekuensi 3G

10:50:05 | 26 Jul 2013
Hanya di Indonesia, Dua Teknologi Berdampingan di Frekuensi 3G
Rodrigo Araujo (DOK)
JAKARTA (IndoTelko) – Indonesia memang negara yang unik dan banyak terjadi anomali kala penerapan teknologi.

Bicara perangkat BlackBerry misalnya, di negara asalnya atau Amerika Serikat fitur yang banyak digunakan adalah email atau browsing, sementara di negeri ini justru fitur Instant Messaging BlackBerry Messenger yang menjadikan masyarakat kepincut dengan produk asal Kanada ini.

Hal yang sama juga terjadi di pemanfaatan frekuensi. Di spektrum 3G yang berada di 2,1 GHz, ternyata hanya di Indonesia dua teknologi hidup berdampingan.

Dua teknologi itu adalah Personal Communication System (PCS) 1900 milik Smart Telecom dan  Universal Mobile Telecommunication System (UMTS) yang diusung lima pemain. Kelima pemain itu adalah Telkomsel, Indosat, XL Axiata, Axis, dan Tri.

“Hanya di Indonesia dua teknologi ini bisa hidup berdampingan dalam satu spektrum. Di negara lain tidak ada. Dulu di India ada kondisi seperti ini, tetapi akhirnya di-recall karena sadar keduanya tak akan bisa akur,” ungkap GM Technology Planning Axis Rodrigo Araujo di Jakarta, kemarin.

Dijelaskannya,  PCS akan mengacu pada  standar teknologi Amerika, sedangkan UMTS memiliki standar Eropa. “Biasanya, UMTS yang dimenangkan karena lebih dominan.  Saya yakin kebijakan di Indonesia mengikuti standar UMTS," kata Pria yang mengaku sudah bekerja di banyak operator luar negeri sebelum berlabuh di Axis.

Menurutnya, jika pun harus hidup berdampingan dibutuhkan guardband yang tebal yakni sekitar 10 MHz, bukan tipis sekitar 2,5 MHz.

"Untuk guardband idealnya butuh 10 MHz, dan yang memberikan guardband harus dari pihak yang menyebabkan interferensi," kata Rodrigo.

Hal yang menjadi masalah adalah jika guardband selebar 10 MHz tentu akan sulit dilakukan karena Smart Telecom walau memiliki 5 kanal tetapi total frekuensi yang dimiliki 7,5 MHz. Memaksakan guardband 10 MHz, sama saja mematikan layanan milik Smart Telecom.  

Kala hal itu dikonfirmasikan ke Rodrigo, Pria asal Brazil ini mengatakan pilihannya ada dua yakni memberikan  guardband 10 MHz atau tata ulang blok  3G milik para pemain UMTS dibatalkan pemerintah.
 
Senior Manager Regulatory dan Government Relations Axis Demitry Darlis menambahkan Kementrian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) sebenarnya sudah mengetahui masalah dua sistem yang tak bisa hidup berdampingan ini.

“Kala wacana tata ulang dan ingin menender blok 12 di 3G, itu sudah dipaparkan dan pemerintah tahu itu,” katanya.

Menyebar
Sebelumnya, ungkap Anggota Komite Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) M. Ridwan Effendi mengungkapkan sinyal milik Smart Telecom   sudah menyebar ke seluruh frekuensi 3G di 2,1 GHz sehingga berpotensi menimbulkan gangguan layanan bagi pengguna masing-masing operator.

“Perlu dicatat interferensi antara  penyelenggara PCS 1900 dengan penyelenggara sistem UMTS, tidak hanya di blok 11 dan 12, tetapi merata dari blok 1 hingga 12 di 2,1 GHz,” katanya.

Diakuinya,  hanya di Indonesia, sistem UMTS (Eropa) dan PCS1900 (Amerika) ada dan hidup berdampingan.
Akibatnya, lanjutnya,  seluruh blok di frekuensi 2,1 GHz  terkena luberan spektrum dari PCS1900, yang sebetulnya kalau hidup sendirian tidak menjadi masalah.

“Tetapi harap dicatat interferensi ini hanya ada pada tempat-tempat  yang terjadi ko-lokasi yakni BTS UMTS berdekatan dengan BTS PCS1900,” jelasnya.

Para teknisi sendiri  beranggapan, interferensi antara sinyal Smart dengan pemain UMTS bisa diakali jika Smart   menggunakan filter yang sharp,   koordinasi antara pemain, serta  pembatasan power, atau  menambah guardband. Interferensi pun bisa diminamilisir  selama ada guardband selebar minimal 2 megahertz.

Solusi lainnya adalah  pemerintah  meminta komitmen vendor CDMA agar alat yang mereka ciptakan tidak akan membuat interferensi melebihi 3,1 Mhz.  

Para ahli lain beranggapan bukan masalah sinyal bocor yang menjadi perhatian sebenarnya,  tetapi secara teori  jika GSM dan CDMA berjejeran,  pasti akan sengsara pelanggan GSM.  

Pasalnya, alokasi frekuensi CDMA dari BTS ke ponsel  (down link)  bertabrakan dengan dari ponsel ke BTS milik GSM  (uplink).Secara teknologi,  CDMA   mentransfer sinyalnya  menggunakan  Code dan  bisa di-extract walaupun berada di  dalam sinyal dibawah level noise. Sementara GSM menggunakan teknologi FDM+TDMA, masih rentan terhadap noise yang ditimbulkan oleh sinyal CDMA jika  frekuensi berdekatan.(id)

Artikel Terkait
Rekomendasi
Berita Pilihan
More Stories
Data Center Service Provider of the year